Geng Sehat sudah jadi anggota BPJS dong pastinya. Tahun ini BPJS sudah berlangsung lima tahun. Sudah tidak terhitung berapa masyarakat yang terbantu dan tertolong dengan keberadaan BPJS. Sebelum ada BPJS, pengobatan penyakit kronis seperti penyakit jantung, kanker, cuci darah mungkin tidak akan terjangkau sebagian besar masyarakat Indonesia.

 

Namun seiring waktu berjalan, BPJS sepertinya kewalahan dengan biaya yang harus dibayarkan untuk seluruh peserta. Tahu enggak Geng, Jaminan Kesehatan Nasional dengan BPJS adalah salah satu jaminan kesehatan atau universal health coverage terbesar di dunia! Tidak mudah memang menanggun beban pembiayaan kesehatan untuk 256 penduduk.

 

Nah untuk mencari solusi dari berbagai masalah tentang jaminan kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan The SMERU Research Institute, menyelenggarakan Asia Pacific Future Trends Forum Ke-12 pada 20-21 November 2019 di Jakarta. Kira-kira apa ya hasil yang ingin didapatkan dari forum ini?

 

Baca juga: Prosedur Pengobatan Gangguan Kesehatan Mental dengan BPJS!

 

Besarnya Beban dan Masalah JKN

Asia Pacific Future Trends Forum (FTF Asia Pasifik) adalah sebuah forum internasional tahunan, di mana para pemangku kepentingan dari negara-negara Asia Pasifik bertemu dan berdiskusi tentang perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam sistem kesehatan.

 

Oscar Primadi, MPH, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan menjelaskan, FTF ini adalah sebuah forum diskusi, di mana beberapa negara di Asia Pasifik saling belajar tentang pembiayaan kesehatan.

 

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, total peserta program Jaminan Kesehatan Nasional sampai akhir September 2019 mencapai 221,2 juta orang. Total peserta peserta dari kalangan miskin dan tidak mampu yang iurannya dibiayai oleh pemerintah melalui APBN mencapai 94,15 juta, sedangkan peserta yang dibiayai APBD sebanyak 37,18 juta.

 

Dengan jumlah total peserta tersebut, maka selisih iuran yang harus dibayarkan pemerintah untuk peserta PBI APBN dan subsidi PBI APBD mencapai Rp 12,47 triliun. Sementara itu, peserta penerima upah yang dibayarkan pemerintah mencapai 17,49 juta.


“Persoalan JKN ini bukan sekadar besar biaya yang harus dikeluarkan, tetapi bagaimana kita memastikan semua peserta mendapatkan pelayana yang sama baik dalam pelayanan promotif, preventif dan kuratif,” jelasnya



Oscar mengakui bahwa masih ada masalah terutama dalam pelayanan BPJS kesehatan. Salah satunya terbatasnya sarana dan sumber daya manusia berupa tenaga kesehatan. Dokter umum maupun spesialis belum tersebar merata ke seluruh dareah pelosok.

 

“Persoalan pemerataan pemerintah sudah diupayakan tetapi memang belum maksimal. Kemenkes sendiri sudah mengadakan program Nusantara Sehat untuk pemerataan tenaga kesehatan di daerah terpencil. Misalnya dengan wajib kerja dokter spesialis,” jelas Oscar. 

 

Baca juga: Penyakit Ginjal Kronis, Kuras Dana BPJS

 

Defisit BPJS Juga Dialami Negara Lain


Dr. Jeremy Lim, Researcher National University Singapore mengatakan, bahwa masalah defisit pembiayaan kesehatan memang menjadi masalah atau tantangan, bukan hanya di Indonesia.

 

Lim membandingkan juga kondisi di Korea Selatan. “Keberlangsungan keuangan untuk membiayai jaminan kesehatan nasional akan selalu ada, dan ini menjadi tantangan yang tidak akan pernah berakhir, Dan penyelesaiannya sangat sangat tergantung kekuatan elonomi pemerintah,” jelas Lim.



Maka menurutnya, penting bagi pemerintah yang menerapkan universal health coverage (jaminan kesehatan menyeluruh) seperti Indonesia, untuk memiliki skala prioritas. Sehingga solusinya sangat bergantung kondisi masing-masing negara. Forum FTF diharapkan bisa menjadi ajang semua peserta berbagi pengalaman menjalankan jaminan kesehatan nasional, dan kemudian dijadikan masukan dalam membuat pedoman selanjutnya.

 

Baca juga: Hasil Survei BPJS, Peserta Keluhkan Layanan Dokter

 

 

 

Sumber:

Koenferensi Pers Asia Pacific Future Trends Forum di Kementerian Kesehatan, Jakarta, 21 November 2019