Data WHO pada 2018 memperkirakan, saat ini terdapat sekitar 1,3 miliar orang di seluruh dunia yang hidup dengan gangguan penglihatan. Ini tentunya dapat memengaruhi kualitas hidup karena membatasi seseorang memperoleh akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

 

Ada banyak masalah gangguan penglihatan, seperti katarak, retinopati diabetik (RD), kelainan bola mata atau SSP abnormal, glaukoma, kelainan refraksi, kelainan segmen posterior non RD, kekeruhan kornea non trachoma, ptosis (mata sayu), pterygium, dan kekeruhan kornea mata karena trachoma.

 

Geng Sehat pernah mendengar tentang low vision? Berdasarkan data dari Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, angka penderita low vision di Indonesiamencapai 1,2%, baik pada wanita maupun pria. Yuk, berkenalan dengan salah satu gangguan mata ini!

 

Apa Itu Low Vision?

Low vision merupakan salah satu gangguan penglihatan yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan. Hal ini mengakibatkan terbatasnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Low vision berbeda dengan buta. Meski sudah dilakukan pengobatan, penurunan penglihatan yang sudah terjadi tidak dapat diperbaiki.

 

Baca juga: Kenali 7 Penyebab Mata Sayu

 

Apa Saja Tanda-tandanya?

Mengutip dari American Association for Pediatric Ophthalmology and Strabismus, beberapa tanda low vision adalah kesulitan mengenali wajah serta mengukur jarak objek seperti tangga, trotoar, dan dinding. Selain itu, seperti dilansir dari nhs.uk, gejala lain low vision yaitu:

  • Objek berwarna terlihat pudar.

  • Garis lurus terlihat miring.

  • Sulit membaca meski sudah menggunakan kacamata atau lensa kontak.

  • Sulit mengemudi di malam hari.

 

Penyebabnya pada Anak-anak

Low vision bisa terjadi di masa kanak-kanak akibat albinisme, katarak pada anak, glaukoma pada anak, nistagmus, dan kelainan saraf retina dan optik.

 

Pemeriksaan Low Vision

Pemeriksaan low vision berbeda-beda, tergantung pada usia anak. Dokter spesialis mata akan mencari tahu fungsi penglihatan anak sebanyak mungkin, meliputi ketajaman visual (seberapa jelas objek dapat dilihat), gangguan refraktif (bantuan kacamata untuk meningkatkan penglihatan), lapang pandang (seberapa lebar pandangan), fungsi otot mata (garis mata dan kemampuan bola mata untuk berputar ke berbagai arah), serta bagaimana melihat warna. Pemeriksaan tambahan yang biasanya direkomendasikan adalah electroretinogram (ERG) dan visual evoked potential (VEP).

 

Baca juga: Mengenal Retinopati Prematuritas yang Dialami Anak Surya Saputra

 

Intervensi Dini Apa yang Bisa Dilakukan?

Anak-anak di bawah usia 3 tahun dapat mendapatkan intervensi dini terkait masalah low vision. Intervensi akan melibatkan tim dari tenaga pendidik khusus, bekerja sama dengan orang tua serta pengasuh. Perawatan lain yang bisa dilakukan adalah penggunaan kacamata, lensa kontak, kaca pembesar, binokular, dan teleskop.

 

Agar gangguan penglihatan tidak semakin parah dan tidak berujung pada kebutaan, seseorang harus selalu menjaga kesehatan mata. Pasalnya, 90,7% kebutaaan sebenarnya dapat dicegah dan ditangani, sedangkan hanya 9,3% yang tidak dapat dicegah. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, seperti menjaga pola hidup sehat, mengonsumsi makanan bergizi, dan rutin melakukan pemeriksaan mata.

 

Dalam rangka perayaan Hari Penglihatan Dunia 2018, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Komite Mata Nasional (Komatnas), dan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), Standard Chartered Bank Indonesia mengadakan acara bertema “Eyecare Everywhere”, yang puncaknya diadakan pada Minggu, 4 November 2018, di Jakarta.

 

Baca juga: Inilah Pertolongan Pertama Cedera Mata

 

Sejumlah kegiatan pun dilakukan, di antaranya mengadakan pemeriksaan mata gratis kepada anak-anak penyandang disabilitas yang berada di bawah naungan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), mengadakan pemeriksaan mata gratis kepada 1.000 anak usia 3-18 tahun di 5 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Jakarta Selatan, penyerahan kacamata kepada 150 anak, serta melalui Hellen Keller International, memberikan pelatihan SIGALIH ( Sistem Informasi Gangguan Penglihatan) kepada 20 tenaga kesehatan di Gowa, Sulawesi Selatan. SIGALIH merupakan aplikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, untuk mencatat berbagai laporan seputar kesehatan mata warga Indonesia melalui deteksi dini di Posbindu.

 

Rino Donosepoetro, CEO Standard Chartered Bank Indonesia, menjelaskan bahwa komitmen mengurangi angka kebutaan yang dapat dihindari melalui program Seeing in Believing telah dilaksanakan selama 15 tahun di sejumlah negara tempat bank beroperasi. Di Indonesia, program ini telah menjangkau 3 wilayah, yaitu Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Sedikitnya 2.300 anak dari sekolah berkebutuhan khusus telah menerima layanan pemeriksaan mata dan 1.302 anak telah menerima layanan penanganan penglihatan mata yang berkurang (low vision service).

 

Gangguan penglihatan dan kebutaan, termasuk low vision, tidak hanya menjadi masalah kesehatan utama, melainkan juga menjadi masalah sosial. Karenanya, setiap lapisan masyarakat memiliki andil untuk memeranginya. Selalu jaga kesehatan mata, ya! (AS/AY)

 

Baca juga: Ingin Daya Penglihatan Lebih Tajam? Coba Deh Konsumsi Makanan Ini!