Ketika si Kecil enggan untuk menjawab pertanyaan dari orang asing atau diajak untuk melakukan sesuatu, sering sekali orang dewasa menyebutnya sebagai anak pemalu. Bukan hal sepele, label “anak pemalu” nyatanya punya dampak serius, lho. Yuk, ikuti terus penjelasannya di bawah ini.

 

Pemalu adalah Sifat, Bukan Kepribadian

Memiliki atau menghadapi anak dengan kepribadian yang ceria, supel, dan aktif memang impian semua orang tua. Namun tak bisa dimungkiri, setiap anak terlahir dengan keunikan kepribadian masing-masing yang membuat kita perlu belajar untuk mengenali dan membantu mengarahkannya.

 

Bukan satu atau dua kali, ditemukan contoh kejadian orang tua atau orang dewasa menyebut seorang anak yang pendiam atau tak berminat untuk bergabung bermain dengan sebutan “pemalu”. Label itu memang tak terdengar kasar atau menyinggung, ya. Tapi tanpa disadari, sebutan “pemalu” itu membekas di dalam ingatan anak dan meninggalkan dampak jangka panjang untuknya, lho.

 

Perlu Mums ketahui, rasa malu nyatanya adalah respons normal terhadap apa yang anak anggap menakutkan atau berlebihan. Situasi ini paling sering terjadi di lingkungan sosial baru. Umumnya, anak-anak yang tampak pemalu cenderung melakukan 3 hal ini:

  • Melihat kondisi di sekitar dan orang-orang yang tidak dikenalnya.
  • Tidak berbicara secara sukarela dalam situasi sosial.
  • Menonton tetapi tidak bergabung dengan anak-anak lain yang sedang bermain.

 

Rasa malu sesekali adalah respons adaptif yang sesuai dan akan dialami sebagian besar anak sebagai bagian normal dari perkembangan. Walaupun dalam beberapa kasus rasa malu bisa menjadi ekstrem, namun umumnya perilaku ini bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

 

Seorang penulis buku anak-anak asal Amerika Serikat, Bob Riley, menuliskan bahwa rasa malu adalah perasaan, bukan sifat. Seorang anak yang terlihat pemalu, mungkin saja hanya menahan diri dari situasi baru atau stimulasi berlebihan, bukan koneksi manusia. Justru dengan menyebut seseorang pemalu menyiratkan bahwa menjadi pemalu adalah bagian dari keberadaan individu, bukan keadaan sementara dari perasaan tidak nyaman ketika berbicara dengan orang atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan di depan orang lain. 

 

Tak hanya itu, setidaknya ada 6 dampak akibat sebutan pemalu ini, antara lain:

  1. Memberi label pada anak bersifat reduktif, atau mengurangi kemampuan orang tua untuk melihat potensi lain dari anak. Pemahaman seperti itu seperti pandangan satu dimensi dan sederhana yang dapat mencegah Mums melihat aspek lain dari kepribadian si Kecil.

 

  1. Menyebut anak pemalu justru dapat mempermalukannya.

 

  1. Memanggil anak pemalu menunjukkan bahwa dia memiliki sifat tetap yang tidak dapat diubah. Hal ini bisa saja mencegahnya untuk mempelajari bahwa ada langkah positif untuk membantunya agar dapat bersosialisasi lebih mudah.

 

  1. Memanggil si Kecil pemalu bisa membuatnya merasa bahwa Mums dan Dads tidak setuju dengan kepribadiannya. Hal ini kemudian dapat menurunkan harga dirinya dan mencegahnya mencoba strategi agar bisa lebih mudah berbaur dengan lingkungannya.

 

  1. Melabeli si Kecil pemalu meminimalkan potensi kemampuannya untuk belajar bernalar dengan dirinya sendiri tentang pengalamannya bersosialisasi. Padahal, seiring waktu dan makin luas pergaulannya, si Kecil bisa saja belajar keterampilan melatih diri untuk bersikap sebaliknya.

 

  1. Pada orang dewasa yang mengklasifikasikan dirinya sebagai pemalu, mengatakan bahwa merasa kurang puas dengan hidupnya daripada rekan-rekannya yang tidak pemalu. Lainnya melaporkan tidak mencapai tujuan dalam hidupnya sebagai akibat dari menghindari kegiatan tertentu seperti berbicara di depan kelompok karena rasa malu. Tentu sangat disayangkan jika ia tumbuh dewasa dengan label “pemalu” dan menghambat langkahnya untuk maju.

 

Baca juga: Balita Suka Memainkan Pusar, Bahaya Enggak, ya?

 

Apa yang Orang Tua Sebaiknya Lakukan?

Memang cukup mengejutkan ya, mengetahui bahwa ada dampak yang cukup dalam dari sebutan pemalu ini. Jika Mums sudah telanjur melakukannya, yuk perlahan benahi dari sekarang. Sedikit terlambat tak apa, namun Mums masih punya waktu untuk memperbaikinya, kok.

 

Biasanya, rasa malu bukanlah masalah besar dan kemungkinan besar merupakan perilaku sementara. Berikut ini adalah beberapa yang dapat Mums praktikkan untuk membantu di Kecil mengatasi rasa malunya:

  • Latihan adalah kunci, begitu juga untuk mengasah keterampilan bersosialisasi. Ajaklah ia secara rutin untuk bermain bersama temannya (playdate).
  • Jelaskan kepada orang lain bahwa si Kecil perlu waktu untuk melakukan “pemanasan” terhadap terhadap orang atau situasi baru. Langkah ini untuk mencegah label “pemalu” yang juga biasa datang dari lingkungan sekitar.
  • Hindari mendorong si Kecil ke dalam situasi sosial yang tidak nyaman dengan cepat atau tanpa pemberitahuan. Mulailah dengan kelompok kecil atau situasi sosial yang terkendali dengan baik. Anggaplah ini seperti latihan untuk membantu si Kecil bersosialisasi sebelum hadir ke acara sosial apa pun yang mungkin memicu rasa malunya.
  • Berempatilah dengan perilaku si Kecil dan dan hindari mempermalukannya jika ia canggung di tempat baru. Dorong si Kecil menggunakan kata-katanya sendiri untuk menggambarkan perasaan mereka.

 

 
Baca juga: Memaksa Anak Minta Maaf, Sebaiknya Dihindari, ya

 

  • Jadilah responsif terhadap kebutuhan si Kecil. Misal, jika ia meminta untuk ditemani ketika berada di tempat baru, dukunglah ia secara fisik dan mental agar tidak merasa sendirian.
  • Ajari si Kecil kalimat “sakti” untuk berteman dengan sebayanya, seperti “Aku boleh ikutan main enggak?”. Atau jika ia bertemu dengan orang yang lebih tua, ajari ia keterampilan sosial seperti mencium tangan dan melakukan kontak mata yang baik saat berinteraksi dengan orang lain.
  • Berikan pujian positif sebagai bekal untuk membangun harga diri dan kepercayaan dirinya. Jika ia merasa baik tentang dirinya sendiri, maka ia pun akan lebih percaya diri.
  • Sampaikan kepada si Kecil bahwa Mums dan Dads bangga padanya karena sudah bersedia dan berani melakukan sesuatu ketika ia awalnya merasa takut atau malu. Setiap langkah kecil adalah sebuah kemajuan berarti yang membantu membangun kepercayaan dirinya.

 

Teruslah untuk terus menstimulasi si Kecil agar keterampilan sosialnya kian membaik. Ketika Mums dan Dads percaya bahwa si Kecil bisa, maka ia pun akan menyadari potensi yang ia miliki. (IS)

 

Baca juga: Ketika Anak Diejek oleh Temannya, Mums Lakukan Ini, yuk!

 

Referensi:

Children’s Hospital Los Angeles. Child Overcome Shyness

Life Hacker. Stop Calling Child Shy

HuffPost. Don’t Call Child Shy