Para ahli merasa heran bahwa Indonesia belum mengumumkan kasus coronavirus satu pun. Padahal, pekan lalu, Bali kedatangan sekitar 5.000 turis asal Tiongkok, sehari sebelum akhirnya Bali melarang penerbangan asal Cina.

 

Sampai saat ini korban meninggal karena infeksi coronavirus sudah mencapai 1.100 orang lebih. Para ahli kesehatan termasuk WHO mempertanyakan mengapa Indonesia belum melaporkan satu kasus virus corona baru. Pejabat kesehatan Indonesia juga dinilai lambat untuk menghentikan penerbangan nonstop dari Cina.

 

Padahal, Indonesia menerima sekitar 2 juta turis Tiongkok per tahun, kebanyakan menuju Bali. Konsul Jenderal Cina di Bali mengatakan pekan lalu bahwa sekitar 5.000 turis Tiongkok masih berada di Bali, termasuk 200 wisatawan dari Wuhan, tempat wabah dimulai.

 

Tetangga terdekat Indonesia sudah melaporkan kasus coronavirus, termasuk Filipina, Singapura, Malaysia dan Australia. "Sejauh ini, Indonesia adalah satu-satunya negara besar di Asia yang tidak memiliki kasus korona," kata Menteri Polhukam, Mohammad Mahfud MD, kepada wartawan, Jumat pekan lalu.

 

Tak satu pun dari 285 orang yang dievakuasi dari Wuhan dan sekarang berada dikarantina di pulau Natuna di Indonesia menunjukkan tanda-tanda virus, tambahnya.

 

Baca juga: Masih Tentang Coronavirus, Lebih Efektif Masker Bedah atau N95?

 

Belum ada Kasus Coronavirus di Indonesia

Dikutip dari siaran pers yang dikeluarkan Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, hingga 10 Februari 2020 pukul 18.00 WIB ada 64 spesimen nCoV yang dikirim dari 16 Provinsi ke Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), Kementerian Kesehatan. Hasilnya semuanya negatif nCoV dan 2 spesimen dalam proses pemeriksaan.

 

16 provinsi tersebut adalah DKI 14 spesimen, Bali 11 spesimen, Jawa Tengah 7 spesimen, Jawa Barat 6 spesimen, Jawa Timur 6 spesimen, Banten 4 spesimen, Sulawesi Utara 4 spesimen, DIY 3 spesimen, Kalimantan Barat 2 spesimen, Jambi 1 spesimen, Papua Barat 1 spesimen, NTB 1 spesimen, Kepulauan Riau 1 spesimen, Bengkulu 1 spesimen, Kalimantan Barat 1 spesimen, dan Sulawesi Tenggara 1 spesimen.

 

Prosedur pemeriksaan spesimen yang dilakukan di Laboratorium Balitbangkes menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed, sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

 

Dr. Vivi mengatakan pemeriksaan spesimen mengikuti standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2. “Itu sudah ada pedomannya dan semua negara menggunakan BSL 2. Kita tidak keluar dari alur minimal yang ditetapkan WHO,” katanya, Selasa (11/2) di Jakarta.

 

Fasilitas di Lab Litbangkes, lanjut dr. Vivi, terdapat fasilitas BSL 2, BSL 3 dan Lab Biorepository untuk penyimpanan materi genetic juga spesimen klinis dari pasien. Alat dan kemampuan di Lab Litbangkes tersebut sudah terstandar oleh WHO.

 

“Setiap tahun WHO melakukan quality assurance atau akreditasi ke laboratorium kami, dan tiap tahun memang ada orang dari WHO datang untuk akreditasi Lab,” ucap dr. Vivi.

 

Baca juga: Posisi Duduk di Pesawat yang Aman dari Penularan Coronavirus!

 

Prosedur Pemeriksaan Spesimen Coronavirus

Prosedur pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes dimulai dari penerimaan spesimen dari pasien yang dicurigai terinfeksi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan spesimen, dan pelaporan.

 

1. Penerimaan spesimen

Pada tahap penerimaan spesimen, spesimen diambil dari pasien di rumah sakit rujukan kemudian dikirim ke Lab Badan Litbangkes. Spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes tidak cuma 1 spesimen, tapi minimlal 3 spesimen dari 1 pasien.

 

2. Pemeriksaan spesimen

Masuk pada tahap pemeriksaan Spesimen. Pada tahapan ini, spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes diekstraksi untuk diambil RNA nya. Setelah RNA didapat lalu dicampurkan dengan Reagen untuk pemeriksaan dengan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (PCR).

 

PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus, untuk mengetahui ada tidaknya virus / DNA virus, dan untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi bisa dilakukan sekuensing DNA (penguraian susunan DNA).

 

Setelah itu sekuensing DNA dimasukkan ke mesin yang gunanya untuk memperbanyak RNA supaya bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya, akan didapat positive control dengan gambaran kurva sigmoid, sedangkan negatve control tidak terbentuk kurva (mendatar saja).

 

Ini adalah satu quality assurance untuk memastikan apa yang diperiksa itu benar atau tidak, kemudian ada kontrol lainnya. Jadi untuk mengerjakan ini (pemeriksaan spesimen) banyak hal yang harus terpenuhi sebelum menyatakan bahwa sampel yang diperiksa positif atau negative.

 

“Jadi kalau positif, dia (sampel) harus menyerupai dengan positive controlnya. Jadi selama ini spesimen yang diperiksa negatif karena semua datar menyerupai negative kontrolnya,” kata dr. Vivi.

 

3. Pelaporan hasil

Setelah itu masuk pada tahap pelaporan, dr. Vivi mengatakan memang ada alur yang harus dilakukan untuk sampai pada pelaporan hasil. “Kita semua bekerja sesuai pedoman WHO bahwa pengambilan spesimen tidak dilakukan sekali tapi beberapa spesimen pada satu orang pasien,” katanya.

 

Jadi sejauh ini prosedur pemeriksaan spesimen coronavirus memang sudah dilakukan dengan benar Geng. Mengapa Indonesia seolah “kebal” dengan virus yang kini bernama resmi COVIC-19 ini? Tentunya para ahli masih melakukan penelitian dan analisa yang akurat.

 

Baca juga: Inilah Perbedaan Gejala Flu, Selesma, dan Infeksi Corona Virus!

 

 

Sumber:

Kemkes.go.id. Tak Ada Kasus nCoV Positif di Indonesia, Begini Alur Pemeriksaan Lab Balitbangkes

Nytimes.com. Indonesia Has No Reported Coronavirus Cases. Is That the Whole Picture?