Istilah sindrom Klinefelter mungkin terasa asing di telinga. Bagi yang langsung melihat penderita sindrom ini, mungkin akan menyangka bahwa sindrom ini berkaitan dengan kelamin ganda. Namun, benarkah demikian? Apa yang harus dilakukan Mums dan Dads bila hal serupa terjadi pada si Kecil?

 

Sekilas Tentang Sindrom Klinefelter

 

Sindrom Klinefelter umum dialami oleh anak laki-laki. Kebanyakan dari penderita masalah yang juga dikenal dengan sebutan sindrom XXY ini tidak punya tanda-tanda ataupun gejala yang jelas. Bahkan, banyak yang baru menyadarinya begitu dewasa.

 

Kondisi XXY yang menyebabkan sindrom Klinefelter tidak dapat diubah. Namun, perawatan medis yang tepat dapat membantu perkembangan anak dan mengurangi efek dari kondisi tersebut. Bahkan, sebagian besar anak laki-laki dengan sindrom Klinefelter dapat hidup dengan produktif dan sehat.

 

Baca juga: Tiger Parenting vs Drone Parenting: Apa Efeknya bagi Kesehatan Mental Anak?

 

Tanda dan Gejala Sindrom Klinefelter

 

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mendeteksi tanda maupun gejala sindrom ini benar-benar sulit. Jumlah dan tingkat keparahan gejala sangat bervariasi.

 

Gejala paling umum adalah pada akhir masa pubertas, testis anak akan jauh lebih kecil daripada ukuran normal. Selain testis yang lebih kecil, ukuran penis juga bisa lebih kecil dari rata-rata.

 

Sebagian besar anak laki-laki dengan sindrom Klinefelter dengan tingkat keparahan tinggi akan memiliki lengan dan kaki yang relatif panjang. Meskipun pada awal masa pubertas testis dapat menghasilkan jumlah hormon testosteron secara normal, jumlahnya akan berkurang seiring waktu. Beberapa ciri lain dari sindrom ini adalah berkurangnya pertumbuhan rambut pada tubuh dan penurunan perkembangan otot.

 

 

Penyebab Sindrom Klinefelter

 

Apa sih yang menyebabkan sindrom Klinefelter? Biasanya, manusia memiliki 46 kromosom di setiap sel, dibagi menjadi 23 pasangan, yang mencakup 2 kromosom seks. Setengah dari kromosom diwarisi dari ayah dan setengahnya lagi dari ibu. Kromosom mengandung gen, yang menentukan karakteristik individu, seperti warna mata dan tinggi badan.

 

Anak laki-laki yang menderita sindrom ini terlahir dengan gen X tambahan dalam sel tubuh mereka. Seharusnya, anak laki-laki normal terlahir dengan gen X dan Y (XY), sementara anak perempuan terlahir dengan dua gen X (alias XX).

 

Anak laki-laki penderita sindrom Klinefelter bergen kromoson XXY. Beberapa penderita sindrom ini ada yang tidak begitu terpengaruh dengan efeknya. Namun, ada juga yang baru ketahuan saat mereka berusia dewasa. Mereka jadi sulit punya anak serta cenderung mengalami gangguan belajar dan masalah perkembangan fisik mereka.

 

Cara Mendiagnosis Sindrom Klinefelter

 

Bagaimana cara mendiagnosis sindrom ini? Untuk mendiagnosis sindrom Klinefelter, dokter biasanya akan menanyakan apakah ada masalah belajar atau perilaku dan memeriksa testis serta proporsi tubuh pasien yang diduga mengidap masalah ini.

 

Ada 2 jenis tes utama yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom Klinefelter:

  1. Tes hormon. Biasanya dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk memeriksa kadar hormon abnormal.
  2. Analisis kromosom atau kariotipe. Biasanya dilakukan pada sampel darah. Tes ini memeriksa jumlah kromosom untuk melihat apakah ada sindrom XXY.

 

Baca juga: Inilah Gangguan Kesehatan yang Dialami Anak Down Syndrome

 

Perawatan untuk Anak dengan Sindrom Klinefelter

 

Sayangnya, gen kromosom XXY merupakan anomali yang tidak bisa diubah begitu saja. Namun dengan terapi yang tepat, gejala dan efek sampingnya dapat diminimalisasi, sehingga anak tetap dapat hidup normal.

 

Ada 2 jenis terapi dan perawatan untuk anak dengan sindrom ini, yaitu:

 

1. TRT (Testosterone Replacement Therapy)

 

Terapi ini bertujuan untuk menaikkan level testosteron ke level normal. Testosteron tambahan dapat membantu mengembangkan otot, mengubah suara menjadi lebih dalam, serta meningkatkan pertumbuhan penis serta rambut pada tubuh.

 

Terapi ini juga dapat membantu meningkatkan kepadatan tulang dan mengurangi pertumbuhan payudara pada anak laki-laki. Namun, terapi testosteron ini tidak dapat menyembuhkan infertilitas.

 

2. Pelayanan dan dukungan edukatif

 

Anak dengan sindrom Klinefelter biasanya juga punya masalah akademis. Jadi, berikan dukungan tambahan agar ia tetap bisa mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainnya. Bila pihak sekolah berpikiran terbuka dan penuh empati, sebaiknya informasikan kepada mereka sekaligus minta dukungan.

 

Beberapa hal lain yang si Kecil butuhkan adalah terapi wicara dan fisik. Karena sadar berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, anak dengan sindrom ini lebih rentan rendah diri, pemalu, hingga punya masalah dalam pergaulan. Bila tidak segera didukung oleh terapis mental atau psikiater, anak bisa depresi, berusaha menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri.

 

Yang pasti, hindari menyalahkan diri sendiri maupun pasangan. Belum ada yang tahu persis penyebab gen anomali ini bisa terjadi. Tetaplah menyayangi anak dan menerima anak apa adanya, agar ia dapat hidup normal dan bahagia meski dengan sindrom Klinefelter. (AS)

 

Baca juga: Anak Bermain Tanah? Ternyata Ada Manfaatnya untuk Kesehatan!

 

 

Sumber:

https://kidshealth.org/en/parents/klinefelter-syndrome.html#:~:targetText=Babies%20with%20Klinefelter%20syndrome%20typically,a%20taller%2C%20less%20muscular%20body

 

https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/gradeschool/puberty/Pages/Klinefelter-Syndrome.aspx

 

https://news.kompas.com/read/2010/05/05/1003380/sindrom.klinefelter.bukan.kelamin.ganda