Tidak diragukan lagi, ASI merupakan sumber nutrisi paling lengkap dan sempurna untuk bayi. Rasanya tidak ada ibu yang tidak ingin memberikan ASI seideal mungkin kepada buah hatinya. Berdasarkan rujukan dari American Academy of Pediatric, bayi sebaiknya diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan.

 

Sementara itu, dilansir dari depkes.go.id, sejak 2003 Kemenkes RI resmi membuat ketetetapan baru tentang masa pemberian ASI eksklusif sesuai dengan kebijakan WHO. WHO yang sebelumnya menetapkan masa pemberian ASI eksklusif adalah minimal 4 bulan, merevisi ketetapan ini menjadi 6 bulan.

 

Pertimbangan ini dilakukan oleh WHO mengingat masih banyaknya kondisi malnutrisi yang rentan terjadi di negara-negara berkembang. Karenanya, WHO menganggap masa pemberian ASI eksklusif untuk setiap bayi perlu ditingkatkan.

 

Namun pada sejumlah kasus, terkadang ada saja situasi yang membuat seorang ibu tidak bisa memberikan ASI. Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi di masyarakat, beberapa ibu terpaksa tidak memiliki pilihan lain untuk menghentikan pemberian ASI dan beralih ke susu formula. Terlebih lagi jika ibu mengalami beberapa kondisi kesehatan berikut ini, sebagaimana dirangkum dari buku What To Expect First Year karya Arlene Eisenberg dan kawan-kawan.

  • Penyakit serius yang fatal dan menghambat proses pemberian ASI, seperti penyakit jantung, ginjal, dan anemia berat.
  • Berat badan ibu terlalu rendah dan sangat kekurangan simpanan lemak yang seharusnya diolah oleh tubuh menjadi ASI.
  • Infeksi yang serius, seperti positif mengidap AIDS dan TBC.
  • Kondisi sakit yang membutuhkan pemberian obat dalam dosis tinggi secara terus-menerus, sehingga kandungan obat tersebut dapat terserap dalam ASI dan berisiko membahayakan bayi. Contoh obat yang dimaksud antara lain obat antitiroid, obat antikanker, obat hipersensitif, serta obat yang mengandung zat penenang, seperti lithium dan sedatif.
  • Penyalahgunaan obat terlarang yang masih berkelanjutan, termasuk penggunaan obat penenang, amphetamin, barbiturate, heroin, methadon, kokain, dan mariyuana.
  • Ketidakmampuan jaringan kelenjar payudara untuk menghasilkan ASI atau adanya kerusakan pada jaringan saraf puting yang disebabkan oleh luka dan bekas operasi.
  • Adanya gangguan metabolisme fenilketonuria yang dapat terjadi pada bayi. Bayi yang mengidap gangguan metabolisme langka ini tidak tahan terhadap laktosa, sehingga bayi tidak dapat mencerna ASI. Bayi dengan gangguan metabolisme fenilketonuria justru harus diberi susu formula tanpa kandungan fenilanin dan menjalani diet bebas protein untuk mencegah terjadinya alergi.

 

Dengan demikian, bagi para ibu atau bayi yang mengalami masalah kesehatan seperti ini, dapat mempertimbangkan untuk memilih donor ASI atau menggunakan susu formula sebagai solusinya. Namun bila susu formula yang dipilih, bukan berarti Mums tidak perlu berhati-hati dalam menentukan takarannya, ya.

 

Pasalnya, susu formula kerap disebut-sebut sebagai penyumbang risiko obesitas tertinggi pada bayi. Benarkah? Daripada salah persepsi, simak yuk penjelasan tentang tips mengonsumsi susu formula dengan tepat untuk pemenuhan gizi pada bayi.

Baca juga: 9 Manfaat Kebaikan ASI untuk Ibu dan Buah Hati

 

Kenapa Susu Formula Rentan Memicu Kegemukan?

Susu formula dapat mencetuskan terjadinya obesitas pada bayi. Ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu cara pemberian dan takarannya. Masih mengutip buku What to Expect First Year karya Arlene Eisenberg dan kawan-kawan, salah satu alasan mengapa bayi ASI jarang menjadi terlalu gemuk adalah karena sistem pemberian ASI lah yang secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi.

 

Kandungan foremilk, cairan susu pada bagian depan sel penghasil ASI dan keluar pertama kali setiap si Kecil menyusu, bersifat rendah lemak dan rendah kalori. Akibatnya, ia pun cenderung merasa lapar dan terangsang untuk terus mengisap.

 

Sementara hindmilk, ASI yang keluar terakhir dari payudara ibu, justru memiliki kandungan lemak dan kalori yang tinggi. Tak ayal, selama proses mengisap hindmilk, nafsu makan si Kecil cenderung terhenti, seolah ada sinyal yang mengirimkan pesan kenyang di otaknya. Kalaupun ia terus menyusu hingga payudara Mums kosong, aktivitas ini tidak akan membuatnya kelebihan kalori.

 

Belum lagi proses menyusui yang menuntut si Kecil untuk bekerja keras mengisap ASI hingga membuatnya lelah dan kenyang. Tentunya hal ini berbeda dengan pemberian susu formula menggunakan botol, yang sistemnya cenderung lebih praktis dan mudah baginya.

 

Saat si Kecil diberikan susu formula, ia cukup menelan cairan susu di dalam botol. Inilah sebabnya selalu ada potensi bagi bayi susu formula untuk meminta tambahan porsi susu, sehingga lambat laun dapat memicu terjadinya kelebihan berat badan.

 

Di sisi lain, berdasarkan informasi dari babygooroo.com, penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang menyebabkan bayi susu formula berisiko terkena obesitas adalah terkait jumlah takaran susu ia terima. Semakin banyak dosis susu formula yang diberikan, semakin tinggi risiko bayi mengalami kegemukan.

 

Jika dibiarkan, risiko obesitas bisa menjadi dampak yang tak terhindarkan pada bayi susu formula. Menurut riset Centers for Disease Control and Prevention (CDC), anak-anak yang mendapatkan ASI, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, selama sembilan bulan, memiliki penurunan risiko kegemukan 30 persen dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Pemberian ASI tampaknya memang menawarkan perlindungan lebih besar daripada mencampur ASI dengan susu formula.

Baca juga: Macam-Macam Pilihan Booster ASI

 

Panduan Pemberian Susu Formula agar si Kecil Terhindar dari Obesitas

  1. Pilihlah susu formula yang rendah kalori. Setiap meracik cairan susu formula, pastikan Mums tidak membuat susu dengan tekstur terlalu kental ataupun terlalu encer. Susu formula yang dibuat terlalu kental dapat meningkatkan jumlah kalori yang ingin dikonsumsi oleh bayi. Sebagai tambahan, walaupun Mums khawatir si Kecil bisa terkena obesitas jika dosis susu formulanya tidak dikendalikan, jangan pernah memberikannya susu skim tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan dokter anak, ya. Bagaimanapun, bayi membutuhkan lemak dan kolesterol yang terdapat dalam ASI ataupun susu formula, untuk pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
  2. Jangan memberikan si Kecil lebih dari sekitar 907,2 gr susu formula dalam sehari. Saat ia mulai mendapatkan MPASI, Mums juga perlu mengurangi takaran susu formula daripada biasanya.
  3. Perhatikan grafik pertumbuhan anak pada setiap kunjungan rutin ke dokter anak. Informasi ini dapat membantu Mums untuk memastikan bahwa si Kecil tumbuh dengan baik dan mendapat asupan susu formula yang cukup. Jika Mums memberikan kombinasi ASI dan susu formula, penting bagi Mums untuk membicarakannya lebih lanjut kepada dokter, agar Mums mendapat saran seberapa banyak batasan susu formula yang sebaiknya diberikan.
  4. Jelang usia empat hingga enam bulan pertama, berikan 73.93 ml susu formula untuk setiap porsi minum si Kecil.
  5. Perhatikan isyarat lapar dan tanda-tanda kekenyangan yang ditunjukkan si Kecil. Bila Mums memberikan susu dalam botol dot, Mums bisa berhenti menyusui saat ia sudah kurang berminat menghabiskan susu yang tertinggal di dalam botol.
  6. Terapkan posisi menyusui yang tepat saat menggunakan botol dot. Gendong si Kecil pada posisi tegak lurus, lalu sentuh bibirnya dengan ujung dot agar ia menunjukkan refleks rooting dengan cara membuka mulutnya. Tunggu sampai ia menarik dot ke dalam mulutnya, kemudian berikan susu dengan cara mendorong dan menarik botol sambil diselipi jeda beberapa kali.
  7. Jika menggunakan botol, pilih ukuran dot yang tepat. Sedapat mungkin, gunakan botol yang kecil saja ya, Mums. Menggunakan botol besar bisa menyebabkan si Kecil minum susu dalam jumlah berlebihan (overfeeding). Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Pediatrics menyimpulkan bahwa pemberian susu formula menggunakan botol besar berkontribusi besar terhadap kenaikan berat badan bayi secara cepat, sehingga menyebabkan obesitas.
  8. Telaten mengenalkan MPASI. Risiko obesitas yang lebih tinggi dapat berkurang jika Mums rajin memberikan makanan padat setelah ia memasuki usia wajib MPASI. MPASI merupakan pengalih yang baik untuk mengurangi dosis pemberian susu formula pada bayi.
  9. Batasi pemberian jus buah. Bayi tidak membutuhkan jus. Tekstur buah segar yang kaya akan serat justru menjadi sumber nutrisi yang lebih baik untuknya. Jika Mums ingin sesekali memberikan jus buah kepada si Kecil setelah ia berusia 6 bulan, pastikan jus dibuat tanpa tambahan gula, dengan tekstur yang cukup kental. Batasi pemberian porsinya tidak lebih dari 4-6 ons buah per hari.
  10. Maksimalkan konsumsi makanan sehat untuk si Kecil. Makanan ini mencakup zat besi dan serat dari buah dan sayur.

 

Pemberian susu formula akan lebih tepat sasaran jika dikonsultasikan dengan dokter anak. Bicarakan hal ini kepada dokter bila Mums telah memberikan takaran susu formula yang cukup untuk si Kecil. (TA/AS)

Baca juga: Jenis-Jenis Susu Formula untuk Bayi yang Perlu Diketahui