Kenapa sih kita butuh ke dokter? Saat saya membeli obat di apotek maupun toko obat, sering kali saya mendapati banyak orang seolah-olah ‘berkonsultasi’ dengan para penjual obat tersebut. Mulai dari keluhan ringan sampai masalah antibiotik. Terkadang, mendengar beberapa percakapan ini cukup menggelitik hati saya.

 

Sakit kepala, minumnya obat apa?

 

Batuk, minumnya obat apa?

 

Antibiotik ini boleh enggak ya saya minum sekarang?

 

Antibiotiknya enggak mempan nih, ganti apa ya?

 

Memang sistem di negara kita cukup memudahkan untuk mendapatkan berbagai macam obat, termasuk antibiotik. Saya pernah berkunjung ke negara tetangga dan mengalami demam selama 4 hari (yang pada akhirnya merupakan sakit tifoid).

 

Saya berusaha untuk mendapatkan obat over the counter yang seharusnya tidak sulit didapat. Namun, untuk mendapatkan obat antimual yang di Indonesia dijual seperti kacang goreng saja ternyata sangat sulit. Memang, pada umumnya jenis obat ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara bebas. Namun, di sini cukup sering digunakan.

 

Sebenarnya tidaklah salah untuk membeli obat sendiri. Biasanya ‘berkonsultasi’ dengan teman-teman di apotek dan toko obat pun tidak disalahkan, karena biasanya kita memang akan selalu meminta pendapat orang lain. Namun, kita harus mengetahui bahwa terdapat batasan-batasan mengenai obat mana yang sebaiknya boleh dibeli secara bebas dan yang mana yang membutuhkan konsultasi dokter terlebih dahulu.

 

Bertanya kepada teman-teman di apotek tidaklah salah, karena tentu mereka memiliki ilmu dan pengalaman yang cukup mengenai obat-obatan. Namun alangkah baiknya, jika kita memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui kondisi tubuh.

Baca juga: Perjalanan Menjadi Dokter di Indonesia

 

Wajar jika beberapa orang malas untuk ke dokter, dan mengandalkan orang lain untuk mencari tahu mengenai obat apa yang harus dikonsumsi. Selain harus merogoh kocek lebih dalam atau jika dengan menggunakan BPJS cukup mengantre, mereka sering sembuh kok dengan membeli obat sendiri. Hal tersebut memang benar, tetapi saya hanya menganjurkan untuk berkonsultasi pribadi kepada dokter untuk meminimalisasi risiko.

 

Kenapa sih harus ke dokter? Karena setiap orang itu berbeda. Tidak sedikit orang yang protes mengenai keefektifan suatu obat, hanya karena obat yang dikonsumsi tidak cocok. Padahal, bisa jadi saya cocok untuk menggunakan obat tersebut.

 

Yes, setiap individu memiliki tingkat imunitas dan metabolismenya sendiri. Setiap denyut nadi, tekanan darah, serta suhu memberitahukan kita mengenai keadaan di dalam tubuh. Seberapa besar usaha tubuh untuk mengatasi rasa sakit.

 

Selain itu, Kamu juga akan dijelaskan mengenai penyakit yang sedang dialami, kapan harus minum obat, dan efek samping yang mungkin didapatkan. Itu semua adalah hakmu untuk mendapatkannya dari para dokter. Apalagi jika Kamu memiliki anak atau adik dengan berat badan di bawah 30-40 kg, ukuran tersebut sangat menentukan dosis obat yang dikonsumsi.

Baca juga: Kehamilan yang Baik Menurut Dokter Kandungan

 

Memang pada beberapa obat dicantumkan dosis anak-anak sesuai umurnya. Tapi, perlu diingat bahwa itulah berat badan standar pada usia tersebut dan belum tentu anak lainnya memiliki berat badan yang sama. Sekali lagi, setiap orang itu berbeda.

 

Belum lagi dengan efek samping berupa alergi yang merupakan hal yang sangat dihindari terjadi oleh para dokter. Mungkin bagi Kamu alergi hanya sebatas gatal-gatal dan bibir bengkak, namun pada kejadian lebih parah bisa menyebabkan sumbatan jalan napas dan kematian.

Baca juga: 7 Hal yang Penting Dimiliki oleh Dokter

 

Hal ini diharapkan dapat dihindari dengan adanya catatan medis (jika Kamu sudah biasa berkonsultasi ke dokter tertentu) dan konsultasi pribadi oleh dokter. Lebih baik meminimalisasikan risiko, bukan?