Istilah “prediabetes” disematkan pada orang yang mengalami kenaikan kadar gula darah sedikit di atas normal, tetapi belum cukup tinggi untuk bisa dikatakan diabetes. Prediabetes diyakini menjadi awal datangnya diabetes, jika tidak segera dilakukan intervensi. Jadi jika Kamu dinyatakan prediabetes, Kamu patut waspada ya karena dalam jika Kamu tidak mengubah gaya hidup, dalam beberapa tahun ke depan status prediabetes Kamu akan menjadi diabetes.  

Di sisi lain, terdagnosis prediabetes bisa jadi menjadi keuntungan. Mengapa? Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, Kamu memiliki kesempatan menghindarinya. Prediabetes ini menjadi alarm bagi Kamu untuk membalikkan keadaan dan dapat terhindar dari berbagai komplikasi di masa depan akibat diabetes. 

 

Bagaimana mengelola prediabetes agar tidak berkembang menjadi diabetes? Apakah bisa diobati saja dengan obat antidiabetes? Berikut ini semua hal yang perlu Kamu tahu tentang cara mengendalikan prediabetes dilansir dari heart.org:

 

Baca juga: Gejala Diabetes Bisa Diketahui 20 Tahun Sebelum Terdiagnosis!
 

Perubahan Gaya Hidup adalah Keharusan

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan prediabetes apabila hasil pemeriksaan HbA1c (gula darah rata-rata dalam 2-3 bulan) adalah 5,7 – 6,4%. Angka ini dinyatakan sebagai batas risiko seseorang memiliki diabetes. Maka jika hasil pemeriksaan gula darah HbA1c menunjukkan angka itu, perubahan gaya hidup adalah satu-satunya cara menghindari diabetes. 

 

Tanpa perubahan gaya hidup, menurut ADA, sekitar 15 sampai 30% orang dengan prediabetes akan memiliki diabetes tipe 2 dalam waktu 5 tahun ke depan. Tiga perubahan gaya hidup yang paling penting dilakukan seorang yang dinyatakan prediabetes adalah mengatur diet dan pola makan menjadi lebih sehat, rajin berolahraga, dan menurunkan berat badan agar tidak kelebihan atau obesitas.

 

Pada orang dengan prediabetes, diet dan olahraga teratur dapat menurunkan risiko diabetes sampai 58%. Bandingkan dengan pendekatan farmakologi berupa pemberian obat-obatan seperti metformin, yang hanya menurunkan risiko diabetes tipe 2 sebesar 31%. Ini merupakan hasil penelitian Diabetes Prevention Program Outcomes Study.

 

Selain ketiga hal tadi, kebiasaan buruk seperti merokok, mengonsumsi alkohol, dan stres, juga harus dihentikan atau dihindari. Tidak semua perubahan ini harus dilakukan sekaligus, karena bisa jadi malah membuat stres. Lakukan satu per satu yang paling mudah. Jika sudah berhasil menjalani diet sehat, cobalah mulai rutin berolahraga, kemudian bertahap hentikan kebiasaan merokok jika Kamu perokok.

 

Baca juga: Ternyata, Bersepeda Bisa Mencegah Diabetes Tipe 2
 

 

 

Apakah Boleh Minum Obat untuk Diabetes?

Selain mengubah gaya hidup, apakah perlu mengonsumsi obat-obatan untuk diabetes? Dokter biasanya akan melihat kondisi pasien terlebih dahulu. Bisa jadi dokter akan memberikan obat anti diabetes jika memang diperlukan atau karena risiko tinggi prediabetes akan berkembang menjadi diabetes. Obat diberikan setelah dilakukan cek gula darah terutama HbA1c. Jenis obat anti diabetes lantas ditentukan berdasarkan seberapa tinggi kenaikan gula darah.

 

Ingat, meskipun dokter memberikan obat-obatan bukan berarti perubahan gaya hidup tidak penting lagi. Keduanya harus dilakukan bersama agar hasilnya optimal. Bahkan pada beberapa kasus, ada yang berhasil membalikkan kondisi prediabetes atau menunda datangnya diabetes, dengan hanya menerapkan perubahan gaya hidup saja.

 

Terapi Lebih Agresif Apakah Perlu?

Sebagian ahli berpendapat bahwa untuk kondisi prediabetes, terapi agresif diperlukan. Pihak yang mendukung meyakini bahwa obat harus diberikan di samping perubahan gaya hidup. Faktanya, meskipun jumlah penderita prediabetes di Amerika Serikat mencapai sepertiga dari total penduduk dewasa, namun sangat jarang yang mengonsumsi obat-obatan. 

 

Laporan yang dikeluarkan Diabetes Care tentang penggunaan obat diabetes metformin, misalnya, hanya sekitar 7% penderita prediabetes yang mengonsumsinya. Panduan tentang penanganan kondisi prediabetes pun kerap berubah-ubah. Sebagian ahli merasa pemberian obat pada kondisi prediabetes berlebihan dan tidak perlu, cukup dengan mengubah gaya hidup saja.

 

Baca juga: Banyak Penderita Diabetes di Indonesia Tidak Tahu Dirinya Mengidap Diabetes

 

Jadi terapi untuk prediabetes ini memang sangat individual, Gengs! Bagi orang yang memiliki pemahaman baik tentang diabetes, dan mampu mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat, mungkin ia tidak membutuhkan pengobatan. Tetapi bagi yang sulit mengubah gaya hidup, mau tidak mau harus dibantu dengan pengobatan. Tujuannya semata-mata untuk menghindari atau menunda diabetes melitus tipe 2. Tetapi tetap saja, perubahan gaya hidup tetap diutamakan, sebelum terapi berbasis obat-obatan. (AY)