Akhir-akhir ini, cuaca seperti tidak menentu ya Mums. Misalnya cuaca yang sangat panas mencapai 33-34 derajat Celcius. Kalau melihat ke belahan dunia lain, banyak bencana terjadi karena perubahan iklim seperti kekeringan yang berkepanjangan, atau cuaca panas di negara 4 musim.

 

Perubahan iklim yang ekstrem ini ternyata memengaruhi kesehatan anak-anak. Kenapa anak-anak? Karena anak-anak bukanlah orang dewasa kecil. Kesehatan mereka lebih mudah terpengaruh secara langsung oleh perubahan iklim.

 

Baca juga: Cuaca Panas Meningkatkan Gula Darah, Tips Mengelola Diabetes di Cuaca Panas yang Ekstrem

 

Dampak Krisis Iklim pada Anak

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak saat ini akan menghadapi sekitar tiga kali lebih banyak bencana iklim daripada orang dewasa. Data Kementerian Kesehatan tentang Data & Informasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor Kesehatan 2021 menjelaskan bahwa penyakit yang berkaitan dengan salah satunya perubahan iklim yaitu, diare, pneumonia, infeksi saluran pernafasan akut, serta beberapa masalah gizi seperti stunting dan underweight.

 

Meningkatnya suhu dan penurunan kualitas udara mempengaruhi anak-anak dengan meningkatkan serangan asma dan alergi. Perubahan iklim membuat gelombang panas lebih panas dan lebih lama, dan berpotensi berbahaya bagi anak-anak untuk bermain di luar.

 

Ketika mereka menghabiskan waktu di luar ruangan, itu dapat menyebabkan stres panas dan paparan yang lebih besar terhadap serangga pembawa penyakit seperti kutu dan nyamuk.

 

Suhu yang lebih hangat dapat memungkinkan serangga yang membawa penyakit untuk hidup di tempat-tempat di mana mereka tidak dapat melakukannya di masa lalu. Misalnya nyamuk yang membawa demam berdarah, malaria, dan zika sudah memperluas jangkauannya akibat suhu meningkat dan pola curah hujan berubah di seluruh dunia.

 

Penyakit yang menyebar melalui air dan makanan yang terkontaminasi juga dapat meningkat seiring dengan curah hujan yang lebih deras yang disertai dengan perubahan iklim. Banjir dikaitkan dengan wabah penyakit diare yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Jamur yang tumbuh di rumah yang terendam banjir dapat memicu alergi.

 

Belum lagi berbicara kualitas udara. Polusi udara menyumbang 20% dari kematian bayi baru lahir di seluruh dunia, sebagian besar terkait dengan komplikasi berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur.

 

Ribuan anak di bawah usia 5 tahun meninggal sebelum waktunya setiap tahun akibat infeksi saluran pernapasan bawah yang disebabkan oleh polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil.

 

Karbon dioksida, yang memicu perubahan iklim, juga menyebabkan lebih banyak produksi serbuk sari pada tanaman yang memicu alergi musiman.Pemanasan juga menyebabkan musim semi lebih awal dan musim tanam yang lebih lama bagi banyak tanaman alergen.

 

Suhu panas menyebabkan lebih banyak ozon di permukaan tanah, polutan yang menyebabkan serangan asma pada anak-anak. Ozon diproduksi ketika bahan kimia yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil terkena sinar matahari dan panas.

 

Cuaca panas dan kering dapat memicu kebakaran hutan, menciptakan polutan udara yang berbahaya, dan merusak pertanian. Kebakaran ini kemungkinan akan menjadi lebih umum di abad ke-21 karena efek perubahan iklim.

 

Baca juga: Cuaca Dingin Picu Sakit Kepala

 

Anak-anak Perlu Dilindungi Haknya

Oleh karena itu, Dalam rangka Hari Anak nasional 2022, Save the Children Indonesia mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak anak yang berfokus pada membangun ketahanan atau resiliensi anak dan keluarga, terutama mereka yang paling terdampak situasi buruk krisis iklim dan pandemi COVID-19.

 

Save Children Indonesia menyelenggarakan Pekan Berpihak Pada Anak yang dilaksanakan pada 22–28 Juli 2022 lalu. Rangkaian acara ini bertujuan menyuarakan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang telah dilakukan oleh Save the Children Indonesia bersama berbagai mitra, anak, dan orang muda, dalam membangun ketahanan anak, terutama yang paling terdampak krisis iklim.



“Krisis iklim juga merupakan krisis pada hak-hak anak. Anak-anak menanggung beban berat dari dampak krisis iklim. Untuk itu penting agar upaya pemenuhan hak anak juga menyasar pada membangun ketahanan dimulai dari peningkatan kesadaran tentang aksi adaptasi krisis iklim, mendukung ekonomi keluarga, memastikan layanan dasar kesehatan pada anak terpenuhi, mendapat perlindungan sosial, serta hak pendidikan anak,” jelas Troy Pantouw, selaku Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media.



Dampak krisis iklim ini bisa lebih berat mengingat kemampuan anak dan keluarga untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim juga terbatas. Salah satu alasannya karena pengetahuan, serta minimnya informasi dan pendampingan dari berbagai pihak.

 

“Untuk itu penting untuk memprioritaskan peningkatan kapasitas adaptasi anak dan keluarga serta memenuhi kebutuhan paling utama pada keluarga yang paling terdampak.Harapan kami, pemerintah dapat membuka ruang dialog bersama anak agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat membuahkan keadilan iklim yang ramah anak. Anak perlu dilibatkan dalam ruang-ruang diskusi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan agar terwujud kebijakan yang ramah anak dan berpihak pada anak,” tegas Kahfi, Child Campaigner dari Save the Children Indonesia.

 

Intinya, anak-anak berhak mendapatkan setiap kesempatan untuk mencapai potensi penuh mereka, tetapi perubahan iklim membahayakan kesehatan mereka. Hal ini terutama terjadi pada anak-anak yang kurang beruntung yang kesehatannya mungkin sudah rentan.

 

Momentum Hari Anak Nasional yang tahun ini mengambil tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, tidak hanya sekedar perayaan hak-hak anak, tetapi juga menjadi waktu yang tepat untuk refleksi dan evaluasi tentang capaian dan tantangan upaya pemenuhan hak anak di Indonesia.

 

Baca juga: Cuaca Bisa Menyebabkan Kekambuhan Asma

 

 

Referensi:

Harvard.edu. Climate-change-and-childrens-health