Dalam beberapa tahun terakhir, dunia berperang melawan resistensi antibiotik. Geng Sehat sudah tahu kan, apa itu resistensi antibiotik, yaitu bakteri yang kebal terhadap hampir semua jenis antibiotik. Akibatnya, penderita penyakit infeksi sulit disembuhkan dan berakhir dengan kematian. 

 

Penyebab resistensi antibiotik dipicu oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan. Misalnya nih Gengs, tidak menghabiskan antibiotik yang diresepkan dokter, atau mengonsumsi antibiotik tanpa indikasi yang benar. Ingat Gengs, tidak semua infeksi butuh antibiotik. Umumnya batuk pilek biasa disebabkan virus tidak membutuhkan antibiotik.

Baca juga: Mengenal Virus Nipah yang Berpotensi Mengancam Dunia 

 

Mengingat kondisi resistensi antibiotik ini sudah sangat mengkhawatirkan, sementara mengembangkan antibiotik baru pun bukan strategi yang pas, maka ilmuwan kedokteran mulai memikirkan cara baru melawan bakteri yang kebal ini. Salah satunya dilakukan oleh peneliti dari San Diego, Amerika Serikat, yang sedang mengembangkan cara inovatif untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten antibiotik. Ternyata senjata yang digunakan adalah virus! Bagaimana konsep membasmi bakteri dengan virus? Berikut fakta tentang terapi berbasis virus, seperti disarikan dari laman Time:

 

Konsep terapi bakteriofag

Melawan bakteri menggunakan virus, dalam ilmu kedokteran disebut terapi bakteriofag. Virus digunakan sebagai senjata melawan infeksi yang sulit diobati. Mengapa virus? Tahu enggak Gengs, bahwa jumlah virus di sekitar kita itu jauh lebih banyak daripada bakteri dan mikroorganisme lainnya.

 

Virus ini diambil DNA-nya kemudian disuntikkan ke dalam sel bakteri. DNA virus ini akan mengambil alih peran pembelahan diri bakteri. Saat peran ini sudah dikendalikan sepenuhnya oleh virus, replikasi bakteri menjadi tidak terkendali sehingga bakteri meledak dan mati.

 

Adapun pemilihan jenis virusnya, tentu tidak sembarangan semua jenis virus dipakai, melainkan disesuaikan dengan jenis bakteri yang akan diserang. Pendekatan ini jika dilakukan dengan hati-hati dan tepat, menurut ilmuwan dapat menjadi pilihan yang lebih personal untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

Baca juga: Hati-hati, Hand Dryer Terbukti Merupakan Sarang Bakteri!
 

 

Bakteriofag sudah dikenal sejak 100 tahun lalu 

Penelitian tentang terapi dengan bakteriofag ini ternyata sudah dimulai sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Hanya saja, pamornya sempat tenggelam saat antibiotik mulai dikenalkan pada tahun 1930-an. Terapi bakteriofag ditinggalkan oleh para peneliti, sampai akhirnya kembali dilirik akhir-akhir ini.

 

Peneliti dari UC San Diego adalah salah satu institusi pertama yang membuka kembali potensi terapi bakteriofag. Awalnya, Steffanie Strathdee, dekan Ilmu Kesehatan Global di UC San Diego, dan suaminya Tom Patterson berlibur di Mesir pada tahun 2015. Patterson mengalami infeksi superbug (bakteri super) yang mematikan dan hampir merenggut nyawanya. 

 

Saat mencari pilihan pengobatan yang sangat terbatas, Strathdee menemukan berkas penelitian tentang penggunaan virus untuk melawan bakteri. Waktu itu, terapi ini belum diakui di Amerika dan orang yang ingin mengaksesnya perlu mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA) untuk penggunaan darurat. Akhirnya Patterson diberi terapi bakteriofag ini pada Maret 2016, dan sukses. Hari ini dia sehat dan dapat bekerja kembali. Sejak itu, para dokter di UC San Diego Health telah merawat lima orang lainnya menggunakan terapi bakteriofag untuk infeksi yang resisten.

Baca juga: Tidak Hanya dari Sayuran, Kamu Juga Bisa Keracunan Bakteri E. coli dari 5 Hal Ini

 

 

Hasil penelitian

Sejauh ini hasil uji klinis oleh peneliti San Diego, tentang manfaat bakteriofag hasilnya positif. Jika FDA memutuskan terapi ini aman dan efektif, maka lebih banyak orang akan dapat mengakses terapi ini. Perlahan, ketergantungan pada antibiotik dapat dikurangi.

 

Bakteriofag sudah diteliti tak hanya pada orang-orang yang mengalami infeksi bakteri yang resistan multi-antibiotik, tetapi juga penderita kista fibrosis, penerima transplantasi organ, penderita penyakit sendi, dan pengguna alat pacu jantung. Mereka semua adalah orang yang berisiko mengalami infeksi karena daya tahan tubuh lemah.

 

Untuk saat ini, terapi bakteriofag masih digunakan sebagai pengobatan eksperimental. Tetapi ke depan, ada harapan bagi dunia kesehatan dalam melawan ancaman global terkait resistensi antibiotik. Mari kita tunggu, Gengs, perkembangan menggembirakan ini. (AY/WK)

 

Fakta Nyamuk dan Virus-virusnya - Guesehat