Indonesia memiliki prevalensi sindrom metabolik cukup tinggi, yakni 23%. Pubertas menjadi periode rawan munculnya sindrom ini. Penerapan pola hidup sehat sejak anak-anak dan remaja, berkontribusi besar pada penurunan sindrom metabolik.

 

Combiphar, perusahaan lokal consumer healthcare, pada 23-24 Maret 2019 lalu mengadakan Combi Run Academy, yaitu sebuah pelatihan intensif olahraga lari pada para pelajar SMA. Acara yang dipusatkan di Tapos, Bogor, ini salah satu tujuannya adalah mencegah sindrom metabolik sedini mungkin dengan menerapkan gaya hidup sehat,  namun dengan cara yang keren, yaitu lari.

 

Apa itu sindrom metabolik dan seberapa besar kontribusinya pada penyakit kronis di masa depan?

 

Baca juga: Mengenal Sindrom Metabolik 

 

Sindrom Metabolik dan Tanda-tandanya

Dijelaskan dr. Sandi Perutama Gani, Medical Expert Combiphar, yang disebut sindrom metabolik adalah kumpulan faktor risiko yang berpotensi menyebabkan kematian. Setidaknya ada 5 parameter atau tanda sindrom metabolik, yaitu peningkatan tekanan darah, naiknya kadar gula, lemak berlebihan, kadar “kolesterol baik” HDL rendah,  dan trigliserida tunggi.



“Jika seseorang mamiliki 3 dari 5 tanda tadi, maka sudah bisa dikatakan sindrom metabolik,” jelas dr. Sandi.

 

Penyebab sindrom metabolik yang paling besar adalah gaya hidup, meskipun ada faktor yang tidak bisa diubah yaitu genetik dan usia. Gaya hidup seperti kurang aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, kurang istirahat dan mengonsumsi alkohol masih bisa diperbaiki dan digantikan gaya hidup yang lebih sehat.

 

Baca juga: Kebiasaan Pencetus Darah Tinggi yang Kerap Diabaikan



Sindrom Metabolik Bisa Terjadi Mulai Usia Pubertas


Sindrom metabolik tidak selalu terjadi pada orang-orang tua. Bahkan sekarang di usia 20-an tahun banyak yang sudah memilikinya. 
Data menunjukkan, ada 24% penderita sindrom metabolik di usia 20-an, meskipun masih didominasi pada usia 50-an (40%) dan dan usia 60-an (40%). Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Semua orang berisiko. 



Mengapa gejala sindrom metabolik bisa muncul di usia 20-an? Menurut dr. Sandi, di usia remaja atau pubertas terjadi perubahan hormon yang pesat karena masa pertumbuhan. Hal ini akan memperlambat metabolisme.

 

Remaja usia 15 tahun umumnya membakar kalori 400-500 kalori lebih sedikit daripada anak anak usia 10 tahun. Kelebihan kalori ini, jika tidak dibakar dengan aktivitas fisik akan menjadi obesitas dan memicu sindrom metabolik.”

 

Baca juga: Tak Perlu ke Gym, 6 Kegiatan Ini Efektif Bakar Kalorimu!

 

Obesitas, Tanda Sindrom Metabolik Meningkat

Salah satu tanda sindrom metabolik meningkat adalah kasus obsitas yang meningkat tajam. Saat ini sekitar 124 juta remaja di dunia mengalami obesitas. Di Indonesia, menurut data terbaru dari Riskesdas 2018, jumlah penderita obesitas di semua usia mencapai 21,8%.

 

Jumlah obesitas sentral atau obesitas di satu titik saja, misalnya di perut, sangat tinggi yakni 31%. Tanda lainnya pun sudah bisa ditebak, yaitu peningkatan penyakut tidak menular seperti stroke 10,9%, diabetes 2% dan hipertensi 34,1%.

 

Cara Mencegah Sindrom Metabolik

Satu-satunya cara mencegah dan mengatasi sindrom metabolik adalah dengan mengubah gaya hidup. Berikut ini beberapa caranya seperti dituturkan dr. Sandi.


1. Memperbaiki pola makan

Sejak remaja, biasakan makan karbohidrat yang kompleks karena lebih lama dicerna sehingga tidak cepat menaikkan gula darah. Karbohdirat kompleks juga mengenyangkan lebih lama.

 

"Kelebihan kalori sebenarnya tidak akan menjadi masalah, asalkan langsung dibakar. Jika tidak maka akan berbahaya," jelas dr. Sandi.

 

Perubahan pola makan lainnya adalah mengurangi asupan lemak tak jenuh. Contoh lemak jenuh adalah minyak goreng yang dipakai lebih dari 1 kali. Sayangnya orang Indonesia laing suka ngemil gorengan di pinggir jalan yang lemaknya sudah sangat jenuh. Kelebihan lemak jenuh akan memperbesar risiko penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis.

 

Baca juga: Menu Makanan untuk Penderita Obesitas

 

 

2. Beraktivitas fisik cukup

Aktivitas fisik yang disarankan adalah olahraga 30 menit sehari. Penelitian menunjukkan, jika dilakukan secara rutin dapat menurunkan risiko sindrom metabolik hingga 17%.

 

Lari adalah pilihan aktivitas fisik yang cocok untuk remaja. Olahraga ini, kata dr. Sandi, direkomendasikan dimulai sejak remaja. “Lari adalah olahraga yang bisa dilakukan kapan dan di manapun, hanya membutuhkan sepatu lari dan baju olahraga yang nyaman. Untuk remaja bisa dibuat keren mengikuti trend di media sosial. Lari tidak kalah cool dari basket,” ujar dr. Sandi.

 

Karena alasan tersebut, Combi Run Academy (CRA) diadakan. Menurut B. Dewinta Hutagaol, Division Head of Corporate Communications & Community Development Combiphar, Combi Run Academy ingin merangkul anak-anak muda Indonesia untuk semakin peduli pada kesehatan diri melalui olahraga lari.

 

Pada penyelenggaraan di tahun kedua ini, pelaksanaan CRA kami fokuskan pada pelatihan intensif seputar teori dan praktik lari agar siswa-siswi SMA peserta mendapatkan manfaat optimal dari olahraga ini, salah satunya untuk menghindari ancaman sindrom metabolik,” ujarnya. (AY)

 

Baca juga: Yuk, Cegah Diabetes dengan Ikut Lomba Lari!