Hari ini atau setiap tanggal 4 Maret, diperingati sebagai World Obesity Day. Obesitas sering dianggap masalah berat badan semata, atau kegagalan seseorang berdiet dan mengendallikan pola makan. Hal ini menjadikan orang tidak terlalu takut dengan obesitas, yang merupakan awal dari berbagai macam penyakit berbahaya seperti hipertensi, diabetes tipe 2 hingga kematian.

 

Tema WOD tahun ini adalah “Mengubah Perspektif: Mari Bicara Tentang Obesitas (Changing Perspectives: Let's Talk About Obesity)". Kementerian Kesehatan dan Novo Nordisk Indonesia mengajak semua pihak untuk mengambil peran dan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan obesitas dan mengambil aksi nyata untuk mengubah persepsi buruk dan mendorong perubahan dalam penanganan obesitas.

 

Baca juga: Selain Diabetes, Obesitas Juga Meningkatkan Risiko Hipertensi

 

Kasus Obesitas Semakin Meningkat

Obesitas dan obesitas sentral merupakan masalah kesehatan global yang terus mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya, dengan perkiraan akan berdampak pada 1,9 miliar penduduk dunia pada 2035. Masalah peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.

 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., menyampaikan bahwa menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,  prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018, menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak di Indonesia. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh dua faktor: stigma mengenai obesitas dan ketidaksadaran akan tingkat keseriusan kondisi obesitas.

 

Obesitas dapat menyebabkan komplikasi, seperti hiperglikemia, diabetes tipe-2, dan penyakit kardiovaskular.  Obesitas juga bisa menyebabkan kematian. Menurut penelitian, setiap 5 unit indeks massa tubuh (IMT) di atas 25kg/m2 dapat meningkatkan risiko kematian sebesar 30 persen. Obesitas juga bertanggung jawab atas 4,7 juta kematian dini setiap tahunnya. Untuk itu, tindakan nyata diperlukan untuk mencegah beban pada sistem kesehatan dan biaya sosial ekonomi yang disebabkan obesitas.

 

Baca juga: Mencegah Obesitas, Perhatikan Porsi dan Jenis Makanan

 

Mengubah Presepsi Negatif Obesitas

Inisiatif yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Novo Nordisk Indonesia bertujuan untuk mengubah persepsi negatif mengenai penyakit tersebut karena stigma yang ada membuat masyarakat beranggapan bahwa obesitas bukanlah penyakit, namun kegagalan pribadi, walaupun fakta mengatakan bahwa faktor genetik atau keturunan berkontribusi pada 40-70% kasus obesitas.

 

Stigma ini tentu memengaruhi kesehatan mental dan fisik pasien, dan dapat menghentikan mereka dalam mencari perawatan medis yang diperlukan.

 

Berbicara mengenai rendahnya kesadaran akan keseriusan obesitas, studi terbaru mengungkapkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia tidak disadari ketika dinilai menggunakan batas IMT saat ini (obesitas ≥ 27,0), hal ini menyebabkan walaupun ada peningkatan kasus penyakit kronis yang berkaitan dengan obesitas, prevalensi obesitas di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju.

 

Baca juga: Tips Terhindar dari Obesitas dengan Intermitten Fasting
 

Kapan Seseorang Dinyatakan Obesitas?

Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky L. Tahapary, Sp.PD-KEMD, Ph.D.  menyampaikan, “Kami telah merilis publikasi yang menyarankan untuk merevisi nilai batas IMT ≥25 kg/m2, ambang batas ini mungkin lebih tepat untuk mendefinisikan obesitas pada populasi orang dewasa di Indonesia. Kami juga menyarakan untuk menambahkan Edmonton Obesity Staging System (EOSS) ke dalam klasifikasi antropometri untuk evaluasi klinis obesitas yang lebih baik.”

 

Edmonton Obesity Staging System adalah sistem analisa yang mencakup faktor metabolik, fisik, psikologis dan evaluasi klinis untuk memberikan opsi intervensi obesitas yang terbaik. Sistem ini mengklasifikasikan obesitas ke dalam 5 kategori (0–4 tingkatan), tingkat 0 menunjukkan tidak ada faktor risiko terkait obesitas atau gangguan kesehatan apa pun; dan tingkat 4 menunjukkan kecacatan parah akibat penyakit kronis terkait obesitas.

 

Selain itu, batas lingkar pinggang yang lebih rendah dari standar WHO harus diterapkan di Indonesia. Di banyak populasi Asia, prevalensi risiko metabolik yang tinggi terjadi pada lingkar pinggang yang lebih rendah dibandingkan dengan orang Eropa. “Penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memahami dan melakukan pengukuran lingkar pinggang sendiri,” tambah dr. Dicky.

 

Dokter Dicky menyimpulkan bahwa temuan tersebut mendorong revisi batas optimal untuk pencegahan dini dan pengendalian obesitas.

 

Sebagai upaya mengatasi dan mengendalikan penyakit kronis ini, Vice President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan mengatakan bahwa Novo Nordisk Indonesia fokus pada tiga area untuk mendorong perubahan terkait obesitas. ”Obesitas lebih dari sekadar kelebihan berat badan; ini adalah masalah kesehatan jangka panjang,” jelasnya.

 

Terkait obesitas, perusahaan farasi asal Denmark ini akan fokus pada tiga area:

  1. Pencegahan, dengan mengupayakan membangun lingkungan yang lebih sehat
  2. Pengakuan, berusaha menumbuhkan empati bagi orang-orang dengan obesitas dan menjadikan obesitas sebagai prioritas perawatan kesehatan
  3. Perawatan, yakni memastikan orang dengan obesitas memiliki akses ke perawatan berbasis sains dan komprehensif.

 

 Baca juga: Mengapa Orang Gemuk Rentan Diabetes?