Kamu pasti sudah mendengar bahwa beberapa hari lalu telah terjadi suatu kejadian yang mencengangkan di kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Ya, puluhan remaja ditemukan mengalami perilaku yang menyimpang seolah sedang berhalusinasi. Bahkan, satu orang harus kehilangan nyawanya.


Penyelidikan yang terjadi mengungkapkan bahwa para korban mengonsumsi tablet bernama PCC. Tablet ini berisi tiga jenis obat, yakni parasetamol, kafein, dan carisoprodol. Dari ketiga komponen yang ada dalam tablet PCC tersebut, carisoprodol disebut-sebut menjadi komponen yang paling berefek buruk terhadap para korban tersebut. Obat apakah sebenarnya carisoprodol tersebut? Mengapa obat ini sampai dapat menimbulkan efek seperti yang dialami para remaja di Kendari? Ini dia fakta di balik obat carisoprodol!


1. Sebenarnya berfungsi sebagai pereda nyeri otot

Obat carisoprodol sebenarnya memiliki indikasi medis sebagai muscle relaxant atau pelemas otot pada keadaan nyeri sendi. Meskipun mekanisme kerja carisoprodol belum diketahui secara pasti, diduga carisoprodol bekerja dengan cara mengubah aktivitas saraf secara sentral, baik di sumsum tulang belakang maupun di otak.

 

2. Tidak boleh digunakan dalam jangka waktu panjang

Ternyata, carisoprodol tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam jangka waktu panjang, lho! Carisoprodol hanya boleh digunakan untuk meredakan nyeri otot dalam kurun waktu maksimal tiga minggu saja. Hal ini disebabkan karena belum ada studi yang dapat membuktikan keamanan maupun khasiat carisoprodol jika digunakan dalam jangka waktu lebih dari tiga minggu.

Baca juga: PCC dan Dumolid, Mengapa Disalahgunakan?

 

3. Memiliki metabolit aktif bernama meprobamate

Di dalam tubuh, semua obat termasuk carisoprodol akan mengalami proses yang disebut metabolisme. Metabolisme obat adalah proses pemecahan senyawa obat menjadi molekul yang lebih kecil, dengan tujuan agar senyawa obat dapat dibuang atau dieliminasi dari tubuh.

 

Salah satu hasil metabolisme dari carisoprodol adalah meprobamate. Meprobamate ini juga memiliki efek anxiolytic alias meredakan ketegangan (anxiety), serta memiliki efek sedatif atau menyebabkan tidur. Namun, tidak diketahui seberapa besar pengaruh efek sedatif dari meprobamate ini.

 

4. Overdosis dapat menyebabkan kematian

Dosis carisoprodol yang dianjurkan dalam pengobatan sebenarnya hanyalah 250 mg hingga 350 mg sekali minum. Obat ini dapat diberikan tiga kali sehari. Mengonsumsi carisoprodol melebihi anjuran tersebut tentunya meningkatkan risiko terjadinya overdosis.

 

Overdosis carisoprodol memiliki akibat yang tidak main-main, antara lain depresi atau penekanan fungsi sistem saraf pusat dan sistem pernapasan, halusinasi, kejang-kejang, perasaan euphoria, hingga berujung pada kematian! Itulah sebabnya para korban tablet PCC di Kendari mengalami perubahan status mental dan kematian. Kemungkinan besar ini terjadi karena overdosis carisoprodol.

Baca juga: Tips Supaya Tidak Terjerumus Narkoba

 

5. Dapat menyebabkan withdrawal symptom

Jika seseorang rutin mengonsumsi carisoprodol, maka ia tidak dapat serta-merta berhenti mengonsumsi obat ini. Hal ini dikarenakan penghentian secara tiba-tiba akan memunculkan withdrawal symptom alias gejala putus obat.


Gejala putus obat dari carisoprodol ini biasanya ditandai dengan insomnia atau kesulitan tidur, kram di daerah perut, sakit kepala, tremor, halusinasi, bahkan tindakan psikotis. Untuk mencegah terjadinya masalah tersebut, seseorang yang sering mengonsumsi carisoprodol akan diturunkan dosis obatnya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya berhenti sama sekali. Hal ini tentunya dilakukan di bawah pengawasan tenaga kesehatan.

 

6. Meminumnya bersamaan dengan obat lain dapat memperparah efek samping

Efek samping yang paling sering muncul dari penggunaan carisoprodol adalah mengantuk, pusing, dan sakit kepala. Ternyata, efek samping ini akan lebih kuat muncul jika carisoprodol digunakan bersamaan dengan beberapa obat lain yang memiliki efek serupa, antara lain obat-obatan golongan opiat, contohnya tramadol. Pada beberapa kasus di Kendari, korban mengonsumsi carisoprodol bersamaan dengan tramadol. Tentunya hal ini meningkatkan efek samping dari carisoprodol!

 

7. Ditarik dari peredaran karena tingginya potensi penyalahgunaan

Efeknya yang dapat menimbulkan halusinasi, membuat carisoprodol banyak dilirik sebagai target penyalahgunaan obat. Karena tingkat penyalahgunaannya yang tinggi, pada tahun 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia membatalkan izin edar semua obat yang mengandung carisoprodol di Indonesia. Kurang lebih ada sepuluh merek dagang obat mengandung carisoprodol yang dibatalkan izin edarnya oleh BPOM pada tahun itu.

 

Pembatalan izin edar ini berarti semua obat yang mengandung carisoprodol sudah dilarang beredar di Indonesia. Jika masih beredar, maka obat tersebut adalah obat ilegal. Oleh karena itu, tablet PCC yang disalahgunakan di Kendari tentunya termasuk obat ilegal.

 

Tingginya tingkat penyalahgunaan carisoprodol ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. European Medicines Agency atau EMEA pada bulan November 2007 juga mengeluarkan press release yang merekomendasikan pembatalan izin edar obat-obatan yang mengandung carisoprodol di negara-negara Eropa. Hal ini didasari pada tingginya tingkat penyalahgunaan carisoprodol, serta risiko intoksikasi dan gangguan psikomotoris pada penggunaan carisoprodol.

Baca juga: Waspada Narkoba Baru, Sintetis Blue Safir!

 

Itulah dia tujuh fakta di balik obat carisoprodol yang ada di dalam tablet PCC. Ternyata carisoprodol awalnya dikembangkan sebagai obat pereda nyeri otot, namun dalam perjalanannya banyak disalahgunakan karena efeknya terhadap sistem saraf pusat. Yang jelas, carisoprodol sudah tidak lagi diizinkan beredar di Indonesia, sehingga dapat dipastikan semua obat yang mengandung carisoprodol adalah obat ilegal. Penggunaannya tentu saja berlawanan dengan hukum yang berlaku.