Baru saja beredar kabar penarikan produk kecap manis dan saus sambal ayam goreng dari brand ternama Indonesia oleh otoritas Singapore Food Agency (SFA). Awalnya diberitakan penarikan produk dilakukan setelah SFA mengidentifikasi adanya kandungan bahan yang dapat memicu reaksi alergi atau dikenal dengan istilah alergen, yaitu sulfur dioksida. Akan tetapi telah dilakukan klarifikasi  oleh SFA bahwa kadarnya masih dalam batas yang wajar dan diperbolehkan, hanya saja tidak dituliskan pada label kemasan sehingga bisa berbahaya bagi sejumlah konsumen yang memiliki alergi.

 

Seiring dengan peraturan dari SFA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia juga menetapkan sulfur dioksida sebagai alergen dan wajib dicantumkan dalam label kemasan sesuai Peraturan BPOM Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

 

Keterangan kandungan sulufr dioksida wajib dicantumkan jika konsentrasinya melebihi 10 ppm (part per million), sedangkan pada konsentrasi di bawah 10 ppm konsumsi sulfur dioksida disinyalir tidak menimbulkan efek yang merugikan kesehatan, termasuk timbulnya alergi. 

 

Baca juga: Jangan Sepelekan 3 Jenis Alergi Makanan pada Anak yang Paling Sering Terjadi!

 

Dalam bagian keenam peraturan ini dituliskan dengan detail pengaturan keterangan tentang penulisan alergen pada label kemasan yang terbagi dari 3 pasal, yaitu pasal 49 hingga 51. Batas maksimum asupan harian sulfur dioksida yang diperbolehkan tanpa menimbulkan efek merugikan pada orang non-alergi juga tercantum dalam peraturan lainnya yaitu Peraturan Kepala BPOM Nomor 46 tahun 2013, yaitu sebesar 0 – 0.7 mg/kg berat badan.

 

Sulfur dioksida sudah digunakan sejak dulu oleh bangsa Romawi dalam proses pembuatan minuman anggur. Bangsa Romawi dengan sengaja membakar sedikit tempat penyimpanan minuman anggur dengan lilin yang terbuat dari belerang sehingga timbul gas sulfur dioksida yang membuat minuman anggur akan tetap segar dan tidak membuat bau kecut atau asam.

 

Sulfur dioksida memiliki sifat antioksidan dan antimikroba. Sebagai antioksidan, sulfur dioksida menghambat proses perusakkan karena reaksi oksidasi. Sementara sifat antimikrobanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur sehingga menghambat proses pembusukkan. Karena itu sulfur dioksida sangat umum digunakan sebaga bahan pengawet pada makanan atau minuman olahan. Selain mencegah pembusukkan, sulfur dioksida juga dapat mempertahankan bentuk dan warna makanan atau minuman selama penyimpanan.

 

Baca juga: Bahaya Makanan Olahan untuk Kesehatan

 

Gejala alergi sulfur dioksida tidak beda dengan tanda hipersensitivitas makanan lainnya. Gejala umum yang muncul adalah ruam pada kulit, dermatitis, sakit perut, dan diare. Namun pada penderita asma gejalanya bisa lebih parah.

 

Pada 3 hingga 10 persen penderita asma, sulfur dioksida diketahui dapat meningkatkan gejala seperti mengi, sesak dada, batuk hingga memicu terjadinya kejang otot di paru-paru. Meskipun jarang terjadi, alergi sulfur dioksida juga dapat memicu penurunan tekanan darah secara drastis dan penyempitan saluran pernapasan (syok anafilaksis) yang dapat mengancam keselamatan. Pada kondisi ini obat injeksi epinefrin digunakan dokter sebagai penanganannya.

 

Lalu apa yang harus dilakukan jika Geng Sehat ternyata menderita alergi sulfur dioksida? Pencegahan terbaik untuk alergi adalah menghindari penyebabnya. Geng Sehat bisa memeriksa dulu label kemasan makanan atau minuman untuk memastikan tidak ada kandungan sulfur dioksida atau senyawa sulfit lainnya seperti sulfit, bisulfit, atau metabisulfit.

 

Baca juga: Membaca Informasi pada Label Pangan

 

 

Referensi:

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 tahun 2018

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 46 tahun 2013

WebMD, What Is Sulfite Sensitivity?

WebMD, Asthma and Sulfite Allergy

Verywell Health, Sulfite Allergy Overview and Foods to Avoid