Pandemi Covid-19 yang saat ini masih terus berlangsung, banyak dihubung-hubungkan dengan pandemi Flu Spanyol tahun 1918. Wabah Flu Spanyol menginfeksi 500 juta penduduk atau sekitar sepertiga penduduk dunia saat itu, dan menyebabkan hingga 50 juta kematian. Wabah Flu Spanyol tercatat sebagai wabah paling mematikan pada sejarah manusia.

 

Asal nama Spanyol pada Flu Spanyol ternyata terjadi karena negara Spanyol tidak ikut dalam perang, sehingga dapat melaporkan kejadian wabah secara terbuka. Berbeda dengan negara Perancis dan negara lain yang sedang terlibat perang.

 

Media Spanyol yang terbuka menyebabkan Spanyol terlihat sebagai negara yang terdampak paling parah karena flu ini. Dengan bantuan WHO, dibuatlah sebutan modern untuk wabah ini menjadi “Pandemi Flu 1918”.

 

Baca juga: Ditemukan 6 Gejala Baru Covid-19, Apa Saja?

 

Perjalanan Flu Spanyol 1918

Kebanyakan wabah influenza akan menyerang masyarakat usia sangat muda dan sangat tua, di mana sistem kekebalan tubuhnya tidak sekuat masyarakat usia produktif. Namun pandemik Flu 1918 ini malah banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada dewasa muda.

 

Virus penyebab flu ini adalah H1N1 Influenza A virus. Virus ini menyebabkan terjadinya badai sitokin di tubuh penderita dan menyebabkan kematian. Sehingga semakin baik imunitas penderita, semakin berat juga badai sitokin yang terjadi.  Virus H1N1 ini juga sempat menjadi penyebab pandemik swine flu 2009.

 

Kasus flu di Spanyol pertama kali terdeteksi pada September 1918. Kasus ini dengan cepat menyebar dan menyebabkan jutaan kematian. Pemerintah mengeluarkan larangan batuk, meludah, dan bersin di tempat umum. 10 hari kemudian diadakan parade yang melibatkan 200 ribu orang datang. Maka kasus pun meledak sampai akhirnya pada 3 Oktober, pemerintah menutup tempat publik, seperti sekolah, gereja, bioskop dan acara pertemuan.

 

 

Pandemik Flu 1918 ini terjadi saat Perang Dunia I, sehingga penularan terutama terjadi pada prajurit yang tinggal di barak-barak yang padat. Penularan melalui bersin dan batuk menyebabkan penularan semakin mudah. Selain tempat tinggal yang padat, prajurit yang kurang nutrisi dan mengalami kelelahan menyebabkan mereka lebih rentan tertular flu ini.

 

Sembilan puluh sembilan persen kematian di Amerika terjadi pada penduduk usia di bawah 65 tahun, dan 50 persen terjadi pada dewasa muda, usia 20-40 tahun. Wanita hamil juga dianggap sangat rentan karena angka kematian mencapai 23-71 persen%. Jika wanita hamil sampai ke tahap melahirkan, 26 persen kehilangan anaknya karena penyakit ini.

 

Penyebab kematian, yang mencapai 50 persen terjadi karena badai sitokin. Gejala Flu 1918 ini mirip dengan penyakit lain, seperti dengue, kolera atau tifoid. Komplikasi yang sering terjadi adalah pendarahan dari lapisan mukosa, seperti hidung, lambung dan usus. Tidak jarang ada pendarahan dari telinga dan di kulit. Gejala pneumonia berat juga menyebabkan penyakit makin parah dan akhirnya kematian.

 

Baca juga: Mengenal Terapi Plasma Konvalesens untuk Covid-19
 

Serangan Kedua, Ketiga, dan Keempat

Serangan kedua dari Flu Spanyol  lebih mematikan dari gelombang pertama karena prajurit dengan gejala ringan tetap berada di pangkalan dan semakin banyak menularkan virus. Hanya pasien dengan gejala berat dikirim ke luar barak menggunakan transportasi, dan ini pun menyebabkan penularan selama perjalanan. Penderita yang telah sembuh dari pandemi gelombang pertama memiliki imunitas terhadap gelombang kedua.

 

Pandemi belum berakhir. Serangan ketiga, terjadi tahun 1919 di Australia, kemudian menyebar ke Eropa dan Amerika. Gejala tidak seberat serangan kedua, namun menyebabkan ratusan hingga ribuan kematian. Serangan keempat terjadi setahun kemudain tahun 1920, namun hanya terjadi di daerah-daerah kecil dengan angka kematian sangat rendah.

 

Flu Spanyol 1918 juga sampai ke Indonesia, waktu itu Hindia Belanda. Dikutip dari Theconversation, dibutuhkan setidaknya 1 tahun sampai flu !918 ini mereda di Hindia Belanda yang penduduknya masih belum sepadat sekarang. Butuh satu tahun bagi penduduk Hindia Belanda untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan itu harus dibayar dengan jumlah nyawa manusia yang mengerikan.

 

Flu 1918 dan Covid-19 memiliki beberapa kesamaan, antara lain gejala penyakitnya terjadi pada saluran pernapasan dan penularan terjadi melalui droplet. Sedangkan perbedaannya adalah populasi yang rentan terinfeksi pada Covid-19 yaitu usia tua dengan faktor penyakit lain, sedangkan pada Flu Spanyol pada usia dewasa muda. Selain itu virus penyebab kedua pandemi ini juga berbeda.

 

Jika diamati, perubahan demografik seperti urbanisasi, padatnya penduduk di perkotaan, menyebabkan penyebaran virus lebih mudah. Belajar dari Flu Spanyol 1918, maka untuk mencegah penularan lebih masif Covid-19, maka intervensi kesehatan publik adalah upaya pencegahan lini pertama selama belum ditemukannya vaksin. Peran kebijakan publik dalam menutup sekolah, pertokoan, transportasi, dan restoran serta kampanye social distancing agar penyebaran melambat, sangat penting.

 

Baca juga: Jangan Lengah, Jumlah Anak Terinfeksi Coronavirus Meningkat di Indonesia!

 

 

Referensi:

Who.int. Q&A: Influenza and COVID-19 - similarities and differences

Theconversation.com. Pelajaran dari Pandemi Flu Spanyol 1918 di Indonesia