Stunting masih menjadi fokus utama masalah kesehatan di Indonesia. Namun, ada baiknya kita juga tak boleh lengah atas ancaman kondisi malnutrisi lain, yakni obesitas, yang kini kian meningkat dari tahun ke tahun.

 

Berdasarkan data, jumlah balita dengan berat badan berlebih atau obesitas mengalami peningkatan, dari 32 juta anak di tahun 1990 menjadi 41 juta di tahun 2016. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki kasus obesitas terbanyak dibanding negara-negara berkembang lainnya. Apabila tren ini terus meningkat, diperkirakan tahun 2025 jumlah balita di Indonesia yang mengalami obesitas akan bertambah menjadi 70 juta anak. 

 

Oleh karena itu, selain kondisi stunting, penting pula bagi kita untuk juga memperhatikan dan mewaspadai tanda-tanda obesitas pada anak agar tindakan pencegahan bisa segera dilakukan.

 

Baca juga: Kenali 3 Penyebab Obesitas pada Bayi
 

Bahaya Obesitas pada Anak

Dalam acara Press Conference HUT ke-13 BAMED di Jakarta, 6 September lalu, Dokter Spesialis Anak, dr. Wahyu Kusuma Wardhani Sp.A., mengungkapkan bahwa anak obesitas sama berisikonya dengan anak yang mengalami stunting.

 

“Kalau anak-anak yang gizinya kurang itu bisa memiliki tubuh pendek dan kualitas otak tidak berkembang baik. Tapi anak obesitas punya penyakit sendiri dan dapat mengalami segala penyakit,” ujar dokter yang akrab disapa Dhani tersebut. 

 

Masih banyak anggapan bahwa anak yang berbadan gemuk tampak lucu dan menggemaskan. Namun, di balik gemas dan lucunya, ada banyak bahaya yang mengancam anak-anak tersebut. Sebut saja komplikasi seperti hipertensi, diabetes melitus, bahkan berkurangnya rasa percaya diri, sangat mungkin dialami oleh anak obesitas. 

 

Anak ASI Juga Berisiko Alami Obesitas

Konsumsi susu formula seringkali disebut sebagai penyebab anak mengalami obesitas. Akan tetapi, nyatanya anak yang minum ASI pun bisa saja mengalami obesitas.

 

"Kalau ditanya, kenapa sih anak ASI itu belendung-belendung badannya, baru usia 2 bulan sudah 6 kg beratnya? Ya, karena walau bagaimana pun ASI itu dibikin Tuhan, sudah dirancang sedemikian rupa, ASI itu gampang banget terserap. Apa yang masuk, apa yang terserap itu efektif banget," ungkap dr. Dhani.

 

Dokter Dhani juga menambahkan bahwa kandungan ASI pastinya berbeda dengan susu formula, di mana protein dari susu formula merupakan laktos. Laktosa ini terbentuk dariglukosa dan galaktosa yang baru bisa terpecah jika ada enzim.

 

“Ada anak-anak yang terlahir dengan jumlah enzim kurang, atau malah karena alergi akhirnya penyerapan protein dari susu sapi menjadi tidak seefektif ASI,” tambah dr. Dhani.

 

Apabila bayi ASI mengalami obesitas, dokter biasanya akan melakukan evaluasi dan mencari faktor-faktor penyebabnya. Pasalnya, meski mengalami obesitas, mereka masih membutuhkan asupan nutrisi dari ASI Mums, sehingga Mums tidak boleh berhenti menyusuinya. Jadi, alih-alih meminta Mums berhenti menyusui, dokter biasanya akan menyarankan untuk mengevaluasi jadwal pemberian ASI pada bayi.

 

“Tentu saja kita tidak mengurangi atau stop ASI. ASI tetap diberikan secara ad libitum atau sesuai kemauan bayi, tetapi biasanya kami akan evaluasi pakai jadwal harian, lihat anak ini menyusu berapa jam sekali sih. Ada anak-anak yang menyusu sejam sekali. Itu nanti akan dievaluasi. Lalu, dilihat ada atau tidak faktor lain, misalnya orang tua anak ini obesitas," ujar dr. Dhani.

 

Selanjutnya dokter juga akan terus mengevaluasi perkembangan anak. Karena, seiring bertambah usia, kebutuhan kalori anak akan bertambah juga, sementara produksi ASI mungkin akan semakin menurun. Di sinilah akan mulai ada penurunan berat badan anak.

 

Baca juga: Lakukan 5 Cara Ini untuk Mencegah Obesitas Anak
 

Obesitas pada Anak yang Mengonsumsi Susu Formula

Susu formula memang dibuat dengan kandungan yang hampir menyerupai ASI. Namun, dalam ASI memang terdapat kandungan gula tambahan sebagai asupan energi anak. Hal ini yang kadang menjadi momok menakutkan penyebab obesitas pada anak.

 

Akan tetapi, obesitas pada anak yang mengonsumsi susu formula sebenarnya tidak semata-mata dipicu oleh hal ini saja. Menurut dr. Dhani, sama halnya dengan anak yang mengonsumsi ASI, masih ada faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan obesitas pada anak yang mengonsumsi susu formula.

 

Jika anak yang mengonsumsi susu formula mengalami obesitas, dokter juga akan melakukan evaluasi terlebih dulu. Evaluasi ini biasanya akan meliputi cara pembuatan, durasi, serta frekuensi pemberian susu formula pada anak.

 

Bila diketahui hal-hal tersebut merupakan faktor penyebab obesitas pada anak, maka dokter akan meminta Mums untuk mengubah dan memperbaiki cara pembuatan serta frekuensi pemberian susu formula.

 

"Anak susu formula mengalami obesitas itu evaluasi lebih panjang dari bayi ASI. Pertama, dicari tahu cara bikin susunya benar atau tidak, karena setiap merek susu formula cara bikinnya berbeda. Kesalahan pembuatan susu bisa menaikkan atau menurunkan kalori yang diasup anak. Setelah itu dievaluasi durasi pemberiannya, minum sehari berapa kali atau botol. Kalau memang diperlukan, biasanya pembuatan akan dibenarkan dan durasi akan dikurangi,” pungkas dr. Dhani. (BAG)

 

Baca juga: Cegah Obesitas Anak dengan Membatasi Asupan Gula