Alergi memang jarang menyebabkan kegawatan, namun sangat menurunkan kualitas hidup. Pada anak, alergi dapat membuat mereka tidak nyaman, kesakitan, hingga dalam jangka panjang menyebabkan gangguan tumbuh kembang.

 

Alergi makanan adalah alergi paling sering dialami anak. Diperkirakan, 30-40% penduduk dunia mengalami alergi, di mana terdapat 550 juta di antaranya mengalami alergi makanan. Alergi susu sapi dialami 7,5% penduduk dunia, dan 1,9-4,9% di antaranya anak-anak.

 

Dijelaskan Prof. Dr. dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A(K), M. Kes, Dokter Anak Konsultan Alergi Imunologi, bahwa protein susu sapi merupakan makanan penyebab alergi yang terbesar kedua setelah telur pada anak-anak di Asia.

 

“Kasein dan whey adalah protein dalam susu sapi yang menyebabkan reaksi alergi. Reaksi-reaksi ini dapat diperantarai Imunoglobulin E (IgE) atau non-IgE. Reaksi alergi yang diperantarai IgE cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih berat, memakan waktu lebih lama untuk sembuh tetapi lebih mudah untuk mendiagnosisnya,” jelas Prof. Budi dalam edukasi media bertema “Peran Penting Protein Soya Dukung Tumbuh Kembang Optimal si Kecil yang tidak Cocok Susu Sapi” yang diselenggarakan Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia, Rabu, 20 September 2023.

 

Mums bisa mengenali apakah si Kecil mengalami alergi susu sapi dengan mengamati gejalanya di tiga kategori berikut:

  • Gejala di kulit berupa dermatittis atopik, dengan angka kejadian 35%.

  • Gejala di saluran penapasan berupa asma (21%) dan rinitis alergi (20%).

  • Gejala pada saluran cerna termasuk gejala paling sering dialami berupa diare (53%) dan kolik (27%).

  • Gejala juga dapat berupa anafilaksis atau gejala alergi berat atau gawat darurat, angkanya mencapai 11%.

 

Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan dengan teliti dengan menanyakan riwayat perjalanan penyakit. Untuk memastikan si kecil mengalami alergi susu sapi, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik seperti tes prick test.

 

Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi alergi dapat berpotensi mengancam tumbuh kembang optimal anak. Sebab, anak tidak mendapatkan nutrisi penting dari pembatasan konsumsi susu sapi, sehingga berisiko mengalami kekurangan asupan nutrisi yang bisa memengaruhi tumbuh kembangnya.

 

Soya Bisa Jadi Alternatif Pengganti Susu Sapi

Anak yang tidak cocok susu sapi tetap membutuhkan asupan nutrisi seimbang untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab, anak tidak bisa mengonsumsi susu sapi serta makanan yang mengandung produk turunannya.

 

dr. Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK., Dokter Spesialis Gizi Klinik mengatakan, “Selain menimbulkan gejala, kondisi si Kecil yang tidak cocok susu sapi juga membuatnya rentan mengalami kekurangan mikronutrien penting, salah satunya adalah defisiensi zat besi. Padahal, zat besi merupakan salah satu nutrisi esensial yang dapat mendukung si Kecil yang tidak cocok susu sapi dapat tetap tumbuh maksimal, terutama untuk mendukung perkembangan kognitif anak,” jelasnya.

 

Risiko kekurangan zat besi yang lebih tinggi pada si Kecil yang tidak cocok susu sapi dapat disebabkan karena si Kecil mengalami pembatasan jenis asupan makanan yang tidak sesuai, sehingga dapat menyebabkan asupan nutrisi zat besi tidak adekuat. Namun tidak hanya Zat Besi, kombinasi Zat Besi dan Vitamin C dengan rasio yang sesuai dapat membantu meningkatkan penyerapan Zat Besi hingga dua kali lipat di dalam tubuh si Kecil.

 

Untuk mengatasinya, Mums tidak perlu khawatir karena ada alternatif pengganti susu sapi, yaitu susu soya. Menurut Prof. Budi, kualitas protein pada formula soya setara dengan protein pada formula berbahan dasar susu sapi

 

“Selain protein yang setara, soya mengadung serat, salah satunya prebiotik, yang merupakan makanan untuk bakteri baik di pencernaan. Jadi soya banyak kelebihannya,' jelas prof. Budi. Apalagi data menunjukkan 9 dari 10 anak Indonesia masih kekurangan asupan serat. Penelitian menyatakan bahwa pola makan rendah asupan serat merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya alergi. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan saat zat pemicu alergi (alergen) yang berasal dari lingkungan maupun makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, dapat terjadi gangguan pada keseimbangan mikrobiota usus yang memicu respons sistem imun yang menimbulkan reaksi alergi pada anak.

 

“Selain harus memperhatikan kecukupan mikronutrien, asupan makanan berserat juga tidak bisa diremehkan pada anak yang tidak cocok susu sapi. Sebab, serat dapat membantu optimalisasi kesehatan saluran cerna yang krusial bagi tumbuh kembang dan kesehatannya. Sehingga, jika asupan serat harian tidak tercukupi dengan baik dapat memengaruhi terjadinya gangguan kesehatan, salah satunya kejadian alergi pada anak,” tambah dr. Juwalita.

 

Mums pun tidak perlu khawatir dengan mitos yang menyatakan anak laki-laki jadi feminin karena mengonsumsi soya. Hal ini sudah diteliti dan tidak terbukti. Selain mematahkan mitos tersebut, hasil penelitian juga menemukan reaksi alergi susu soya pada anak yang alergi susu sapi juga sangat kecil, sekitar 2.5%.