Meskipun fungsi ginjal sangat banyak, namun yang paling utama adalah membuang limbah metabolisme tubuh. Semua sampah dari darah akan dibuang melalui ginjal. Jadi bisa dibayangkan jika ginjal ini rusak atau mengalami gangguan, limbah sisa metabolisme dan cairan yang tidak diperlukan akan menumpuk di darah, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan.

 

Selama ini penyakit ginjal kerap dikaitkan dengan usia lanjut, karena faktanya memang lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Namun bukan berarti anak-anak tidak bisa terkena. Bahkan anak-anak dengan gangguan ginjal tahap akhir memiliki risiko kematian lebih tinggi.

 

Dokter spesialis anak dari UKK Nefrologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Eka Laksmi Hidayati SpA(K), dalam acara edukasi tentang penyakit ginjal pada anak yang diselenggarakan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, Selasa, 13 November 2018 menjelaskan, banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan ginjal pada anak, mulai dari kelainan bawaan, infeksi, hingga penyakit autoimun.

 

“Jenis gangguan ginjalnya bisa bersifat akut atau timbul mendadak dalam waktu singkat, atau bersifat kronis bahkan menetap seumur hidup,” jelas Eka.

 

Baca juga: Wanita Lebih Berisiko Penyakit Ginjal Kronik

 

Seperti yang dialami Viara Hikmatun Nisa, penderita gagal ginjal yang masih sangat muda. Viara saat ini berusia 14 tahun, namun perawakannya tidak lebih besar dari anak usia 5 tahun. Ia terdiagnosis gagal ginjal di tahun 2011, setelah berjuang dengan menjalani berkali-kali operasi karena kelainan pada ususnya. Menurut Eka, tidak ada kaitan antara penyakit di pencernaan dengan gangguan ginjal. Karena gagal ginjal yang dialami Viara ternyata akibat penyakit autoimun lupus.

 

Penyakit lupus memang kerap berdampak pada kerusakan ginjal. Viara harus menjalani terapi dialisis rutin di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, karena di daerah asalnya Sidoarjo, bahkan Surabaya tidak tersedia mesin dialisis khusus anak. Viara dengan tubuh mungilnya harus duduk di korsi roda. Penyakit ginjalnya sudah sangat berat sehingga mengganggu pertumbuhan tulang. Salah satu fungsi ginjal adalah membuat vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang. Saat ini Viara tengah menunggu proses transplantasi ginjal.  

 
Baca juga: Waspada Kanker pada Anak
 

Penyebab Gangguan Ginjal pada Anak

Penyakit autoimun yang dialami Viara dan berdampak pada kerusakan ginjal hanyalah salah satu penyebab gagal ginjal pada anak. Menurut Eka, penyebab terbanyak adalah sindrom nefrotik. “Kita kerap menyebutnya dengan ginjal bocor, karena memang terjadi kebocoran protein dari ginjal,”” jelas Eka.



Penyebab tersering kedua adalah glomerulonefritis dan kelainan bawaan di mana anak terlahir memiliki ginjal yang kecil. Sebagian kasus tidak diketahui penyebabnya. Anak dengan gagal ginjal harus menjalani terapi pengganti ginjal, baik berupa dialisis 2-3 kali seminggu, peritoneal dialisis yaitu pasien membersihkan sendiri ginjalnya dengan metode khusus di rumah, atau transplantasi ginjal.

 

Baca juga: Lupus Nephritis Menyebabkan Selena Gomez Harus Transplantasi Ginjal
 

“Dialisis maupun transplantasi ginjal pada anak tidak mudah, apalagi pada balita. Makanya kematian pada anak dengan gagal ginjal yang menjalani dialisis cukup tinggi. Di RSCM misalnya, ada 33,7% anak dengan gangguan ginjal dan kematian mencapai 13,8%,” ungkap Eka. Kematian pada anak dengan gangguan ginjal bahkan 30 kali lebih besar dibandingkan populasi anak sehat.

 

Penyakit-penyakit yang menyebabkan gagal ginjal tadi, awalnya dipicu oleh kondisi tertentu. Salah satu di antaranya adalah pernah mengalami dehidrasi berat karena diare berkepanjangan. Dehidrasi menyebabkan aliran darah ke ginjal terganggu sehingga terjadi kerusakan ginjal.

 

Penyebab tersering penyakit ginjal pada anak yang berusia di bawah 5 tahun adalah kelainan bawaan, ada polikista atau sumbatandi ginjal. Sedangkan jika ditemukan pada anak di atas usia 5 tahun, umumnya disebabkan infeksi atau penyakit autoimun.

 

Kenali Gejalanya!

Gejala yang bisa dikenali saat anak mengalami penyakit ginjal adalah retensi cairan, atau penumpukan cairan di darah. “Badan anak menjadi bengkak dan ciri khasnya adalah bengkaknya simeteris, atau di kedua sisi tubuh,” jelas Eka.

 

Gejala lain adalah hematuria atau terdapat darah dalam urine. Sayangnya gejala ini kerap luput dari perhatian karena tidak mudah mendeteksi sel-sel darah merah di urine. Demikian pula dengan gejala kebocoran protein atau proteinuria, yang hanya bisa dideteksi melalui tes urine di laboratorium.

 

“Waspada saja jika anak pucat karena anemia, produksi urin berkurang, dan bengkak di seluruh tubuh. Harus dipastikan ke dokter agar bisa diberikan terapi jika memang terbukti gagal ginjal,” saran Eka.

 

Baca juga: Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Anemia

 

Anak dengan gagal ginjal kronis akan mengalami gangguan pertumbuhan, kelainan tulang, sesak napas karena cairan menumpuk di paru, dan demam berulang jika penyebabnya infeksi. Tak jarang anak juga mengalami kejang akibat gangguan elektrolit,  dan juga gangguan hormon.


Orangtua harus selalu memantau kesehatan anaknya sejak lahir, terutama pada bayi dengan berat lahir rendah, ada riwayat penyakit ginjal di keluarga, atau anak kerap diare sampai dehidrasi berat. Jika ditemukan sejak awal, kerusakan ginjal lebih lanjut bisa dicegah. (AY)