Sebagai seorang dokter dan food blogger, kopi tentunya menempati suatu tempat tertentu di hidup saya. Segelas kopi di pagi hari selalu bisa membangunkan sel-sel otak saya, terutama setelah melewati night shift yang panjang di rumah sakit. Kafeinnya menggelitik reseptor-reseptor yang ada partikel-partikel otak, menyentil untuk membuatnya tetap terjaga. Tidak jarang ide baru yang kreatif muncul setelah menyeruput kopi, dengan atau tanpa roti favorit saya, lonjakan kafein benar-benar memberikan ide tersendiri. Satu gelas cukup, pikir saya. My morning coffee and slice of bread is my favorite scene at home. Haruskah ditemani roti? Buat saya ya, saya tidak bisa mengonsumsi kopi dengan perut kosong. Asam lambung bisa meronta, terganggu produksinya. Asam lambung bisa naik sampai ke tenggorokan, sampai panas rasanya. Gastroesophageal reflux disease, keadaan di mana asam lambung dapat naik ke tenggorokan, dapat disebabkan oleh kopi. Tentu tidak semua orang mengalami hal ini, biasanya hanya orang-orang tertentu yang punya riwayat sakit maag, dan sebaiknya orang-orang ini menghindari kopi. Namun saya bandel, lebih mementingkan kerja si otak daripada lambung. Seringkali asupan satu gelas setiap pagi ini menjumpai asupan kafein lainnya di siang hari, terutama saat saya mencoba sebuah coffeeshop baru. Hasilnya? Beberapa kali saya mengalami sakit kepala, mungkin karena adanya kafein yang terlalu banyak berkumpul di kepala saya, memacu si otak untuk bekerja. Namun saya jadi mengerti batasan saya, satu gelas cukup. Batasan ini tentu berbeda-beda. Teman saya, sebut saja si penggila kopi, dapat mengonsumsi 4-5 gelas asupan kopi setiap harinya. Biar semangat kerja, katanya. Sayang engga minum kopi di sini, alasannya di lain waktu. Setiap orang memiliki toleransi terhadap kafein yang beragam jumlahnya, dan juga efek kopi ternyata dipengaruhi juga oleh gen dalam tubuh loh. Pada hari-hari sibuk lainnya, seringkali saya missed dose sama si kafein ini. Efeknya? Sakit kepala bukan main. Mungkin isi kepala saya menjerit menanyakan mana asupan kafeinnya. Berguling-guling layaknya anak-anak yang tidak mendapatkan apa yang mereka mau. Saya jadi irritable, terkadang gelisah, dan mengantuk sepanjang waktu, seolah ada tombol di otak saya yang belum dihidupkan untuk memulai hari saya. Belum lagi mood yang berantakan, seperti semuanya ada saja yang salah. Caffeine withdrawal, katanya. Itu adalah hal yang dialami ketika otak kurang mendapatkan asupan kafein hariannya. “Do not talk to me before my morning coffee”, suatu kalimat yang cocok untuk para pecinta kopi ini, menggambarkan efek kopi ke hari-hari kita. Jadi, menurunkan asupan kafein perlahan adalah cara yang paling baik jika kamu mau mengurangi konsumsi kafein, tidak bisa dilakukan tiba-tiba. Segelas kopi ini juga membantu saya memperlancar pencernaan saja. Jujur saja, walaupun saya sudah makan banyak serat dan minum air yang cukup, asupan kopi memberi bantuan tersendiri untuk pergerakan usus saya. Hasilnya? BAB lancar setiap pagi! Namun ternyata si kafein ini juga memberikan efek lain bagi saluran-saluran ginjal, yaitu makin banyak air yang dikeluarkan lewat air seni, menyebabkan kamu jadi sering bolak-balik kamar mandi. Jadi jangan heran jika si kantung kemih lebih cepat terisi setelah kamu minum kopi, karena memang si kopi ini memiliki efek diuretik. Kesimpulannya? Drinking coffee for your thirst-quencher is not wise! Toh nanti akan cepat dikeluarkan lagi. Setelah hisapan pertama, biasanya belum ada efek kopi yang saya rasakan. Namun setelah menikmatinya seperempat gelas, saya mulai merasakan si kafein ini bekerja. Jantung seolah dipacu untuk bekerja, but not in bad way. Saya jadi ingin melakukan ini dan itu saat itu juga. Kafein dapat menyebabkan jantung berdetak lebih kencang dan meningkatkan tekanan darah, katanya. Jadi pada orang dengan gangguan jantung dan tekanan darah, sebaiknya konsumsinya dibatasi. Segelas kopi di pagi hari memiliki efek tersendiri bagi pecinta kopi indonesia seperti saya, and surely it’s my favorite time of the day. Ini cerita saya dengan kopi pagi hari. Bagaimana dengan anda?