Ada 56 juta kematian tahun 2012 di dunia, 68% disebabkan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan kanker. Faktor risiko paling besar untuk penyakit tidak menular adalah obesitas, kurang gerak, dan kurang makan buah dan sayuran.

 

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan, kasus obesitas sentral mencapai 33,42%. Artinya 1 dari 3 orang memiliki lingkar perut di atas normal. Kedua terbesar adalah obesitas (26,73). Ditambah lagi tingginya kasus kurang aktivitas (23,68%) dan kurang makan sayur dan buah (20,56%).

 

Nah, bagaimana mengendalikan faktor-faktor risiko tersebut? Pada Rabu (21/4), dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Sedunia yang jatuh di bulan April ini, Nutrifood bersama dengan Badan POM RI dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mengedukasi masyarakat Indonesia terkait pentingnya membatasi konsumsi GGL (Gula, Garam, Lemak) serta mencermati informasi nilai gizi pada kemasan makanan dan minuman, khususnya pada masa pandemi COVID-19 ini.

 

Dari diskusi virtual tersebut bisa disimpulkan bahwa mengurangi asupan gula, garam, lemak (GGL) bisa dimulai dengan membiasakan membaca label gizi pada pangan olahan. Bagaimana caranya?

 

Baca juga: Ini Takaran Garam yang Aman untuk Diabetes

 

Kebanyakan Orang Indonesia Mengonsumi Gula, Garam, dan Lemak Berlebihan

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Endang Sri Wahyuningsih, MKM , menjelaskan, obesitas sentral dipengaruhi oleh pola makan dan aktivitas fisik yang kurang. Pola makan tidak sehat yang dimaksud adalah konsumsi gula, garam, dan lemak yang berlebihan. 

 

Data dari Survey Diet Total tahun 2014 menunjukkan, 5 dari 100 orang Indonesia mengkonsumsi gula lebih dari 50 gram/hari, 53 dari 100 orang Indonesia mengkonsumsi garam lebih dari 2000 miligram/hari, dan 27 dari 100 orang Indonesia mengkonsumsi lemak lebih dari dari 67 gram/hari. Akibatnya konsumsi kalori per hari pun melebihi batas yang dianjurkan. 

 

Padahal, berdasarkan Permenkes No. 28 Tahun 2019, rata-rata angka kecukupan energi bagi masyarakat Indonesia adalah 2100 kilo kalori/orang/hari. Sedangkan konsumsi gula, garam, dan lemak yang dianjurkan adalah sebagai berikut:

- Gula tidak boleh lebih dari 52,5 gram (setara dengan 4 sendok makan)

- Garam tidak boleh lebih dari 2000 miligram (setara dengan 1 sendok teh)

- Lemak tidak boleh lebih 60 gram (setara dengan 5 sendok makan)

 

Kelebihan konsumsi gula, garam, dan lemak tentu saja berpengaruh padatingginya angka obesitas, terutama obesitas sentral. Dampak jangka panjang dari obesitas sentral adalah penyakit diabetes, hipertensi, dan kolesterol tinggi yang memicu penyakit jantung.

 

Baca juga: Tren Brown Sugar dalam Kuliner: Apa Benar Lebih Baik dari Gula Pasir?
 

Cara Membaca Label Pangan

Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM, Dra. Sutanti Siti Namtini Apt, Ph.D menjelaskan, salah satu tujuan WHO tentang aksi pengendalian peyakit menular adalah mengurangi faktor risiko yang dapat diubah.

 

Salah satunya menurunkan obesitas. Lagkah yang bisa dilakukan adalah dengan mulai mengubah pola makan menjadi lebih sehat. Misalnya, mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur dan mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak.

 

Tidak mudah mengurangi konsumsi makanan manis dan gurih, terutama pada makanan olahan. Namun Kamu bisa mulai dengan membiasakan membaca label kandungan gizi pada makanan olahan.

 

“BPOM sudah mengeluarkan pengaturan mengenai informasi nilai gizi pada pangan olahan yaitu peraturan BPOM No. 31/2018 tentang label pangan olahan. Tujuannya antara lain melindungi konsumen, karena label ini menjadi sumber informasi bagi konsumen,”jelasnya.

 

Dalam peraturan itu, informasi berikut ini harus ada di label pangan olahan:

  1. Nama produk

  2. Daftar bahan

  3. Berat bersih

  4. Produsen

  5. Keterangan halal

  6. Tanggal dan kode produksi

  7. Keterangan kadaluarsa

  8. Nomer ijin edar

  9. Asal usul bahan pangan tertentu

 

Baca juga: Jadikan Momen Puasa untuk Mulai Batasi Konsumsi GGL!

 

Menurut Sutanti, biasakan untuk membaca label pangan terutama kandungan gula, garam, dan lemak. “Jangan hanya membaca tanggal kadaluarsa saja,” tegasnya. Di label pangan olahan juga tercantum informasi nilai gizi yang bisa menjadi panduan konsumen menentukan membeli makanan yang sehat.

 

Informasi nilai gizi yang harus diperhatikan oleh masyarakat terdiri dari takaran sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi yang terdiri dari lemak, protein, karbohidrat, zat gizi mikro dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi). Masyarakat perlu memperhatikan kandungan zat gizi yang ada dalam produk, kemudian konsumsi sesuai kebutuhan (zat gizi apa yang harus dibatasi atau yang harus dipenuhi) untuk masing-masing individu,” jelas Sutanti.

 

Selain informasi nilai gizi, BPOM juga memberikan label tambahan berupa logo “lebih sehat” Namun ini masih bersifat sukarela, tidak diwajibkan untuk produsen. Nah mulai sekarang jangan malas baca label ya Geng Sehat? Pilih produk yang kandungan gula, garam, dan lemaknya rendah, untuk satu porsi sajian. 

 

Baca juga: Mitos tentang Si Manis

 

 

Sumber:

Seminar Edukasi Batasan Konsumsi GGL & Cermati Informasi Nilai Gizi untuk Cegah PTM serta Komplikasi Serius COVID-19, Rabu, 22 April 2020