Demam merupakan gejala umum yang sering dialami bayi, anak-anak maupun orang dewasa. Demam bisa diatasi dengan antipiretik atau penurun demam. Saat ini hanya ada dua jenis obat penurun demam, yaitu paracetamol dan ibuprofen. Di antara keduanya, paracetamol adalah obat yang paling sering digunakan sebagai penurun demam anak.

 

Obat ini dianggap aman bila diberikan dalam dosis yang diresepkan dokter dan merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati demam dan nyeri menurut beberapa guideline internasional. Di Indonesia, paracetamol terdapat dalam berbagai bentuk mulai dari tablet, sirup, droplet, suppositoria, sampai cairan infus untuk mempermudah pemberian.

 

Baca juga: 7 Fakta Obat Parasetamol Yang Harus Kamu Ketahui
 

Anak Tetap Demam Setelah Pemberian Paracetamol

Anak sudah saya berikan paracetamol tapi demam tidak kunjung turun, apa yang harus kami lakukan? Jangan bingung Mums! Coba cek beberapa info penting berikut ini, jangan-jangan salah satu hal inilah yang membuat anak tetap demam setelah pemberian obat.

 

1. Periksa tanggal kedaluwarsa obat

Setelah berobat ke dokter, orang tua memiliki kebiasaan menyimpan obat untuk digunakan lagi di waktu yang akan datang bila anak sakit kembali. Hal ini dikarenakan sisa obat masih banyak, terutama bila obat tersebut berbentuk sirup dan droplet. Namun kebiasaan ini mengakibatkan orang tua sering lupa untuk mengecek ulang tanggal kedaluwarsanya.

 

Bila ternyata obat yang Mums berikan sudah kadaluarsa, tentu saja obat tidak akan efektif, bahkan dapat membuat anak lebih demam lagi karena obat dianggap sebagai racun oleh tubuh si Kecil. Jadi biasakan untuk mengecek tanggal kedaluwarsa obat ya.

 

2. Perhatikan waktu pemakaian obat setelah dibuka

Ok, sekarang Mums sudah memberikan obat dengan mengecek tanggal kedaluwarsanya, tapi anak tetap demam, kenapa begitu? Bisa jadi obat yang Mumsberikan sudah habis masa pakainya, hal ini sering terjadi pada obat sirup dan droplet.

 

Coba perhatikan kemasan obat, layaknya makanan dan minuman kemasan, selain tanggal kedalwuarsa, terdapat juga tulisan “Baik dipakai xxx setelah dibuka.” Hal ini menandakan masa pakai obat setelah dibuka, ada yang satu bulan, dua minggu, bahkan beberapa obat hanya dapat dipakai selama tujuh hari saja.

 

Baca juga: Samakah Suhu Normal Tubuh Anak dan Orang Dewasa?

 

3. Apakah obat sudah terkontaminasi?

Obat yang sering terkontaminasi adalah obat dalam bentuk droplet. Kesalahan yang sering dilakukan adalah obat yang seharusnya diteteskan langsung ke dalam mulut anak menggunakan pipet malah diemut. Bila kebetulan terdapat sisa makanan atau minuman di dalam mulut anak, kemungkinan besar makanan tersebut akan menempel di pipet dan masuk ke dalam wadah obat dan merusak zat aktif obat.

 

4. Apakah obat disimpan sesuai ketentuan?

Berdasarkan bentuk dan zat yang terkandung dalam suatu obat, terdapat perbedaan dalam cara penyimpanannya. Sebagai contoh obat paracetamol suppositoria yang dimasukkan ke pantat harus disimpan di dalam kulkas karena dapat mencair dalam suhu ruangan, maka dari itu harap diperhatikan ya, jangan sampai saat obat dibutuhkan, obat tersebut sudah tidak bisa dipakai lagi.

 

5. Perhatikan dosis yang benar

Kapan terakhir kali Mums membawa si Kecil ke dokter? Apakah Mums memberikan dosis obat sesuai dengan dosis sebelumnya? Karena bisa jadi saat ini sudah tidak sesuai lagi. Satu hal yang patut diingat, pemberian dosis obat anak yang paling tepat bukanlah berdasarkan umur, tetapi berdasarkan berat badan.

 

Semoga informasi ini dapat berguna untuk Mums dan dads dalam mengobati demam si Kecil ya. JIka demam sudah berlangsung 3 hari, Mums harus membawa si Kecil ke dokter, untuk diketahui penyebabnya. 

 

Baca juga: Begini Cara Mengatasi Demam pada Bayi Baru Lahir

 

 

Referensi:

Jannel J, Louise T, Margareta S, Hanne T, and Volkert S. 2010. Paracetamol for feverish children: parental motives and experiences. Scand J Prim Health Care. 2010; 28(2): 115–120. doi: 10.3109/02813432.2010.487346

Maurizio M, Alberto C. 2015. Recent Advances in Pediatric Use of Oral Paracetamol in Fever and Pain Management. Pain Ther. 2015 Dec; 4(2): 149–168. doi: 10.1007/s40122-015-0040-z