Lupus merupakan suatu penyakit autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh tidak mampu membedakan antara antigen atau zat yang mampu merangsang respons imun spesifik dan jaringan yang sehat. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh pun menyerang jaringan yang normal dan sehat secara ganas, hingga mengakibatkan pembengkakan, nyeri, dan kerusakan jaringan.

Meski belum diketahui faktor pemicunya secara pasti, beberapa riset menyebutkan penyakit yang dalam bahasa medis dikenal dengan Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) ini dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, infeksi, virus, obat-obatan tertentu, serta paparan sinar ultraviolet. Dilansir melalui situs Health, keluarga dari orang yang terserang lupus memiliki risiko 5 persen lebih tinggi untuk juga mengalami lupus.

 

Sukar Didiagnosis

Pada umumnya lupus tidak memiliki gejala khusus, bahkan bisa berbeda-beda sesuai dengan organ tubuh yang diserang, entah itu pada kulit, ginjal, otak, atau organ yang lain. Itulah mengapa dokter kerap mengalami kekeliruan saat melakukan diagnosis, dan menganggap gejala lupus merupakan gejala penyakit lain.

Namun ada beberapa gejala yang muncul pada awal lupus menyerang, misalnya kelelahan, demam, nyeri sendi dan bengkak, ruam berbentuk kupu-kupu pada wajah, serta jari tangan dan kaki berwarna putih atau biru ketika terpapar udara dingin atau sedang mengalami periode stres (fenomena Raynaud). Bila menunjukkan tanda-tanda tersebut, Kamu harus segera berkonsultasi ke dokter untuk segera mendapatkan penanganan.

 

Dianggap Sebagai Penyakit Wanita

Menurut Dawn Isherwood, Healt Educator Lupus Foundation of America, sebanyak 9 dari 10 orang yang terkena lupus adalah wanita. Dan, wanita kaukasian berkulit putih disebut-sebut memiliki peluang 2-3 kali lebih kecil mengalami lupus dibandingkan dengan wanita dari ras lainnya. Karenanya, lupus kerap diidentikan sebagai penyakit wanita.

Sayangnya, wanita yang mengalami lupus kebanyakan berusia produktif. Rata-rata, lupus menyerang wanita di usia 15-44 tahun. Kendati demikian, 1 dari 5 wanita yang positif didiagnosis dengan antibodi yang diasosiasikan dengan lupus, hanya 10 persen lah yang benar-benar mengalami masalah ini.

Wanita yang mengalami lupus boleh-boleh saja hamil. Sebab, masalah autoimun ini tidak mengganggu kehamilan. Bayi yang dikandung pun tetap bisa tumbuh dan berkembang secara baik. Hanya saja, wanita dengan lupus harus rutin berkonsultasi kepada dokter. Konsultasikan pula obat-obatan yang dikonsumsi, apakah ada yang perlu dihentikan pengonsumsiannya, perlu dibatasi, atau dikurangi dosisnya, agar tidak membahayakan ibu dan janin. Dilansir melalui Mother&Baby, dokter menganjurkan agar wanita yang mengalami lupus menghindari kontak langsung dengan sinar matahari. Pasalnya, sinar ultraviolet dapat mengaktifkan lupus yang diderita.