Anak-anak memiliki beragam perasaan selayaknya orang dewasa. Setiap anak juga memiliki karakteristik yang khas dan khusus yang dapat membedakan mereka dengan teman seusianya. 

 

Sejak bayi dilahirkan, ia sudah memiliki kemampuan untuk bereaksi secara emosional lho! Misalnya menangis, tersenyum, bahkan frustrasi. Bahkan beberapa peneliti meyakini bahwa beberapa minggu setelah lahir, bayi dapat memperlihatkan bermacam-macam ekspresi dari semua emosi dasar, termasuk kebahagiaan, perhatian, keheranan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kebosanan sesuai dengan situasinya.

 

Yuk, gali lebih dalam bagaimana perkembangan emosi anak Mums!

 

Baca juga: Mums, Yuk Bantu Si Kecil Mengembangkan Kecerdasan Emosionalnya!

 

Perkembangan Emosi dari Bayi Hingga Usia 12 Tahun

Dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K), Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak & Remaja dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, melalui siaran pers yang diterima Teman Bumil, menjelaskan bahwa anak-anak belum bisa bicara untuk mengemukakan perasaan mereka, sehingga mereka mengomunikasikan perasaan mereka dengan cara-cara lain.

 

“Terkadang anak-anak dapat mengekspresikan perasaan mereka melalui perilaku yang tidak tepat dan menimbulkan masalah,” jelas dr. Anggia.

 

Setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia 2-6 tahun, anak-anak pra-sekolah sudah dapat merasakan cinta dan mempunyai kemampuan untuk menjadi anak yang penuh kasih sayang,.

 

Di usia ini, anak sudah bisa merasakan anak lain yang sedang sedih, dan mulai merasa bersimpati dan ingin menolong. Namun, anak pra-sekolah baru dapat mengekspresikan satu emosi pada satu waktu, dan belum dapat memadukan emosi atau perasaan dari hal-hal yang membingungkan.

 

“Barulah di usia sekolah (6-12 tahun), kemampuan kognitif mereka mulai berkembang sehingga kemampuan untuk dapat mengekspresikan emosinya lebih bervariasi dan terkadang dapat mengekspresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang berbeda, bahkan bertolak belakang,” jelas dr. Anggia.

 

Ketika anak berusia 12 tahun ke atas, mereka sudah mampu menganalisis dan mengevaluasi cara mereka merasakan atau memikirkan sesuatu. Begitu juga terhadap orang lain, anak yang hampir memasuki masa remaja ini, sudah dapat merasakan bentuk empati yang lebih dalam.

 

Perbedaan dalam perkembangan emosi membutuhkan perhatian khusus agar anak memiliki kemampuan meregulasi emosi mereka dengan tepat.

 

Baca juga: Cara Mendeteksi Tanda-tanda Masalah Perkembangan Emosional pada Bayi

 

Cara Melatih Anak Mengatur Emosi

Memiliki anak dengan kecerdasan emosional memang memerlukan tahapan dan waktu yang tidak sebentar. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melatih anak meregulasi emosinya.

 

Berikut ini beberapa langkah untuk membantu anak memiliki regulasi emosi:

  • Kenali emosi/perasaan diri (name the feeling)

  • Kenali emosi/perasaan orang lain

  • Hadir dan dengarkan perasaan anak

  • Menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak

  • Tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah

  • Be a role model

  • Senang bermain dengan anak dan tertarik dengan aktivitas anak

  • Ajarkan teknik-teknik relaksasi (emotional toolbox)

 

Namun demikian, terkadang anak-anak dapat mengalami emosi yang negatif, yang terkadang menjadi ledakan emosi. Sebenarnya hal ini dianggap wajar. Namun, ledakan emosi pada anak harus diwaspadai apabila:

  • Tantrum dan ledakan (outbursts) terjadi pada tahapan usia perkembangan di mana seharusnya sudah tidak terjadi, yaitu di atas usia 7-8 tahun

  • Perilaku anak sudah membahayakan dirinya atau orang lain

  • Perilaku anak menimbulkan masalah serius di sekolah

  • Perilaku anak memengaruhi kemampuannya bersosialisasi dengan teman, sehingga anak “dikucilkan” oleh teman-temannya

  • Tantrum dan perilaku anak telah membuat distress atau kesulitan dalam keseharian keluarga

  • Saat anak merasa tidak mampu mengendalikan emosi marahnya dan merasa dirinya “buruk”

 

Beberapa Faktor Penyebab Masalah Emosi pada Anak

Ada beberapa faktor penyebab masalah emosi yang terjadi pada anak, antara lain:

  • ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

  • Kecemasan/anxiety

  • Trauma

  • Kesulitan belajar

  • Gangguan pemrosesan sensori (sensory processing issues)

  • Spektrum autisme

  • Sedikit mendapat kasih sayang dari keluarga maupun teman

  • Terlalu terikat dengan satu figur yang dominan

 

Kepercayaan terhadap orang tua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan dalam membentuk kepercayaan diri anak. Hal ini dapat membantu anak untuk meregulasi emosinya dan mendorongnya menjadi mandiri, serta berani mengambil risiko.

 

Apabila si kecil memiliki karakter ini, maka diharapkan anak dapat berperilaku tepat dalam lingkungan sosialnya dan terhindar dari masalah penyesuaian diri dalam hidupnya.

 

Baca juga: Selain Kecerdasan Intelektual, Ini Cara Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak!