Komplikasi diabetes memang mengerikan. Hampir semua organ tubuh dapat terdampak diabetes, mulai dari jantung, mata, hingga ginjal. Ya, Kamu harus tahu bahwa 52%  penderita gagal ginjal adalah penderita diabetes, diikuti oleh penderita hipertensi 24%. 

 

Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) atau perhimpunan dokter spesialis ginjal hipertensi, DR. dr. Aida Lidya SP.PD-KGH dalam acara diskusi tentang Pembiayaan Dialisis di Kementerian Kesehatan, dalam rangka peringatan Hari Ginjal Sedunia 8 Maret lalu menjelaskan, bahwa diabetes dan hipertensi adalah dua penyakit yang paling sering menyebabkan kerusakan di ginjal dan menyebabkan organ gagal berfungsi.

 

Fungsi ginjal adalah mengeluarkan semua limbah metabolisme tubuh seperti ureum dan kreatinin. Setiap menit, sekitar 100-125 mililiter darah masuk ke ginjal untuk dibersihkan. Limbah atau sisa-sisa metabolism yang tidak berguna kemudian dibuang melalui urin. Proses  ini terjadi terus menerus selama manusia hidup.

Baca juga: Hati-Hati, Terlalu Banyak Konsumsi Daging Merah Bisa Bahayakan Ginjal
 

Kamu bisa bayangkan ketika ginjal rusak. Maka semua limbah metabolisme dan cairan urin tidak dapat dibuang, dan akan menumpuk di tubuh. Penyakit ginjal kronik akan berakhir dengan gagal ginjal yang  tidak hanya membutuhkan biaya perawatan mahal tetapi risiko kematian juga tinggi.

 

Terapi untuk gagal ginjal kronik yang paling efektif adalah transplantasi ginjal. Tetapi tidak mudah mendapatkan donor, dan biaya operasinya sangat mahal. Kebanyakan penderita gagal ginjal kronik akan menjalani cuci darah atau hemodialisis. Sebelum dialisis tersedia, total gagal ginjal berarti kematian. Saat ini, orang dengan gagal ginjal bisa hidup lama karena perawatan seperti dialisis dan transplantasi ginjal.

Baca juga: Wanita Lebih Berisiko Penyakit Ginjal Kronik
 

Inilah yang perlu Kamu tahu tentang hemodialisis atau sering disingkat dialisis saja.

 

Apa itu dialisis?

Dialisis adalah proses membersihkan darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukan fungsinya. Dalam proses dialisis, darah dipompa keluar dari tubuh dan masuk ke mesin ginjal buatan untuk dibersihkan. Darah yang sudah bersih kemudian dikembalikan ke tubuh melalui selang yang tersambung ke mesin.

 

Dialisis dilakukan di rumah sakit dan memakan waktu 4-5 jam sekali cuci darah. Tergantung fungsi ginjal pasien, bisanya dialisis dilakukan 2-3 kali seminggu seumur hidup penderita gagal ginjal kronik, atau sampai ia menjalani transplantasi ginjal.

 

Ada dua jenis dialisis

Selain dialisis dengan mesin dialisis yang dilakukan di rumah sakit, ada pula dialisis peritoneal yaitu cuci darah mandiri, dengan memanfaatkan lapisan dalam perut sebagai filter alami. Lapisan ini disebut membran peritoneal dan bertindak sebagai ginjal buatan.

 

Kateter plastik ditanamkan di dalam perut sebagai keluar masuknya cairan pembersih atau yang disebut dialisat. Rongga peritoneum, yang terletak di daerah perut, diisi dengan dialisat. Dialisat akan menarik limbah keluar dari darah. Setelah dibersihkan di darah kemudian dikembalikan ke tubuh.

 

Proses ini biasanya membutuhkan waktu antara 4 dan 6 jam dalam sehari. Setelah selesai, cairan akan dikeringkan dari perut, membutuhkan waktu sekitar 30 sampai 40 menit dan kateter akan diangkat. Pasien dapat melanjutkan aktivitas rutin mereka.

 

Ada dua jenis peritoneal dialisis

1. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

CAPD mengandung kata continous, artinya "terus-menerus." CAPD saat ini dianggap lebih efektif karena  tidak tergantung mesin sehingga penderita tidak harus ke rumah sakit dan dapat tetap beraktivitas seperti biasa. CAPD dilakukan dengan menempatkan sekitar dua liter cairan pembersih ke perut dan kemudian mengurasnya. Proses ini biasanya dilakukan tiga, empat atau lima kali dalam jangka waktu 24 jam. Setiap pertukaran memakan waktu sekitar 30 sampai 40 menit. Beberapa pasien suka melakukan pertukaran pada waktu makan dan waktu tidur.

 

2. Dialisis Peritoneal Otomatis (APD)

APD berbeda dengan CAPD karena mesin akan mengalirkan cairan pembersih sehingga pengguna tidak harus mengalirkan sendiri. Pelaksanaannya biasanya dilakukan pada malam hari saat tidur.

Baca juga: Konsumsi Obat Darah Tinggi Sebabkan Ginjal Rusak?
 

Jenis dialisis mana yang terbaik tergantung pada pilihan dan kondisi masing-masing orang. Dr Aida menjelaskan, bahwa hasil kajian Pernefri menunjukkan CAPD lebih murah dibandingkan hemodialisis. Selain itu penderita tidak harus ke rumah sakit, dan proses cuci darah dapat dilakukan sambil beraktivitas biasa. Tetapi di Indonesia baru 2-3% penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani cuci darah dengan CAPD. Beberapa ahli juga sepakat bahwa CAPD memiliki lebih banyak manfaat bila dibandingkan dengan hemodialisis. Tetapi pada beberapa orang, dialisis peritoneal mungkin tidak sesuai, antara lain mereka yang mengalami obesitas ringan atau pernah menjalani operasi rongga perut. Jika higienitas kurang terjaga, peritoneal dialisis juga dapat menyebabkan peritonitis (infeksi perut). (AY)