Diperkirakan jumlah anak yang mengidap autisme dari tahun ketahun semakin naik. Autisme atau Autism Spectrum Disorder adalah gangguan sistem perkembangan saraf, yang memengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan berperilaku.

 

Perlu diketahui gejala-gejala serta penyebab mengapa anak dapat mengidap autisme karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Kendati demikian, terdapat beberapa pengobatan insentif dan terapi yang dapat membantu para penyandang autisme untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari, serta memaksimalkan diri mereka.

 

Banyak orang yang telah mengetahui dan sadar akan gangguan perkembangan. Namun, masih banyak pula yang salah paham tentang pengertian autisme. Berikut beberapa penjelasan tentang gejala gangguan spektrum autisme, bagaimana seorang anak didiagnosis kondisi ini, dan perawatan yang tersedia. 

 

Baca Juga: 5 Imunisasi Wajib untuk Anak

 

1. Sudah bisa dideteksi ketika masih kecil

Kebanyakan, anak-anak yang berusia 24 bulan sudah dapat didiagnosis mengalami autisme. Sebelum itu, anak-anak dengan autisme menunjukkan defisit dalam komunikasi sosial yang sesuai dengan usia mereka, menurut Alycia Halladay, PhD., Kepala petugas sains di Autism Science Foundation di New York.

 

Tidak ada tes medis atau pengambilan darah yang dilakukan. Biasanya, dokter hanya akan mengevaluasi perkembangan anak melalui skrining perkembangan, kemudian evaluasi diagnostik komprehensif yang mencangkup pendengaran, penglihatan, dan tes neurologis.

 

2. Gejala Berbeda pada tiap individu

Gangguan gejala spektrum autisme bisa berbeda-beda pada tiap orang, tergantung individu masing-masing. Namun, gejala autisme cenderung lebih melibatkan kemampuan komunikasi dan perilaku sosial, seperti anak sangat tertutup, tidak ingin bermain dengan anak lain, atau tidak ingin melakukan kontak mata.

 

Anak yang mengidap autisme dapat mengulangi perilaku tertentu, seperti mengepalkan tangan berulang-ulang atau terobsesi dengan satu mainan tertentu. Hal penting yang perlu diwaspadai oleh orang tua adalah jika anak merasa sensitif terhadap kebisingan, menunjukkan amarah yang kuat, tidak merespons, dan tidak menuju ke objek yang menarik saat memasuki usia 18 bulan.

 

3, Anak laki-laki lebih sering didiagnosis mengalami autisme

Gangguan spektrum autisme 4,5 kali lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Sering kali, orang berpikir bahwa anak yang pemalu, tidak ingin berbicara, serta lebih suka bermain sendiri adalah hal yang wajar, sehingga banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anaknya mengalami gangguan spektrum autisme.

 

4. Autisme dapat terjadi sebelum kelahiran

Ilmuwan dan dokter masih belum dapat mengetahui dengan pasti penyebab terjadinya autisme pada anak. Sebagian besar ahli sepakat bahwa faktor gen dan lingkungan dapat meningkatkan risiko anak mengalami autisme. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih jauh terkait hal ini.

 

Ada beberapa bukti yang muncul bahwa anak mengalami autisme dari sebelum dilahirkan dengan mengidentifikasi sel-sel yang berbeda pada setiap otak orang. Sel-sel itu berkembang sebelum bayi lahir.

 

Penelitian juga menunjukkan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi Ibu saat hamil serta lingkungan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko anak mengalami gangguan spektrum autisme. Orang tua memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk mempunyai anak yang mengidap autisme jika memiliki keturunan atau saudara dengan autisme.

 

Baca Juga: Penyakit Varisela pada Anak dan Pencegahannya

 

5. Memiliki risiko gangguan kesehatan lainnya

Anak dengan autisme memiliki risiko lebih besar terkena penyakit. Sekitar 2% orang dengan gangguan autisme memiliki sindrom X yang rapuh, kelainan genetik yang menyebabkan cacat intelektual, dan sebanyak 39% orang autis mengalami epilepsi saat mereka dewasa. Terlebih lagi orang yang mengalami autisme lebih rentan terhadap kecemasan, depresi, gangguan tidur, alergi dan masalah perut

 

6. Intervensi awal adalah kunci

Tidak ada obat untuk autisme. Namun, intervensi dini dapat membantu anak-anak autis berkembang. Analisis perilaku terapan, seperti terapi kerja dan pidato serta fisik yang sering digunakan, dapat membantu menganalisis perilaku anak dengan autisme.

 

Hal ini bekerja dengan mengidentifikasi alasan mengapa anak terlibat dalam suatu perilaku, misalnya mengamuk dan melempar sesuatu akibat frustasi karena tidak bisa mengungkapkan bahwa mereka lapar. Cobalah untuk sering mangajarkan anak tentang perilaku terapan. Libatkan anak dalam segala aktivitas biasa dan bimbing untuk dapat berbicara walaupun sulit

 

7. Tanggap dan evaluasikan

Saat anak memasuki usia 18 bulan yang seharusnya sudah dapat melakukan aktivitas-aktivitas kecil, orang tua harus cepat tanggap dalam melihat perkembangan anak. Jika anak tidak berkomunikasi, tidak menatap mata, dan melakukan hal-hal yang tidak biasa orang tua dapat melaporkan ke dokter atau berkonsultasi selagi masih dini.

 

Semakin dini anak dirawat, semakin banyak keuntungan yang terlihat dengan komunikasi dan keterampilan sosial. Terdapat pula obat-obatan yang dapat membantu mengelola gejala autisme, seperti antidepresan, obat antikejang, dan pengobatan untuk kesulitan memusatkan perhatian. Jangan takut untuk mengunjungi dokter akibat gejala yang diderita anak sebelum terlambat. (AS)

 

Baca Juga: Waspada Vaksin Palsu, Bukan Berarti Tidak Berikan Imunisasi Anak