Tidak, cerita ini bukanlah tentang saya. Cerita ini berdasarkan pengalaman saya dengan autoimunitas, namun bukan saya sendiri yang mengalaminya. Saya sudah kehilangan ayah saya sejak usia 8 tahun. Pada saat itu, hidup tanpa sosok ayah tidak memberikan gambaran berarti bagi saya. Toh, saya masih sangat kecil kala itu. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai menyadari arti dari kehilangan.

 

Singkat cerita 10 tahun kemudian, ibu saya mengalami demam berkepanjangan tanpa ada sumber infeksi yang jelas. Banyak pemeriksaan sudah dilakukan, bahkan sebagai akibatnya fungsi ginjal ibu saya jadi terganggu. Akhirnya segala pemeriksaan itu bermuara pada sebuah diagnosis yang disebut dengan lupus (Systhemic Lupus Erythromatous).

 

Saya tidak mengetahui jenis penyakit tersebut. Tapi sekilas yang saya ketahui, ini adalah salah satu penyakit seumur hidup. Sebagian besar penyakit autoimun dapat bertahan dengan pengobatan terkontrol. Sementara sebagian kecil dapat mengalami remisi.

Baca juga: Mengenal Penyakit Autoimun

 

Bulan-bulan pertama setelah didiagnosis, kehidupan mama saya cukup berat. Ia tidak diperbolehkan keluar rumah, karena lingkungan yang terlalu kotor. Jika di rumah ada yang mengalami sakit ringan, seperti flu, diharuskan untuk memakai masker. Walaupun terkesan ringan, hal seperti ini cukup memberikan dampak terhadap psikologisnya. Ia menjadi stres, tidak bersemangat, dan moodnya cenderung buruk.

 

Setiap kali ia sakit, saya menjadi panik. Padahal saya sendiri adalah seorang dokter, yang sering kali mendapatkan pasien dengan gejala yang sama dengan mama. Memang benar kata banyak orang, mengobati keluarga sendiri berbeda dengan mengobati pasien lain. Saya cukup dihantui oleh rasa kehilangan.

 

Selama 6 tahun saya hidup bersama dengan pasien autoimun, ada beberapa hal yang saya pelajari dan akan saya bagikan kepada Geng Sehat. Apa yang perlu diperhatikan jika ada anggota keluarga yang mengalami autoimunitas?

 

1. Pelajari konsepnya

Autoimunitas merupakan keadaan imunitas dalam tubuh yang menyerang diri sendiri dan menyebabkan kerusakan di berbagai organ. Hal ini dipicu oleh adanya infeksi, yang menyebabkan imunitas kita salah membedakan antara kuman penyebab infeksi dengan sel tubuh yang serupa. Pengaruh genetik memang ada, namun infeksi lah yang umumnya menyebabkan gejala autoimunitas muncul.

 

2. Flare? Apa itu?

Flare merupakan kondisi akut yang terjadi pada pasien autoimun, yang sebelumnya sudah stabil dengan pengobatan terdahulu. Apa yang dapat menyebabkan flare? Stres, infeksi biasa, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan infeksi biasa adalah infeksi ringan sedang, yang mungkin pada orang dengan imunitas normal, tidak akan memberikan gejala yang berat.

 

Namun perlu diingat bahwa pada pasien autoimun, hal simpel saja sudah dapat menimbulkan flare. Kuncinya, hindari stres dan pekerjaan yang terlalu berat untuk mereka. Berikan jadwal untuk refreshing dan hindari pencetus yang dapat memicu terjadinya flare. Contohnya pada penderita Sistemic Lupus Erythematosus (SLE), paparan matahari, stres, dan infeksi dapat mencetuskan flare. 

Baca juga: Perjuangan Seorang Wanita dalam Melawan Kanker Ovarium

 

3. Sampai kapan perlu minum obat?

Obat apa saja sih yang sebenarnya perlu dikonsumsi oleh pasien autoimun? Pada prinsipnya, orang dengan autoimunitas mengonsumsi obat-obatan untuk menekan sistem kerja imun. Karenanya, pasien autoimun mudah terkena penyakit akibat dari imunitas yang ditekan oleh obat imunosupresan. Biasanya dosis obat ini akan terus disesuaikan. Dan sampai pada akhirnya, pasien akan terus mengonsumsi obat dalam dosis yang rendah agar kondisi tubuhnya tetap stabil. Remisi penyakit mungkin terjadi, namun pada umumnya sebagian besar penderita akan terus mengonsumsi obat dalam jangka waktu lama.

 

4. Apakah akan mudah tertular penyakit?

Jika anggota keluarga ada yang mengalami batuk pilek ringan, sebaiknya hindari kontak erat dengan pasien autoimun dan gunakanlah masker. Infeksi yang ringan seperti  itu dapat menimbulkan gejala yang cukup berat pada orang autoimun.

 

5. Butuh dukungan psikologis

Saya menjumpai beberapa teman mama saya yang mengalami penyakit autoimun yang sama, khususnya SLE. Pada awalnya, mereka senang berbagi cerita, membandingkan gejala yang dialami masing-masing, dan saling mendukung satu sama lain. Namun pada saat salah satu teman mama saya yang menderita SLE meninggal dunia akibat infeksi paru, mama menjadi histeris. Antara sedih dan takut, ia merasa hal itu akan menimpa dirinya. Karenanya, dukungan dan pendekatan dari keluarga akan sangat bermanfaat untuk penderita autoimun.

Baca juga: OCD, Gangguan Psikologis Berawal dari Kecemasan

 

Jadi, penyakit autoimun memang nyata dan mungkin salah satu orang terdekat atau orang yang Kamu kenal dalam kehidupan sehari-hari mengalaminya. Namun tidak perlu khawatir, selama bisa mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tepat, orang dengan autoimunitas dapat menjalani hidup selayaknya orang-orang lain. Yang terpenting, mereka membutuhkan dukungan penuh dari lingkungan sekitarnya.