Kanker memang bukan jenis penyakit yang bisa disepelekan. Gejala awalnya yang sering kali sulit dideteksi membuat beberapa kasus penyakit kanker berujung pada kematian. Karena begitu berisiko, tentu tidak ada satu orang pun dari kita yang berharap untuk mengalaminya. Jangankan divonis menderita kanker, membayangkannya saja sudah membuat kita bergidik ngeri.

 

Lantas bagaimana jadinya jika kenyataan berkata lain? Bagaimana jadinya jika ternyata kita divonis menderita penyakit mengerikan ini? Seorang wanita bernama Sandra Julia Adrina divonis menderita kanker ovarium stadium 2C pada tahun 2016 lalu. Ibu dari satu anak ini, mengaku pada awalnya ia tidak pernah menyangka akan menderita penyakit ini. “Awalnya tuh memang kalau lagi datang bulan saya merasakan sakit yang tak tertahankan, yang menurut saya sudah tidak normal. Sampai rasanya tidak mau melakukan apa-apa dan cuma ingin tidur,” ujarnya.

Baca juga: Cegah Kanker dengan Pola Hidup Sehat!

 

Karena merasakan ada yang tidak beres, Sandra memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Setelah melakukan pemeriksaan, ia memperoleh hasil yang mengejutkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter menemukan adanya kista pada bagian indung telur (ovarium) sebelah kiri.

 

Menurut dokter, kista pada bagian indung telur sebelah kiri Sandra sudah cukup besar, yaitu berukuran sekitar 8,9 cm. Kondisi ini mengharuskan Sandra untuk segera melakukan tindakan operasi pengangkatan indung telur, atau yang dikenal dengan operasi laparoskopi.

 

Tidak berhenti sampai di situ, saat dilakukan operasi laparoskopi ternyata dokter juga menemukan adenomiosis pada rahim Sandra. Adenomiosis sendiri adalah suatu kondisi ketika jaringan endometrium, yang merupakan lapisan bagian dalam rahim, muncul dan tumbuh di dalam dinding (otot) rahim.

 

Melihat kondisi ini, dokter memberikan dua pilihan kepada Sandra, yakni upaya pembersihan atau pengangkatan indung telur. Namun, kala itu Sandra mengatakan jika dokter yang menanganinya lebih menyarankan Sandra untuk melakukan operasi pengangkatan indung telur. Hal ini dikarenakan jika indung telur masih ada, maka hormon akan terus diproduksi dan berpotensi menyebabkan kista muncul kembali.

Baca juga: Wanita Wajib Tahu Tentang Kanker Rahim!

 

Divonis Kanker Stadium 2C

“Saat itu saya langsung berdiskusi dengan suami. Memang kalau diangkat sudah pasti saya tidak akan bisa punya anak lagi. Tapi, ya mau bagaimana lagi.” ungkap Sandra. Setelah memikirkan matang-matang, akhirnya Sandra mantap dengan keputusannya untuk melakukan operasi laparoskopi pada bulan Desember 2016, dengan harapan kondisinya menjadi lebih baik.

 

Berdasarkan prosedur, setelah operasi laparoskopi sel kista selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, apakah sel tersebut bersifat ganas atau tidak. Untuk menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, Sandra harus menunggu beberapa minggu. Akhirnya setelah 3 minggu, dokter menyatakan bahwa sel kista dalam rahim Sandra tergolong ganas.

 

Mengetahui kondisi tersebut, akhirnya Sandra disarankan untuk bertemu dengan dokter spesialis onkologi agar segera diberi tindakan selanjutnya, seperti kemoterapi. Kemoterapi sendiri merupakan upaya penanganan pasien dengan penyakit kanker menggunakan zat kimia. Kemoterapi bertujuan untuk menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel onkogen (kanker) pada tubuh pasien.

 

“Ketika itu karena kanker ovarium saya sudah stadium 2C, maka dokter menyuruh saya untuk melakukan kemoterapi sebanyak 6 kali dengan interval masing-masing kemo sekitar 3 minggu.” jelas Sandra. Ia menjalani kemoterapi pertamanya pada 5 April 2017.

 

Efek Kemoterapi yang Luar Biasa Berat

Sejak kemoterapi pertama hingga terakhir pada 24 Juli 2017, Sandra telah merasakan sejumlah efek samping yang terbilang berat. Mulai dari kondisi tubuh yang menjadi lemah karena menurunnya jumlah hemoglobin, pusing, mual, tubuh terasa ngilu, sembelit, hinga rambut yang menjadi rontok. Efek kemoterapi paling parah yang pernah Sandra alami ialah saat ia menjalani kemoterapi ketiga. Ketika itu, Sandra mengalami demam tinggi mencapai 39°C, hingga membuatnya tidak nafsu makan sama sekali.

 

Tidak hanya itu, efek kemoterapi juga membawa pengaruh terhadap lidah dan ujung jari-jari Sandra. Hingga kini, ia masih sering merasakan kebas pada ujung jari. Lidahnya juga sering kali sulit merasakan rasa tertentu, terutama setelah menjalani kemoterapi. Hal ini terjadi karena obat kemoterapi yang sangat keras tidak bisa memilih mana sel yang harus dilemahkan (sel kanker) dan mana sel yang tidak perlu dilemahkan (sel normal). Guna mengatasi kondisinya yang melemah, biasanya dokter menyarankan Sandra untuk mengonsumsi vitamin B, obat liver (curcuma), obat untuk lambung, dan obat anti-peradangan.

Baca juga: ASI Juga Dapat Mengobati Kanker, lho!

 

Di samping itu, dokter juga meminta Sandra untuk tetap mengonsumsi makanan sehat agar kondisi tubuhnya membaik pasca-kemoterapi. Hanya saja, Sandra mengaku jika dirinya tetap membatasi konsumsi makanan yang dibakar, instan, dan diawetkan. Ia lebih memilih mengonsumsi buah dan sayur-sayuran yang dibawa sendiri dari rumah. Ia juga tidak lupa untuk rutin mengonsumsi telur rebus setiap harinya, guna meningkatkan tekanan darah.

 

Tetap Semangat

Di balik kondisinya yang sedang berjuang melawan kanker ovarium, semangat Sandra untuk tetap menjalani kehidupan seperti biasa tetaplah tinggi. Terbukti selama masa kemoterapi yang sudah dijalani sebanyak 6 kali, Sandra masih tetap bekerja dan mengurus keluarganya. “Untungnya teman kantor saya juga mengerti. Jadi kalau saya enggak masuk, mereka akan menolong membantu pekerjaan saya untuk sementara waktu.” ujar Sandra.

 

Kini, Sandra telah menyelesaikan seluruh proses kemoterapinya. Dan berdasarkan pemeriksaan USG, dokter menyatakan jika saat ini Sandra telah bersih dari sel kanker yang sempat diidapnya. Meski begitu, Sandra masih harus melakukan pengecekan rutin setiap 1 bulan untuk memastikan kondisinya. Terakhir, Sandra menambahkan jika kunci dari kesembuhannya selama ini, dan mungkin kesembuhan bagi semua orang yang mengalami kondisi sama dengannya, adalah hidup bahagia, tidak boleh stres, dan selalu berpikir positif.

 

Guesehat dan Geng Sehat doakan semoga kondisi Sandra bisa semakin membaik, ya! Terus semangat, Sandra!