Akhir-akhir ini beredar berita mengenai permainan genital yang rentan terjadi di kalangan anak laki-laki. Pernahkan Mums mendengar cerita serupa dari kenalan di lingkungan sekitar? Permainan yang melibatkan aktivitas menunjukkan organ genital pada teman sebaya pastinya membuat Mums terkesiap atau cemas. Apalagi, jika dilakukan oleh anak laki-laki yang masih di usia balita atau pra sekolah. Kira-kira, apakah ini sebuah kelainan? Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Simak penjelasan selengkapnya!

Baca juga: Cara Menyampaikan Pendidikan Seks kepada Anak

 

Kenapa Anak Memainkan Alat Vital?

Sebenarnya perilaku menyentuh dan memegang organ genital merupakan kondisi yang lumrah terjadi pada fase eksplorasi diri dalam tahapan tumbuh kembang anak. Fase ini biasanya terjadi pada usia pra sekolah (1-6 tahun). Pasalnya, pada usia ini si Kecil ingin mengetahui apa saja yang ada dalam diri mereka. Organ genital sama saja dengan mata, telinga, mulut, kaki, tangan, yang menarik minat si Kecil.  Sigmund Freud mengatakan bahwa perilaku memegang alat kelamin termasuk insting seksual yang ada pada diri setiap orang sejak ia dilahirkan. Hal ini termasuk dari lima fase perkembangan yang dilalui seorang anak. Bila fase ini dilewati dengan pengarahan yang baik dari orangtua, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat.

Baca juga: Mengenalkan Gender pada Anak Wajib Dilakukan sejak Dini

 

5 Fase Eksplorasi Diri yang Dilalui Anak

Agar dapat memberikan respons yang tepat terhadap kebiasaan memegang alat kelamin, ada baiknya Mums mengenal terlebih dahulu 5 fase perkembangan anak berikut ini.

Fase oral

Fase ini menjadi fase awal eksplorasi. Biasanya terjadi pada usia 0-1 tahun, yaitu ketik bayi memiliki kenikmatan yang berpusat pada mulut selama masa menyusui. Kegiatan yang disukai si Kecil pada tahap ini termasuk mengunyah, minum, menghisap, dan menggigit di masa-masa awal pertumbuhan gigi, serta memuntahkan makanan ketika si Kecil menemukan rasa yang tidak disukai. Kelak, rasa senang atau kepuasan pada tahap oral ini, akan membentuk perilaku positif saat si Kecil tumbuh dewasa. Contohnya, si Kecil dapat berkomunikasi dengan efektif atau mampu bernegoisasi dengan cerdas.

 

Fase anal

Fase ke-2 terjadi pada usia 1-3 tahun. Sensasi unik yang si Kecil temukan pada fase anal, berpusat pada area anus, tepatnya saat si Kecil berhasil melakukan potty training. Pada fase ini, si Kecil sudah bisa menikmati rasa lega ketika berhasil buang air kecil sendiri. Orang tua yang dapat melakukan pendekatan yang intens dan positif selama proses potty training, ke depannya akan menemukan dampak positif pula bagi perkembangan si Kecil.

 

Fase falus

Fase ini dimulai ketika anak sudah bisa menyadari perbedaan organ intim antara laki-laki dan perempuan, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Sensasi organ genital sudah bisa anak-anak rasakan pada fase ini. Sebagian batita ada yang sesekali suka memainkan atau menggesekan alat kelaminnya. Hal tersebut dilakukan si Kecil semata-mata karena keingintahuannya saja. Rasa penasaran ini rentan berkembang pada balita laki-laki  karena alat kelaminnya lebih terlihat dibandingkan alat kelamin perempuan yang lebih tersembunyi. Karena itu, sebaiknya pada usia ini Mums mulai mengarahkan si Kecil untuk memahami fungsi dari alat vitalnya. Katakan bahwa organ tersebut merupakan bagian tubuh yang berfungsi untuk berkemih. Lambat laun, rasa penasaran dalam diri si Kecil pasti teralihkan.

 

Fase Laten

Fase laten berlangsung saat anak memasuki usia sekolah hingga sebelum ia memasuki masa pubertas. Inilah masa ketika anak mulai disibukkan dengan kehidupan sosial, seperti teman, sekolah dan guru. Pada bagian awal fase ini, anak tidak lagi memusatkan perhatian kepada kelaminnya. Bahkan anak seakan-akan lupa bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan. Namun terkadang, menjelang akhir fase laten, yaitu saat si Kecil beranjak remaja, perhatiannya  terhadap organ genital bisa saja muncul lagi. Inilah sebabnya, pengarahan dari Mums dan Dads selalu dibutuhkan oleh si Kecil.  

 

Fase genital

Dimulai pada usia pubertas hingga anak tumbuh dewasa, fase ini merupakan tahapan terakhir dari teori psikoseksual Sigmund Freud. Anak mulai dihadapkan pada masa pubertas dengan berbagai persoalan menuju kedewasaannya. Pada tahapan ini, orangtua diharapkan semakin bijak mengarahkan naluri seksual dalam diri anak. 

 

Respon orangtua yang diharapkan 

Orangtua harus mensiasati kebiasaan anak memegang atau menggesekkan alat kelaminnya dengan bijak. Melarang dengan keras ketika memang sedang masanya, cenderung akan melukai hati anak, dan dikhawatirkan si Kecil akan mengulangi kebiasaan ini pada fase Laten atau fase Genital. Mums boleh memperingatkan si Kecil dengan tegas namun hindari cara penyampaian yang melibatkan tindakan fisik atau mempermalukannya di depan umum.

 

Mums harus ingat, si Kecil sendiri mungkin tidak paham akan hal yang ia lakukan.  Psikolog Dian Ibung, Psi. mengatakan,  “Orangtua sebaiknya membicarakan baik-baik dengan anak, sejak si Kecil pertama kali memiliki rasa penasaran dengan organ genitalnya. Tanyakan apa yang anak ketahui tentang hal ini. Karena orangtua harus memastikan sejauh apa hal yang diketahui oleh si Kecil agar kita bisa meluruskan persepsi anak yang mungkin belum tepat,” saran Dian yang menjadi kontributor di Guesehat.

 

Bagaimana jika kebiasaan si Kecil memainkan alat genitalnya sudah mengkhawatirkan? Penting bagi orang tua untuk mengetahui perbedaan antara rasa penasaran yang polos dalam diri anak dengan perilaku abnormal . Berikut adalah tanda-tanda yang patut Mums dan Dads curigai.

  • Anak membujuk atau memaksa orang lain bermain seks. Apalagi jika kebiasaan ini dilakukan dengan anak-anak yang terpaut perbedaan usia.
  • Anak menunjukkan sikap atau pemahaman yang tidak wajar tentang alat genital, penetrasi, aktivitas oral, dan sebagainya.
  • Rasa ingin tahu si Kecil terhadap alat vital ini terjadi lebih dari sekali. Sekalipun Mums telah melakukan intervensi dan pengawasan dengan hati-hati.
  • Bila si Kecil cenderung mulai merahasiakan sesuatu dan insting Mums mengatakan bahwa ada keterkaitan antara aktivita tersebut dengan rasa penasarannya terhadap organ genital.
Baca juga: Edukasi Seks untuk Anak sesuai Tahapan Usianya

 

Sudah menjadi tugas orangtua untuk mendampingi dan mengawasi proses perkembangan karakter anak. Bila rasa ingin tahu yang ditunjukkan oleh si Kecil membuat Mums cemas, carilah bantuan melalui sesi konseling dengan psikolog anak yang profesional. Pastikan si Kecil aman dan terlindungi. Bila si Kecil menunjukkan gelagat yang mengkhawatirkan, cobalah temukan cara yang tepat untuk membujuk si Kecil agar ia mau menceritakan rahasianya. Lakukan setiap saran yang diberikan oleh psikolog demi menjauhkan si Kecil dari pengaruh buruk. (TA/AY)