Asma adalah salah satu penyakit saluran pernapasan yang paling banyak ditemui di dunia, termasuk di Indonesia. Data dari Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat ada sekitar 2,4 persen penduduk Indonesia yang memiliki riwayat penyakit asma.

 

Asma sendiri adalah suatu kondisi di mana terjadi penyempitan dan radang pada saluran pernapasan, serta adanya produksi mukus yang berlebihan. Hal ini menyebabkan pasien dengan asma mengalami kesulitan bernapas. Asma juga dapat membuat pasien batuk dan nafas menjadi berbunyi.

 

Asma dapat menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Asma memang belum dapat disembuhkan, namun asma dapat dikontrol agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan agar tidak terjadi serangan asma yang dapat membahayakan jiwa.

 

Baca juga: Benarkah Penderita Asma Lebih Berisiko Terinfeksi Coronavirus?

 

Obat-obatan untuk Mengatasi Asma

Salah satu cara menjaga agar asma tetap terkontrol adalah dengan penggunaan obat-obatan. Sebagai apoteker di rumah sakit, saya cukup sering bertemu dengan pasien asma dan dengan demikian memberikan edukasi juga mengenai obat-obatan mereka.

 

Seorang pasien dengan asma bisa mendapatkan lebih dari satu obat dengan tujuan penggunaan yang berbeda-beda. Sehingga penting bagi pasien untuk mengetahui macam-macam obat asma dan tujuan serta cara penggunaannya dengan tepat.

 

Secara garis besar, ada dua tipe obat asma. Tipe pertama adah obat yang digunakan untuk mengontrol asma dan digunakan dalam jangka panjang, atau biasa disebut dengan preventer. Tipe kedua adalah obat yang digunakan saat terjadi serangan asma, lazim dikenal dengan nama reliever.

 

Baik obat pengontrol maupun pereda serangan asma kebanyakan berbentuk inhaler, namun ada juga obat yang diberikan dengan cara diminum.

 

1. Obat-obat pengontrol jangka panjang (preventer)

Sesuai namanya, obat asma tipe ini digunakan untuk mengontrol asma dan mencegah agar tidak terjadi serangan asma. Obat ini biasanya digunakan dalam jangka panjang dan secara terus menerus. Jadi, tidak hanya digunakan pada saat ada serangan asma saja. Ada beberapa jenis obat yang masuk ke dalam tipe ini, dimana perbedaannya adalah dari mekanisme kerja masing-masing obat.

 

Yang pertama adalah kortikosteroid hirup seperti budesonide dan fluticasone. Obat kortikosteroid hirup bekerja meredakan peradangan yang menyebabkan saluran pernapasan menyempit. Obat ini juga mengurangi produksi mukus atau lendir di saluran napas.

 

Obat kedua adalah beta-agonis kerja panjang yang juga dihirup lewat inhaler, seperti formoterol dan salmeterol. Obat jenis ini membuat otot di saluran pernapasan menjadi rilleks dan demikian mencegah terjadinya sesak napas. Biasanya obat jenis ini diberikan dalam kombinasi dengan kortikosteroid hirup.

 

Selain obat yang digunakan dengan cara dihirup, asma juga dapat dikontrol dengan obat yang diminum seperti montelukast dan teofilin. Montelukast bekerja menghambat leukotrien, suatu senyawa yang berperan dalam reaksi alergi, sedangkan teofilin bekerja merelaksasi otot saluran napas.

 

Obat tipe preventer ini kurang cocok digunakan pada saat terjadi serangan asma, karena dibutuhkan waktu beberapa saat hingga obat mulai bekerja.

 

Baca juga: Hindari 6 Kebiasaan Berikut Agar Gejala Asma Tidak Semakin Parah!

 

2. Obat saat terjadi serangan (reliever)

Berbeda dengan obat tipe preventer yang sudah disebutkan di atas, obat reliever biasanya tidak digunakan secara rutin. Obat ini hanya digunakan jika terjadi serangan asma, dengan tujuan agar gejala serangan asma seperti sesak napas dapat segera teratasi. Obat-obatan ini memiliki mula kerja yang cepat sehingga cocok digunakan dalam kondisi serangan asma.

 

Contoh obat tipe ini adalah salbutamol dalam bentuk inhaler, ataupun gabungan salbutamol dan ipratropium yang diberikan dengan cara inhalasi uap.

 

Nah Geng Sehat, itu dia dua tipe obat yang digunakan dalam terapi asma. Obat tipe preventer yang digunakan secara rutin untuk mengontrol asma agar tidak menganggu aktivitas harian, dan tipe reliever yang digunakan saat terjadi serangan asma untuk dengan cepat mengontrol gejala sesak napas yang timbul saat serangan asma. 

 

Karena obat-obatan asma kebanyakan berbentuk inhaler, sebaiknya diperhatikan juga tatacara menggunakan inhaler dengan benar. Tak jarang teknik penggunaan inhaler yang salah menyebabkan pasien tidak mendapatkan efek yang paling maksimal dari obat tersebut dan membuat kondisi asma menjadi tidak terkontrol dengan baik.

 

Selain penggunaan obat, pasien dengan asma juga sebaiknya menghindari hal-hal yang dapat  memicu kekambuhan asma, misalnya makanan atau zat tertentu yang dapat menyebabkan alergi yang berujung pada asma. Salam sehat!

 

Baca juga: Cara Membersihkan dan Menjaga Paru-paru

 

 

Referensi:

So, J., Mamary, A. and Shenoy, K., 2018. ASTHMA: DIAGNOSIS AND TREATMENT. European Medical Journal, 3(4), pp.111-121.

Asthma treatment, 2015. Asthma and Allergy Foundation of America.