Kanker adalah penyebab kematian nomor dua di dunia, dan menyebabkan 9.6 juta kematian setiap tahunnya. Di Indonesia, kasus baru kanker sebanyak 396.314 kasus dengan kematian sebesar 234.511 orang. Salah satu penanganan kanker adalah terapi radiasi (radioterapi), di mana sebanyak 50 – 60 persen dari semua pasien kanker memerlukan radioterapi.



Terapi radiasi membutuhkan pencitraan berkualitas tinggi serta peralatan dan perangkat lunak yang canggih. Radioterapi dilakukan dengan “menembakkan” zat radioaktif ke tumor secara tepat dengan tetap mempertahankan jaringan yang sehat.

 

Apa itu Radioterapi?

Terapi radiasi (disebut juga radioterapi) adalah pengobatan kanker yang menggunakan radiasi dosis tinggi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor. Pada dosis rendah, radiasi digunakan dalam sinar-x untuk melihat ke dalam tubuh kita, seperti sinar-x pada foto gigi atau patah tulang.

 

Pada dosis tinggi, terapi radiasi membunuh sel kanker atau memperlambat pertumbuhannya dengan merusak DNA mereka. Sel-sel kanker yang DNA-nya rusak dan tidak dapat diperbaiki akan berhenti membelah atau mati. Ketika sel-sel yang rusak mati, mereka dipecah dan dibuang oleh tubuh.

 

Terapi radiasi tidak langsung membunuh sel kanker. Butuh berhari-hari atau berminggu-minggu pengobatan sebelum DNA cukup rusak untuk sel kanker mati. Kemudian, sel kanker terus mati selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah terapi radiasi berakhir.

Dokter Onkologi Radiasi, Prof. Dr. dr. Soehartati A. Gondowihardjo, SpRad(K), Onk, Rad. mengatakan, radioterapi merupakan salah satu modalitas utama dalam terapi kanker. Minimal satu dari dua orang penderita kanker, selama menjalani perjalanan terapi kanker pasti memerlukan terapi radiasi, berdasarkan data dunia tentang utilisasi alat radioterapi.

 

Radioterapi merupakan terapi yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak dapat disentuh. Oleh karena itu, proses quality control sangat penting untuk memastikan radiasi diberikan secara aman, tepat dan berkualitas.

 

“Dalam rangka terapi radiasi yang berkualitas, akurat dan presisi ada 3 komponen utama yang diperlukan yaitu ketersediaan sistem dengan teknologi canggih atau terkini dan SDM yang mumpuni, serta sistem quality control yang baik. Dalam hal ini penggunaan alat pencitraan sebelum radiasi dalam menentukan target radiasi menggunakan CT simulator menjadi hal yang sangat penting,” jelas Prof. Soehartati.

 

Akses Radioterapi di Indonesia Terbatas

Sayangnya, akses terhadap terapi radiasi ini masih sangat terbatas. Terapi radiasi hanya tersedia di rumah-rumah sakit pendidikan, itupun tidak di semua kota memilikinya. Data dari Kemenekse menunjukkan, saat ini layanan radioterapi baru tersedia di 17 provinsi, sedangkan layanan kedokteran nuklir hanya ada di 10 provinsi di Indonesia. Akibatnya, pasien kanker harus antri untuk terapi radiasi.


“Akses terhadap terapi radiasi dapat menjadi tantangan bagi masyarakat di Indonesia,” ujar Executive General Manager Imaging, GE HealthCare ASEAN, Korea, and Australia, Vijay Subramaniam, di Jakarta, dalam acara pengumuman kerjasama di bidang onkologi, 20 Juni 2023.

 

Sebagai penyedia alat-alat kedokteran di dunia, GE HealthCare dan Elekta berkomitmen meningkatkan perawatan kanker di Indonesia. Upaya bersama antara GE HealthCare dan Elekta ini bertujuan untuk meningkatkan akses solusi kesehatan yang presisi sehingga pasien bisa mendapatkan perawatan kanker yang optimal, dan mendapatkan diagnosis yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien untuk membantu meningkatkan akurasi pengobatan.

 

“Teknologi pencitraan kami membantu mengoptimalkan perawatan kanker, meningkatkan efisiensi alur kerja, dan memanfaatkan kecerdasan buatan yang memungkinkan perawatan kanker yang terintegrasi.” tambah Vijay.



Elekta Senior Vice President Asia Pacific Japan, Marco Lee menambahkan, Elekta menyediakan layanan radioterapi yang presisi. Teknologi canggih sangat penting dalam menavigasi sinar radiasi dengan ketepatan tertinggi untuk menargetkan tumor.

 

Referensi:

Kemenkes

Cancer.gov