Makanan adalah salah satu sumber penularan penyakit. Tentu saja, makanan yang tercemar dan tidak dijaga kebersihannya. Salah satu penyakit yang didapatkan dari makanan atau food borne disease adalah demam tifoid. Penyakit ini disebabkan bakteri Salmonella Typhi, yang sering tersembunyi di makanan yang tercemar. Makanan yang nampak bersih, tidak menjamin bebas kuman lho! Lantas bagaimana caranya melindungi kita dan keluarga kita dari penularan penyakit karena makanan?



Sebelumnya, simak fakta tentang demam tifoid berikut ini ya!

 

Baca juga: Gejala, Komplikasi, serta Vaksinasi Penyakit Tifoid

Indonesia Daerah Endemik Demam Tifoid

Demam tifoid lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan banyak terjadi di negara berpenghasilan rendah, di mana sanitasi yang buruk lazim ditemukan. International Vaccine Institute memperkirakan bahwa ada 11,9 juta kasus demam tifoid dan 129.000 kematian di negara berpenghasilan rendah hingga menengah pada tahun 2010.

 

Data WHO memperkirakan 11 – 20 juta orang sakit karena demam tifoid dan mengakibatkan kematian sebanyak 128.000 - 161.000 orang setiap tahunnya di seluruh dunia. Kasus terbanyak demam tifoid terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun, angka-angka ini kemungkinan besar belum menunjukkan beban yang sebenarnya. Sebagian besar pasien dirawat secara rawat jalan atau tidak menerima pengobatan sama sekali.

 

Indonesia termasuk daerah endemik demam tifoid karena prevalensinya yang tinggi. Di Indonesia, demam tifoid termasuk penyakit endemik sebab prevalensi demam tifoid yang cukup tinggi yaitu mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

 

Berdasarkan studi yang dilakukan di daerah kumuh di Jakarta, diperkirakan insidensi demam tifoid adalah 148.7 per 100.000 penduduk per tahun pada rentang usia 2 – 4 tahun, 180.3 pada rentang usia 5–15 tahun dan 51.2 pada usia diatas 16 tahun.

 

Baca juga: 7 Cara Mengenali Demam Tifoid


Penularan Demam Tifoid dan Gejalanya

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Infeksi terjadi karena tiga faktor yang berperan yaitu faktor patogen (virus atau bakteri dll), faktor manusia sebagai inang, dan faktor lingkungan.

 

Untuk mencegah infeksi, termasuk infeksi yang bersumber dari makanan yang terkontaminasi, maka menghindari faktor pemicu adalah hal yang penting. Caranya adalah dengan memastikan kita hanya mengonsumsi makanan yang bersih dan diolah dengan benar. Namun, tentu kita tidak bisa mengendalikan sepenuhnya hal ini, karena makanan yang bersih pun belum tentu terbebas dari kuman.

 

Dijelaskan dr. Suzy Maria, Sp.PD-KAI, dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi dan imunologi, kontaminasi makanan atau minuman bisa terjadi pada tahap mempersiapkan bahan makanan, proses pengolahan, penyajian, pengemasan, penyimpanan, dan bahkan tahap pengantaran makanan.

 

Ini semua mungkin terjadi pada makanan yang disiapkan sendiri, dibeli, maupun melalui pemesanan. “Perubahan pola perilaku dalam pembelanjaan terutama makanan secara online yang meningkat sebanyak 97% juga patut diperhatikan. Pasalnya, tidak mudah untuk memastikan bahwa makanan atau minuman yang kita konsumsi terbebas dari kontaminasi kuman penyebab food borne disease seperti demam tifoid,” jelas dr. Suzy dalam acara peluncuran kampanye #SantapAman dalam rangka Hari Kesehatan Nasional, yang diadakan Sanofi Pasteur Indonesia, 11 November 2021.

 

Gejala demam tifoid sangat khas, yaitu demam yang meningkat secara bertahap tiap hari serta lebih tinggi pada malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri otot, sakit kepala, kelelahan dan lemas, serta munculnya ruam. Pada anak-anak, tifoid disertai sering mengalami diare, sementara orang dewasa cenderung mengalami konstipasi.

 

Baca juga: Waspadai Gejala Keracunan Makanan pada Anak!


Lindungi Diri dengan Vaksinasi

Ditambahkan dr. Suzy, food borne disease seperti demam tifoid dapat dicegah dengan cara menjaga sanitasi dan higienitas pribadi dan menghindari kontak dengan penderita.  “Mengingat Indonesia masih merupakan negara endemik tifoid, maka vaksinasi merupakan langkah optimal serta efektif untuk mencegah demam tifoid,” ungkap dr. Suzy.

 

Cara kerja vaksinasi untuk penyakit tifoid yaitu meningkatkan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi bakteri Salmonella Typhi. Vaksinasi dapat dilakukan mulai usia dua tahun ke atas dan untuk mendapatkan perlindungan maksimal, seseorang direkomendasikan mendapat vaksinasi tifoid setiap tiga tahun sekali.”

 

Salah satu jenis vaksin tifoid yang umum digunakan adalah vaksin tifoid injeksi polisakarida Vi. Data setelah pemantauan selama 20 bulan menunjukkan vaksin tifoid jenis ini memberikan perlindungan terhadap penyakit tifoid sebesar 74%.

 

Kampanye #SantapAman yang diinisiasi Sanofi Pasteur Indonesia pun bertujuan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia mengenai pentingnya kebersihan makanan atau minuman serta melalukan vaksinasi tifoid untuk mencegah demam tifoid.


Jadi nih Geng Sehat, kalau mau aman jajan makanan dan terhindar dari penyakit demam tifoid, segera vaksin dan jaga kebersihan lingkungan, terutama yang bersinggungan dengan makanan, baik yang dimasak sendiri, maupun makanan yang dibeli.

 

Baca juga: Penjamah Makanan Perlu Vaksin Hepatitis A dan Tifoid!

 

 

Referensi:

NCBI.nlm.nih.gov. Salmonella Typhi