Setiap tahunnya, bulan April selalu diperingati sebagai Bulan Kesadaran Autisme. Dan pada tanggal 2 April tepatnya, dunia merayakannya sebagai Hari Autisme Sedunia. Peringatan ini disetujui oleh PBB dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan serta menumbuhkan dukungan dunia terhadap para penyandang autisme.

 

Sayangnya, hingga saat ini tak sedikit mitos autisme yang keliru dan pada akhirnya justru membuat penyandang autisme merasa terasingkan dari masyarakat. Padahal, dukungan dan bantuan sekecil apapun sangat dibutuhkan oleh penyandang autisme.

 

Nah, supaya Kamu tidak memiliki pandangan yang keliru lagi karena hanya mengetahui mitos autisme, berikut ini GueSehat berikan juga nih fakta-fakta autisme, Gengs!

 

Baca juga: Ini yang Perlu Diketahui tentang Autisme!

 

Mitos: Penyandang autisme anti sosial.

Faktanya, seorang penyandang autisme mungkin memang memiliki kesulitan dalam melakukan keterampilan sosial sehingga mereka sulit berinteraksi. Mereka juga mungkin terlihat agak pemalu atau tidak ramah, tetapi itu hanya karena mereka tidak dapat mengomunikasikan keinginannya saat bersosialisasi layaknya orang pada umumnya.

 

Mitos: Penyadang autisme tidak dapat merasakan atau mengekspresikan emosi apapun seperti senang atau sedih.

Faktanya, autisme tidak membuat seseorang tidak dapat merasakan emosi. Mereka tetap bisa merasakan bahagia ataupun sedih. Hanya saja, cara mereka dalam mengekspresikannya berbeda dengan orang-orang lain.

 

Mitos: Penyandang autisme tidak bisa memahami emosi orang lain.

Faktanya, autisme memang sering memengaruhi kemampuan penyandangnya dalam memahami komunikasi yang tidak terucap. Alhasil, penyandang autisme mungkin akan kesulitan untuk mendeteksi ekpresi sedih, marah, atau senang hanya berdasarkan bahasa tubuh atau nada bicara seseorang.

 

Tetapi, ketika emosi tersebut dikomunikasikan secara langsung atau verbal, penyandang autisme lebih mungkin menunjukkan empati dan perhatiannya pada orang tersebut.

 

Mitos: Autisme adalah kondisi cacat intelektual.

Faktanya, sejumlah penyandang autisme justru memiliki kemampuan luar biasa. Banyak pula dari mereka yang memiliki IQ normal atau bahkan lebih tinggi dan unggul dalam matematika, musik, olahraga, atau hal lainnya.

 

Baca juga: Lakukan Deteksi Dini Autisme pada Anak

 

Mitos: Autisme hanyalah gangguan otak biasa.

Faktanya, penelitian telah menunjukkan bahwa banyak orang dengan autisme juga memiliki kondisi yang menyertai seperti epilepsi, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan dan alergi.

 

Mitos: Autisme hanya terjadi pada masa anak-anak.

Faktanya, anak-anak dengan kondisi autisme akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga memiliki kondisi autisme.

 

Mitos: Autisme disebabkan pengasuhan yang buruk dari orang tua.

Faktanya, meski pada tahun 1950-an sempat beredar teori yang menyatakan bahwa autisme disebabkan oleh pengasuhan dari ibu yang tidak memiliki kehangatan sosial, nyatanya hal tersebut tidak terbukti.

 

Baca juga: Jangan Lakukan Hal Ini saat Hamil untuk Hindari Autisme!

 

Mitos: Autisme adalah penyakit mental.

Faktanya, autisme bukanlah penyakit mental, melainkan kondisi neurologis yang menyebabkan otak memproses informasi secara berbeda. Autisme tidak digolongkan sebagai penyakit mental. Ini karena autisme dimiliki penyandangnya sejak lahir dan menjadi bagian dari hidup mereka.

 

Seseorang dengan autisme mungkin juga memiliki penyakit mental seperti depresi, mudah gelisah, dan gangguan obsesif kompulsif. Namun, bukan berarti orang-orang dengan kondisi penyakit mental ini juga pasti mengalami autisme.

 

Mitos; Autisme dapat disembuhkan.

Faktanya, autisme adalah kondisi yang memengaruhi kehidupan seseorang sejak ia lahir hingga meninggal. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang dapat menunjukkan penyebab pastinya.

 

Intervensi bantuan dari orang sekitar dapat membantu penyandang autisme mempelajari keterampilan yang mereka belum miliki. Namun, itu bukan berarti dapat menyembuhkan atau menghilangkan kondisi autisme.

 

Mitos: Autisme disebabkan oleh pemberian vaksin.

Faktanya, tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin. Memang pada tahun 1998, seorang dokter asal Inggris bernama Andrew Wakefield sempat menerbitkan sebuah makalah yang menghubungkan antara vaksin MMR dengan autisme. Hal tersebut sontak membuat banyak orang memercayainya bahkan takut untuk melakukan vaksin.

 

Namun, penelitian selanjutnya telah menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian vaksin dengan autisme. Alhasil, makalah Wakefield akhirnya ditarik dan membuatnya kehilangan lisensi medisnya.

 

Autisme bukanlah kondisi yang membuat penyandangnya harus dikucilkan atau tidak dianggap. Hindari langsung percaya terhadap mitos seputar autisme, karena ini hanya akan membuat kita memandang negatif para penyandang autisme. Sebaliknya, sebagai orang-orang di sekitarnya, kita harus senantiasa memberikan dukungan serta bantuan bagi mereka. (BAG)

 

Baca juga: Mengenal Asperger dan Perbedaannya dengan Autisme

 

 

Sumber:

"Myths about autism" - Ambitious about Autism

"Myths & Facts of Autism" - Autism Resource Centre Singapore

"Myths About Autism" - Parents

"11 Myths About Autism" - Autism Speaks