Beberapa waktu yang lalu, beredar sebuah kabar di media sosial mengenai seorang pasien yang dirawat di rumah sakit akibat sesak napas dan membutuhkan alat bantu napas. Selama perawatan tersebut, dokter mengatakan terapi antibiotik tidak membantu dan masih dipelajari bagaimana cara penyembuhannya. Saat dicari tahu riwayat pasien sebelumnya, ternyata ia menggunakan rokok elektronik secara rutin. Ia pun berbagi cerita tentang pengalamannya menggunakan rokok elektronik.

 

Rokok elektronik, sering disebut dengan vape atau vaping, merupakan alternatif yang ditawarkan untuk mengganti rokok maupun usaha untuk menghilangkan kebiasaan merokok. Rokok elektronik merupakan vaporizer yang menggunakan baterai, sehingga memberikan rasa dan perilaku (gerakan tangan ke mulut) seperti mengisap rokok.

 

Rokok elektronik menggunakan cairan yang mengandung beberapa substansi, seperti nikotin, propilenglikol, maupun gliserol. Selain itu, tidak sedikit rokok elektronik yang mengandung perasa buatan.

 

Rokok elektronik dianjurkan sebagai alternatif, khususnya untuk perokok yang ingin berhenti merokok. Jenis rokok ini dikatakan lebih sehat jika dibandingkan dengan rokok konvensional. Namun, benarkah demikian?

 

Pada September 2019, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat mengatakan bahwa terdapat kasus-kasus yang berhubungan dengan rokok elektronik. Keadaan ini disebut dengan EVALI, yang merupakan singkatan dari e-cigarette, or vaping, product use associated lung injury (EVALI).

 

EVALI merupakan suatu penyakit paru pada orang yang memiliki riwayat menggunakan rokok elektronik. Keadaan ini memberikan gejala seperti infeksi paru, yaitu adanya kesulitan bernapas sampai membutuhkan alat bantu napas dan perawatan di ruang intensif, tetapi tidak memberikan respons terhadap pemberian antibiotik.

 

Hal ini berbeda dengan infeksi paru yang disebabkan oleh kuman, yang mana pemberian antibiotik akan meredakan atau menyembuhkan gejala. Sampai saat ini, CDC melaporkan beberapa kasus EVALI yang berakhir fatal.

 

Bagaimana bisa terjadi EVALI?

EVALI terjadi akibat adanya inhalasi dari substansi yang terdapat pada kandungan rokok elektronik. Pada pasien dengan EVALI, mereka dinyatakan positif terhadap tetrahydrocannabinol (THC).

 

Selain itu, CDC juga menduga vitamin E asetat yang diinhalasi merupakan suspek penyebab adanya kerusakan paru pada pengisap rokok elektronik. Namun, penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk mengetahui efek zat-zat ini untuk kesehatan.

 

Selain sesak napas, EVALI juga memberikan gambaran gangguan pencernaan, seperti sakit perut dan diare, penurunan berat badan, menggigil, batuk, dan kelelahan yang terus-menerus.

 

Gambaran foto ronsen maupun CT scan dada bisa memberikan gambaran infiltrat yang dijumpai pada infeksi paru (pneumonia) akibat kuman. Kerusakan jaringan paru dapat menyebabkan kadar oksigen yang rendah di dalam darah dan mengganggu metabolisme tubuh. Dalam perawatannya, tidak sedikit orang yang membutuhkan bantuan napas dengan ventilator.

 

Karena EVALI masih tergolong penyakit baru dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui terapinya, disarankan untuk menghindari penggunaan rokok elektronik, khususnya untuk anak di bawah umur dan wanita yang sedang mengandung.

 

CDC memberikan beberapa rekomendasi, antara lain tidak menggunakan rokok elektronik, khususnya yang mengandung THC maupun yang mengandung tambahan vitamin E asetat, hindari pembelian rokok elektronik dari sumber yang tidak jelas, serta menghubungi tenaga medis jika membutuhkan bantuan dalam usaha menghentikan kebiasaan merokok. (AS)