Tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Kesadaran Autisme Sedunia (World Autism Awareness Day). Tahun 2019 merupakan tahun ke-20 diperingatinya hari tersebut.

 

Istilah autisme mungkin tidak terlalu asing di telinga, ya? Namun, siapa tahu ada dari kita yang belum memahami apa sebenarnya autisme itu. Pada tulisan ini, akan dibahas beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang autisme!

 

Apa itu autisme?

Autisme atau autism spectrum disorder (ASD) merupakan kondisi disabilitas perkembangan, yang dapat menyebabkan kendala pada fungsi sosial, komunikasi, dan perilaku.

 

Walaupun dapat didiagnosis pada semua kelompok umur, umumnya gangguan ini terdeteksi di masa kanak-kanak. Karenanya, autisme dikategorikan sebagai gangguan perkembangan.

 

Autisme pada anak tidak memiliki perbedaan penampilan dengan anak pada umumnya. Namun, mereka mungkin akan berkomunikasi, berinteraksi, berperilaku, serta belajar dengan cara yang berbeda dan bervariasi.

 

Baca juga: Terapi Musik untuk Berbagai Kondisi Kesehatan

 

Hal ini menyebabkan sebagian anak dengan autisme membutuhkan bantuan khusus, agar bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

 

Sebagian besar orang masih relatif asing dengan istilah autism spectrum disorder (ASD). Sebelum istilah ini digunakan, terdapat beberapa istilah lain, seperti gangguan autistik (autisme klasik), pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS), dan Asperger syndrome.

 

ASD mencakup keseluruhan gangguan tersebut. Kata “spektrum" digunakan karena terdapat variasi yang luas, dari segi tipe dan derajat keparahan yang dialami orang-orang dengan gangguan ini.

 

Autisme tergolong gangguan yang angka kejadiannya relatif tinggi serta jumlah kasusnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa 1 dari 59 anak di Amerika Serikat mengalami ASD.

 

Oleh karena itu, tidak heran American Academy of Pediatrics merekomendasikan setiap anak di Amerika Serikat untuk menjalani skrining terhadap adanya gangguan spektrum autisme ini.

 

Baca juga: Miskonsepsi dan Mitos tentang Autisme

 

Apa saja gejala dari autisme?

Sesuai dengan definisi yang sudah dijelaskan sebelumnya, mereka yang mengalami autisme akan mengalami kendala dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

 

Mereka cenderung memiliki ketertarikan spesifik yang terbatas pada suatu hal tertentu, serta sering kali menunjukkan perilaku yang bersifat repetitif (diulang-ulang).

 

Gejala mungkin tidak akan sama antara satu orang dengan orang lainnya. Namun, beberapa contoh di bawah ini cukup sering diamati pada mereka dengan autisme, antara lain:

  • Sedikit sekali atau tidak konsisten membuat kontak mata saat diajak berinteraksi.

 

  • Cenderung tidak memperhatikan (melihat atau mendengar) orang yang mengajaknya berkomunikasi.

 

  • Tidak menunjuk ke arah objek-objek yang umumnya menimbulkan rasa tertarik (contoh: pesawat terbang yang melintas di langit).

 

  • Menunjukkan mimik wajah, gerakan, atau gestur tubuh yang tidak sesuai dengan apa yang sedang dikatakan.

 

  • Tidak atau lambat merespons seseorang yang memanggil namanya.

 

  • Dapat berbicara panjang lebar tentang sesuatu yang menarik baginya tanpa mempedulikan apakah orang di sekelilingnya tertarik untuk mendengarkan.

 

  • Mengalami kesulitan untuk memahami perasaan atau sudut pandang orang lain, ataupun berbicara mengenai perasaannya sendiri.

 

  • Tidak menyukai kontak fisik, seperti disentuh atau mendapatkan pelukan.

 

  • Cenderung suka menyendiri atau tidak tertarik sama sekali kepada orang lain.

 

  • Cenderung sering mengulang suatu perilaku, baik yang biasa maupun yang relatif tidak biasa. Contohnya mengulangi kata-kata atau perbuatan tertentu.

 

  • Memiliki ketertarikan yang berlebih pada topik tertentu.

 

  • Mudah marah bila mengalami perubahan rutinitas, walaupun hanya sedikit.

 

  • Memiliki sensitivitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kebanyakan orang terhadap stimulus sensorik, seperti cahaya, suara, atau suhu.

 

Kendati demikian, sangat tidak disarankan untuk melakukan diagnosis mandiri autisme pada anak hanya karena ia menunjukkan satu atau dua perilaku yang mirip dengan gejala-gejala di atas.

 

Diagnosis autisme hanya dapat dibuat oleh dokter yang berkompeten di bidangnya. Secara umum, tahap diagnosis autisme pada anak mencakup skrining perkembangan (developmental screening), yang dapat dilakukan pada setiap kunjungan rutin ke dokter anak.

 

Apabila dokter mencurigai ada gejala yang mengarah ke ASD, maka juga akan dilakukan evaluasi diagnostik komprehensif (comprehensive diagnostic evaluation). Evaluasi ini melibatkan dokter anak spesialis tumbuh kembang, ahli saraf anak, serta psikolog atau psikiater anak.

 

Apa yang menyebabkan terjadinya autisme?

Walaupun banyak rumor yang beredar tentang hal-hal yang menyebabkan terjadinya autisme, faktanya penyebab pasti dari masalah ini belum dapat dijelaskan secara rinci hingga sekarang.

 

Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada berbagai kasus yang terjadi, faktor risiko yang meningkatkan peluang terjadinya autisme, mencakup faktor genetik, biologis, serta lingkungan.

 

Baca juga: Tips Berinteraksi dengan Penderita Autisme

 

Peneliti telah menemukan jenis gen yang diduga terkait dengan kecenderungan seseorang dapat mengalami autisme. Selain itu, kejadian autisme lebih tinggi terjadi pada anak yang memiliki saudara kandung dengan autisme pula, mengalami kelainan kromosom tertentu, terpapar konsumsi obat-obatan tertentu pada saat di dalam rahim, serta usia orang tua pada saat kehamilan terjadi.

 

Autisme dapat terjadi pada semua kelompok ras, etnik, dan sosioekonomik. Namun, kejadiannya lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.

 

Apakah autisme dapat disembuhkan?

Sayangnya, hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan autisme. Namun, banyak pendekatan, baik menggunakan obat maupun nonobat, untuk membantu orang-orang dengan autisme agar mampu memperbaiki gangguan perkembangan serta hidup dengan nyaman di lingkungannya.

 

Penanganan autisme pada anak dapat dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis dibuat. Meski begitu, beberapa terapi khusus seperti terapi wicara pada kasus suspek autisme dengan speech delay (keterlambatan bicara) umumnya tidak perlu ditunda sampai diagnosis autisme ditegakkan.

 

Di Hari Kesadaran Autisme Sedunia, apa yang bisa dilakukan?

Orang-orang dengan autisme membutuhkan lingkungan yang suportif untuk dapat hidup dengan nyaman. Kita dapat memulai hal baik dengan tidak memandang mereka sebelah mata sebagai kaum disabilitas, apalagi menganggap autisme sebagai suatu gangguan kejiwaan.

 

Orang dengan autisme hanya memandang dunia  dengan cara yang berbeda. Banyak di antara mereka yang bahkan memiliki kemampuan luar biasa, seperti mampu mempelajari sesuatu secara mendetail, memiliki daya ingat yang sangat kuat, dapat belajar dengan kecepatan jauh di atas rata-rata, ataupun unggul dalam berbagai bidang keilmuan maupun seni.

 

Hal baik berikutnya yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak menjadikan kata autis sebagai kata untuk mengolok-olok, seperti “Gitu tuh dia orangnya, kalau udah pegang handphone mulai autis, deh!” Let’s show some respect to people with ASD! Salam sehat.

 

Baca juga: Tips Merawat Anak dengan Autisme

 

 

Referensi:

Centers for Disease Control and Prevention: What is Autism Spectrum Disorder?

Centers for Disease Control and Prevention: Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR)

AutismSpeaks.org: CDC increases estimate of autism’s prevalence by 15 percent, to 1 in 59 children

The National Institute of Mental Health Information Resource Center: Autism Spectrum Disorder