Pernah enggak Kamu bertemu atau bahkan berteman dengan seseorang yang menurutmu sangat hiperaktif sehingga sulit untuk diatur? Jika pernah, coba deh cek beberapa gejalanya yang muncul. Apabila gejala yang timbul seperti di bawah ini, jangan-jangan orang tersebut menderita sebuah gangguan yang disebut dengan ADHD.

 

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder merupakan sebuah gangguan jangka panjang yang menyerang jutaan anak dengan gejala-gejala yang dapat berlangsung hingga mereka dewasa. Sebenarnya setiap orang berpotensi mengalami kondisi yang lebih sering kita kenal dengan istilah hiperaktif ini. Namun, umumnya kondisi ADHD lebih sering dialami oleh orang-orang dengan gangguan belajar.

 

Meskipun banyak dialami, namun penyebab ADHD sendiri sebenarnya belum dapat diketahui dengan pasti. Tetapi, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita ADHD, antara lain :

  1. Faktor keturunan dari ayah, ibu, atau saudara yang memiliki kondisi gangguan serupa atau gangguan mental lain.
  2. Kelahiran prematur sebelum usia kehamilan 37 minggu.
  3. Adanya kelainan pada struktur atau fungsi otak, seperti ketidakseimbangan kadar neurotransmiter dalam otak atau kinerjanya yang terganggu.
  4. Kerusakan otak yang terjadi dalam kandungan atau saat usia dini.
  5. Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi minuman keras, dan juga merokok selama masa kehamilan.
  6. Paparan racun dari lingkungan sekitar pada masa anak-anak, misalnya timah yang terkandung dalam cat.

 

Sebagian besar kasus ADHD dapat terdeteksi pada usia 6 hingga 12 tahun dan biasanya akan makin jelas ketika terjadi perubahan pada situasi di sekitar anak, misalnya saat mulai belajar di sekolah. Gejala umum yang timbul pada anak dengan ADHD, antara lain sulit berkonsentrasi serta munculnya perilaku hiperaktif dan impulsif. Anak-anak yang mengalami ADHD cenderung lebih rendah diri, sulit berteman, serta umumnya memiliki prestasi yang kurang jika dibanding anak tanpa ADHD.

 

ADHD cenderung lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Begitu juga dengan gejalanya, ADHD akan lebih mudah terdeteksi gejalanya jika dialami oleh anak laki-laki. Contohnya, pada anak laki-laki umumnya mereka akan memiliki perilaku yang lebih hiperaktif, sementara anak perempuan akan cenderung lebih diam dan sulit berkonsentrasi.

 

ADHD memang sebenarnya bukanlah kondisi yang dapat disembuhkan secara sepenuhnya. Namun, saat ini sudah ada beberapa langkah penanganan yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala ADHD sehingga penderitanya dapat menikmati hidup yang normal dan lebih berkualitas. Kombinasi obat dan terapi umumnya menjadi langkah penanganan terbaik bagi penderita ADHD.

 

Beberapa jenis obat yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala ADHD antara lain methylphenidate, dexamfetaminelisdexamfetamine atomoxetine, dan guanfacine. Kelima jenis obat tersebut dapat membuat penderita ADHD menjadi lebih tenang dan menurunkan sikap impulsifnya sehingga penderita dapat lebih fokus. Disamping penggunaan obat-obatan, penderita ADHD juga dapat menempuh beberapa jenis terapi seperti terapi perilaku kognitif atau CBT (Cognitive Behavioural Therapy), terapi psikologi, atau pelatihan interaksi sosial. Terapi-terapi ini juga berguna untuk menangani gangguan-gangguan lain yang mungkin menyertai ADHD, seperti depresi.

 

ADHD memang sangat erat kaitannya dengan masalah sulit berkonsentrasi dan sikap hiperaktif anak. Meski begitu, tidak semua anak yang mengalami hal tersebut digolongkan sebagai penderita ADHD. Maka dari itu, untuk memastikannya perlu kerja sama dari berbagai pihak dalam melakukan pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan fisik serta psikologis dari dokter anak dan ahli psikiatri. Semakin dini diagnosis dan penanganan yang dilakukan, maka akan semakin cepat pula bagi penderita untuk beradaptasi dengan kondisinya sekaligus dengan kehidupan sehari-harinya.