"Indahnya pernikahan adalah saat Kamu memilih orang yang tepat dan kalian saling mencintai. Kalian pun pasti selalu bisa menemukan cara untuk melewati apapun yang terjadi."

-Nicholas Sparks-

 

Ternyata, cerita cinta yang nyata dan menggugah hati tidak hanya Kamu temui di film-film saja. Ini juga bisa dilihat dari rumah tangga Aam Amir Hamzah, 62, dan Icke Roesmiyati Hamzah, 62. Berkat cuitan putranya sendiri, dr. Gia Pratama, perjalanan cinta ayahnya yang berprofesi sebagai pilot senior di maskapai penerbangan nasional Indonesia tersebut sontak membuat netizen terharu bercampur rasa kagum.

 

Melalui akun Twitter-nya @giapratamaMD, dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Prikasih itu menceritakan kesabaran ayahnya selama 20 tahun, juga ketegaran ibunya yang tetap yakin pada janji sang Suami, bahkan saat nyawa yang menjadi taruhannya. Wah, jadi semakin penasaran ya dengan kisah cinta mereka! Yuk, siap-siap baper saat menyimak cerita selengkapnya!

Baca juga: Pentingnya Merayakan Ulang Tahun Pernikahan bagi Suami Istri

 

Keteguhan Cinta Pertemukan Kembali dengan Gadis Idaman Hati

Bagi Kapten Aam Amir Hamzah muda, sulit untuk mengusir kesan cinta pertama. Kesetiaan luar biasa inilah yang menumbuhkan rasa salut dan bangga dalam diri Gia. “Papa dan mama berasal dari latar belakang keluarga yang jauh berbeda. Papa adalah anak ke-11 dari 13 bersaudara. Papa besar dalam lingkup keluarga petani di Tasikmalaya. Dengan segala keterbatasan, papa tumbuh menjadi pria berkeyakinan besar. Ia percaya bahwa seluruh kerja kerasnya akan membuahkan hasil. Sedangkan mama terlahir dari anak tentara yang cukup berada,” Gia mengawali cerita.

 

Sore itu, ketika masih kelas 5 SD, sembari duduk di atas kerbau, untuk pertama kalinya Amir bertemu wanita pujaan hatinya. “Seketika papa terpana melihat mama, gadis berkuncir dua yang tengah duduk manis di atas delman. Sejak saat itu sampai 3 tahun ke depan, hanya itu saja kerjaan papa. Rajin ke sawah demi menunggu mama lewat tanpa berani menyapa,” tutur Gia.

 

Namun, kepindahan Amir ke luar daerah saat kelas 2 SMP menjadi episode awal yang memisahkannya dengan Icke (baca: Ike), gadis manis tersebut. Ternyata, hal yang sama juga terjadi pada keluarga Icke. Melalui informasi dari teman-teman, Amir mengetahui bahwa Icke melanjutkan sekolah ke Jakarta.

 

Barulah pada kelas 2 SMA, Amir berhasil bertemu dengan Icke lagi. Saat keduanya kebetulan bertemu kala mudik lebaran ke Tasikmalaya, Amir memberanikan diri untuk menyapa dan berkenalan dengan Ike. Momen perkenalan tersebut menyisakan wacana yang berkesan pada Amir.

 

Ketika Amir mengungkapkan keinginannya untuk kuliah kedokteran atau menjadi pilot kepada Icke, wanita itu mengaku senang dengan tipe pekerjaan tersebut. Kata-kata itulah yang menjadi motivasi bagi Amir selama bertahun-tahun untuk menjadi pilot.

 

Ia pun berhasil menyisihkan ribuan kandidat lain yang mendaftar ke sekolah penerbangan. Ia lulus dengan predikat terbaik dan diterima oleh maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia pada tahun 1976. Selama menempuh pendidikan di sekolah penerbangan hingga 2 tahun bekerja sebagai pilot, Amir belum pernah bertemu Icke lagi.

 

Hampir semua orang ia hubungi, tetapi tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaan Icke. Sampai akhirnya, kesetiaan berbuah manis. Suatu hari, ia melihat Icke duduk di kursi pesawat yang ia terbangkan. “Saat keluar pintu kokpit, papa melihat di kursi penumpang sebelah kiri ada wanita cantik banget. Mengenakan kacamata hitam dan pakaian formal. Itu adalah mama,” tutur Gia saat menceritakan kisah pertemuan kembali orang tuanya. Ia pun berseloroh, tidak terbayang kebahagiaan yang ayahnya rasakan.

 

Tanpa buang waktu, Amir langsung menghampiri Icke untuk bertukar cerita. Jika saja saat itu tidak bertugas sebagai pilot, mungkin Amir tidak beranjak dari kursi di sebelah Icke. Sejak saat itu, Amir dan Icke seakan tidak mau berpisah. Mereka menggunakan telepon dan surat untuk terus berkomunikasi. Amir pun mantap melamar gadis yang selalu membuatnya jatuh hati itu.

 

Namun, setiap kisah cinta sejati pasti memiliki ujian besar yang harus dihadapi. Menjelang waktu lamaran, Icke didiagnosis mengidap kanker kelenjar getah bening. Tidak terbayang hancurnya perasaan Icke saat itu. Dokter memvonis usia Icke hanya tinggal 6 bulan lagi.

 

Namun Amir tetap bergeming, meski Icke menyuruhnya untuk mencari wanita lain. Ia tidak bosan menyemangati Icke setiap hari di sela-sela sesi kemoterapi dengan kalimat, "Neng, akang yakin Neng pasti sembuh. Neng pasti kuat. Akang sayang sekali kepada Neng." Enam bulan berlalu dan Icke masih bertahan hidup. Setelah beberapa bulan, Icke dinyatakan sembuh dari kanker kelenjar getah bening. Pernikahan keduanya pun dilangsungkan pada tahun 1984.

Baca juga: 11 Ujian dalam Pernikahan yang Harus Dihadapi

 

Tahun-tahun Perjalanan Pernikahan Amir dan Icke

“Pernikahan papa dan mama adalah bukti bahwa cinta sejati itu ada. Saya bangga memiliki contoh langsung bagaimana cara membangun rumah tangga bahagia dari orang tua yang luar biasa,” ungkap Gia. “Bahkan setelah menikah, cinta mereka tetap terasa nyata. Kami selaku anak-anak membutuhkan teladan, khususnya saat dewasa. Dan ayah saya mencontohkan bagaimana cara memperlakukan istri. Dampak positifnya, saya pun tumbuh menjadi suami yang lebih baik untuk istri,” papar Gia.

 

Menurutnya, sifat romantis ayahnya juga tak lekang oleh waktu. “Kami selalu mendengar tawa lepas dan candaan keduanya dari balik kamar mereka. Sampai sekarang, mereka masih sering nongkrong berdua di kafe. Suatu waktu, papa pulang dari Amsterdam dan membawa oleh-oleh sekoper bunga segar untuk mama. Istri mana kan yang tidak meleleh diberi kejutan seromantis itu?”

 

Menurut rekan-rekan kerjanya, Amir juga paling anti berselingkuh. Tekad Amir hanyalah ingin menjalankan pernikahan selamanya dengan Icke sampai maut memisahkan. Rasa cinta ayahnya yang begitu besar terhadap sang Ibu, sangat bisa dipahami oleh Gia.

 

“Mama itu, cantik, tangguh, mandiri, pekerja keras, sekaligus sangat yakin pada kemampuan suami untuk membuatnya bahagia. Ia sangat percaya dan hormat kepada papa.” Gia pernah bertanya kepada ibunya mengapa langsung yakin pada cinta sang Ayah. Icke pun merespons, “Papamu adalah pria yang tidak pernah minder. Ia yakin apa yang ia lakukan untuk keluarganya adalah hal yang benar, sehingga ada berkah tersendiri di sana. Tidak masalah bila pada saat itu ia hidup sangat sederhana untuk ukuran pilot."

 

Icke juga sangat menghargai cara Amir menghormatinya. Melalui penuturan Gia, sepanjang tahun-tahun kebersamaannya dengan Amir, Icke hanya meminta dua janji kepada Amir:

  • Janji untuk tidak pernah mengajak anak dan istri jatuh miskin akibat rezeki yang haram.
  • Janji untuk tidak pernah tewas dalam penerbangan, karena ia tidak sanggup hidup sendiri.

 

Janji-janji tersebut Amir sanggupi. Ia selalu sangat hati-hati ketika bertugas. Akan tetapi, Amir pernah menghadapi situasi yang hampir mengacaukan janji mereka berdua. Sore itu, Amir tengah membawa ratusan penumpang dari Bali menuju Jakarta. Ketika pesawat jet berada di atas Laut Jawa, tiba-tiba hujan deras mengguyur.

 

Awan gelap yang menyelimuti pesawat membuat jarak pandang berkurang, ditambah lagi dengan kendala teknis di ruang kendali pilot (kokpit). Amir dan timnya mencoba semaksimal mungkin untuk menghubungi menara pengawas di bandara Soekarno Hatta.

 

Gangguan penerbangan ini turut meresahkan pihak maskapai penerbangan. Pasalnya, gangguan turbulensi ini membuat pesawat Amir sulit dilacak lokasinya, atau dalam dunia penerbangan dikenal dengan istilah visibility minimum. Direktur operasional perusahaan maskapai tempat Amir bekerja menginformasikan situasi ini secara langsung kepada Icke, "Kamu harus kuat. Suamimu sedang berjuang. Pesawatnya dikelilingi badai dan ban depannya tidak bisa terbuka. Berdoa sekuat mungkin, kita semua memantau dari sini.”

 

Tidak terbayang kacaunya hati Icke saat mencerna informasi itu. Satu-satunya hal yang terlintas dalam benak Icke saat itu hanyalah berdoa, ”Izinkanlah suamiku untuk menunaikan tugas dan janjinya.” Keajaiban pun terjadi. Ban depan berhasil keluar, sehingga pesawat Amir berhasil mendarat dengan selamat. Tangis haru Icke  pun tumpah ketika suaminya sampai di rumah dan memeluknya erat.

 

Selama 39 tahun berdedikasi sebagai pilot, Amir berhasil menepati janjinya kepada Icke untuk tidak tewas dalam penerbangan. Kini, Amir dan Icke menikmati masa pensiun yang indah bersama anak-anak, menantu, dan cucu. Dalam sesi wawancara dengan GueSehat, Gia menyampaikan bahwa ia semakin memahami makna pernikahan berkat rumah tangga orang tuanya.

 

“Tidak ada pernikahan yang sempurna. Hal yang pasangan suami istri harus miliki hanyalah pernikahan yang sehat. Dan selayaknya tubuh, untuk menjadi sehat, suami dan istri harus berusaha. Pernikahan tidak bisa terjadi dengan sendirinya,” ujar Gia.

 

Gia pun berpesan, jadikan pernikahan sebagai peluang untuk bekerja sama dalam memanen pahala dan terus mengembangkan potensi diri. Jangan berhenti mencintai istri atau suami hanya karena Kamu telah menjadi orang tua.

 

Saat suami istri saling mengetahui bahwa ia dicintai sepenuh hati, cinta pun akan menguatkan hidup mereka. Kualitas diri pun akan semakin berkembang dalam berbagai aspek kehidupan. Belajarlah dari Amir dan Icke, bahwa kebahagiaan yang tidak biasa selalu berawal dari cinta yang luar biasa. (TA/AS)

Baca juga: 10 Cara agar Pernikahan Langgeng hingga Akhir Hayat