Seiring dengan maraknya kasus perceraian di zaman sekarang, tidak sedikit yang menyebut fenomena puber kedua sebagai salah satu penyebabnya. Fenomena puber kedua sering dikaitkan dengan kaum pria, yang bisa berakhir dengan perselingkuhan dan perceraian. Namun, benarkah fenomena puber kedua itu nyata?

 

Jika ditinjau dari maknanya, pubertas adalah masa atau periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Ini ditandai dengan kematangan fungsi reproduksi, yang dipengaruhi oleh produksi hormon seksual seperti testosteron pada pria dan estrogen pada wanita. Masa pubertas terjadi saat seorang anak mencapai usia belasan tahun. Berangkat dari hal tersebut, sulit mendefinisikan apabila puber terjadi pada kelompok usia yang jauh lebih tua.

 

Faktanya, tidak ada istilah yang disebut dengan puber kedua secara medis. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena tersebut kerap dijumpai. Yang digambarkan sebagai fenomena puber kedua adalah situasi ketika seseorang yang sudah dewasa, umumnya sekitar usia 40 tahunan, mengalami gejala-gejala layaknya ABG atau anak baru gede, khususnya terkait ketertarikan terhadap lawan jenis.

 

Baca juga: Jeda Sejenak Dalam Hubungan, Ada Manfaatnya!

 

Pada saat seseorang sedang tertarik kepada lawan jenisnya, umumnya ada beberapa perilaku khas yang dapat diamati, seperti lebih memperhatikan penampilan dan bertingkah untuk mencari perhatian. Inilah mengapa fenomena tersebut dikenal dengan istilah puber kedua.

 

Walaupun secara medis tidak dapat dijelaskan, fenomena puber kedua dapat dipahami dari sudut pandang psikologis. Usia di atas 35 tahun umumnya merupakan masa-masa ketika seseorang, khususnya kaum pria yang dipandang sebagai tulang punggung keluarga, telah melewati beberapa periode kritis dalam hidupnya.

 

Umumnya, di usia tersebut mereka sudah berkeluarga, memiliki pekerjaan yang mapan, kehidupan yang nyaman dan bisa dibanggakan, serta memenuhi berbagai pencapaian lainnya. Jika semua perolehan itu tidak dimaknai dengan bijaksana, akan lebih mudah bagi para pria terdorong mencari “booster” untuk meng-emphasize semua pencapaiannya tersebut.  

 

Mulailah mereka memberanikan diri untuk flirting dengan lawan jenis di lingkungan kerja misalnya, atau bahkan melakukan lebih jauh lagi. Hal ini perlu diwaspadai oleh semua pasangan suami istri supaya segera menyiapkan strategi pertahanan yang kuat untuk rumah tangganya.

 

Baca juga: Hubungan Seksual Aman bagi Pengidap HIV/AIDS

 

Kaum pria bukan satu-satunya yang dapat mengalami fenomena puber kedua. Di zaman modern seperti ini, semakin banyak wanita yang juga bekerja, berprestasi, memiliki pencapaian, dan bisa dipandang hebat. Ini dapat pula membawa potensi psikologis yang sama seperti halnya pada kaum pria. Jadi, saat ini baik pria dan wanita bisa sama-sama berpotensi mengalami puber kedua.

 

 

Dengan munculnya fenomena ini, ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menjaga keutuhan rumah tangga Mums dan pasangan!

 

  • Tingkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi antara suami dan istri. Umumnya, karena masing-masing sibuk, kuantitas dan kualitas komunikasi antar suami dan istri menurun seiring waktu. Padahal, ancaman terhadap kelangsungan rumah tangga semakin meningkat. Oleh karena itu, penting untuk selalu berbagi cerita, berdiskusi, ataupun berbincang ringan dengan pasangan seoptimal mungkin setiap harinya. Pillowtalk selalu menjadi cara yang manis dan ampuh untuk menjaga kualitas komunikasi suami istri.
  • Bangun mental tahan godaan. Ada pepatah semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Kenyataannya, semakin tinggi pohon, semakin bagus pula pemandangannya dari atas. Intinya, godaan akan selalu ada di mana-mana. Maka dari itu, kita perlu memperkuat diri supaya mampu menahan semua godaan tersebut. Bila perlu, tempatkan pengingat kecil yang manis seperti foto pasangan atau keluarga di tempat yang sering kita akses, misalnya meja kantor, mobil, dompet, dan lain sebagainya, untuk membantu mengingatkan kita setiap kali ada godaan datang.
  • Tingkatkan kualitas kehidupan seksual dengan pasangan. Bukan rahasia lagi bahwa kualitas kehidupan seksual akan menurun seiring bertambahnya usia pernikahan. Tanpa disadari, hal ini ternyata berbahaya. Aktivitas seksual adalah kesempatan bagi suami dan istri untuk saling membuka diri seutuhnya. Saat di mana keintiman yang paling dalam dapat dibangun. Jika hal ini diabaikan, maka hubungan akan menjadi rapuh dan mudah terkena gangguan. Kehidupan seksual yang baik juga bisa membantu pasangan lebih “alert” jika sedang terjadi sesuatu yang tidak benar. Pada banyak kasus perselingkuhan, pelakunya dapat mengalami impotensia parsial, yakni kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi pada pasangan resminya. Jika pada dasarnya kita tidak memiliki kehidupan seksual yang rutin dan sehat, tentunya sulit mendeteksi “gangguan” dengan cara ini.

 

Jadi, fenomena puber kedua memang benar-benar bisa terjadi. Kita tidak boleh menoleransi, dalam artian menganggap hal itu wajar, sehingga pasrah saja jika fenomena itu hadir. Justru dengan menyadari adanya potensi fenomena tersebut, kita jadi semakin semangat meningkatkan kualitas hubungan dengan pasangan. Rumah tangga pun selalu aman, deh! Apakah Mums punya kiat untuk membuat hubungan dengan Dads semakin harmonis? Yuk, ceritakan di forum Teman Bumil supaya bisa memberikan inspirasi untuk Mums lainnya! wink

 

Baca juga: Tak Ingin Bercinta, Inilah 10 Alasan Paling Sering Diungkapkan!

 

Kebiasaan yang Menurunkan Gairah Seks - GueSehat.com