Angin segar perihal cuti melahirkan bagi karyawan wanita tercantum dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh DPR. Cuti melahirkan yang kini diberikan selama 3 bulan (umumnya 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan), diajukan untuk diperpanjang menjadi 6 bulan. Mari ketahui lebih lengkap tentang RUU ini yuk, Mums!

 

Perpanjangan Jatah Cuti Melahirkan dalam RUU Ketahanan Keluarga

Perbincangan seputar Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga memang masih terus bergulir. Pernah mendengar kalau nantinya Undang-undang akan mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam pernikahan, anak harus pisah kamar, atau wajib lapor bagi keluarga atau individu pelaku LGBT? Ya, poin tersebut termasuk di dalam RUU ini.

 

Namun, tak semua pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga bersifat kontroversial. Di dalamnya, juga merancang kesejahteraan karyawan wanita dalam perannya sebagai ibu, yaitu memberikan jatah cuti hamil bagi wanita pegawai instansi atau badan usaha pemerintah selama 6 bulan. Hak tersebut dijamin dalam pasal 29 ayat (1). Selain cuti hamil, pasal itu juga menjamin hak wanita pekerja untuk menyusui dan mendapat bantuan pengasuhan anak selama bekerja.

 

Lebih jelasnya, isi pasal 29 ayat (1) RUU Ketahanan Keluarga adalah sebagai berikut:

“Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) wajib memfasilitasi istri yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan:

1. Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya;

2. Kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja;

3. Fasilitas khusus untuk menyusui di tempat kerja dan di sarana umum; dan

4. Fasilitas rumah Pengasuhan Anak yang aman dan nyaman di gedung tempat bekerja.”

 

Baca juga: Kembali Bekerja Setelah Cuti Melahirkan, Apa yang Harus Disiapkan?

 

Apakah hanya pegawai instansi negara yang bisa mendapat keistimewaan ini? Tenang, RUU ini juga mengimbau pelaku usaha (swasta) untuk memberikan hak yang sama bagi pekerjanya dalam pasal 134.

 

Pelaku usaha diminta untuk menerapkan kebijakan ramah keluarga di lingkungan usahanya, seperti hak cuti melahirkan 6 bulan dan jam kerja ramah keluarga. Bunyi pasalnya adalah sebagai berikut:

 

"Pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) huruf h berperan dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui Kebijakan Ramah Keluarga di lingkungan usahanya antara lain:

1. Pengaturan aktivitas jam bekerja yang ramah keluarga;

2. Dapat memberikan hak cuti melahirkan selama 6 (enam) bulan kepada pekerjanya, tanpa kehilangan haknya atas posisi pekerjaannya;

3. Penyediaan fasilitas fisik dan nonfisik di lingkungan usahanya untuk mendukung pekerja perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai ibu;

4. Penyelenggaraan aktivitas bersama berupa pertemuan keluarga di lingkungan usahanya;

5. Berpartisipasi dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan;

6. Memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk mengikuti bimbingan pra perkawinan, pemeriksaan kesehatan pra perkawinan, mendampingi istri melahirkan, dan/atau menjaga Anak yang sakit.”

 

Sebagai informasi, RUU Ketahanan Keluarga merupakan usul DPR dan diusulkan oleh 5 anggota DPR yang terdiri dari 4 fraksi. RUU ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas DPR tahun 2020. Walau begitu, RUU Ketahanan Keluarga harus melewati sejumlah proses hingga akhirnya disahkan menjadi regulasi. 

 

Baca juga: Begini Cara Merawat Luka Perineum Pasca Melahirkan Normal

 

 

Cuti Melahirkan Memengaruhi Kualitas Laktasi Ibu Indonesia

Jika nantinya disahkan, penambahan jatah cuti melahirkan yang tercantum dalam RUU Ketahanan Keluarga ini bisa menjadi hal yang baik untuk kualitas laktasi ibu Indonesia. Pasalnya, data Riskesdas 2003 hingga 2018 menunjukkan bahwa prevalensi ASI eksklusif Indonesia tidak membaik, hanya berkisar antara 32% hingga 38%. Ini jelas masih sangat jauh dari target nasional, yaitu 80%.

 

Pencapaian yang jalan di tempat tersebut ada kaitannya dengan singkatnya cuti melahirkan yang tidak bisa memfasilitasi masa ASI eksklusif 6 bulan, berdasarkan penelitian berjudul Breastfeeding Knowledge, Attitude, and Practice among White Collar and Blue-Collar Workers in Indonesia yang dilakukan oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK., dari ILUNI Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Terungkap fakta pula bahwa sebagian besar ibu pekerja di Indonesia masih memiliki pengetahuan dan perilaku yang kurang memadai tentang proses menyusui.

 

Dalam publikasi tersebut, ada 2 poin paling berpengaruh sebagai faktor penentu keberhasilan atau ketidakberhasilan laktasi. Yang pertama, status ibu sebagai pekerja penuh waktu. Jika seorang ibu menyusui kembali bekerja setelah cuti melahirkannya usai, ia kemungkinan 2 kali lipat lebih besar akan gagal melanjutkan pemberian ASI eksklusif. Data yang didapat memperlihatkan bahwa 44% pekerja wanita khawatir meninggalkan pekerjaan selama jam kerja. Itulah yang menjadi alasan utama perilaku laktasi seorang ibu kurang baik.  

 

Poin kedua yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses laktasi adalah pengetahuan tentang menyusui. Yang mana, jika ibu tersebut bekerja dan pengetahuannya rendah, maka akan sulit untuk sukses memberikan ASI eksklusif. 

 

Walau begitu, tak perlu menunggu RUU Ketahanan Keluarga ini disahkan menjadi regulasi untuk bisa menyusui secara eksklusif dan dilanjutkan hingga si Kecil berusia 2 tahun. Saat ini pun, Mums tetap bisa merebut hak laktasi Mums di tengah keterbatasan jatah cuti atau fasilitas laktasi di kantor. Langkah yang bisa Mums lakukan adalah:

  • Menggunakan apron dan cari ruangan yang tertutup di kantor untuk memerah ASI.
  • Sedari awal, meminta izin kepada atasan untuk memerah ASI setiap 3 jam sekali.
  • Rela repot membawa beragam keperluan memerah ASI ke kantor. (AS)

 

Baca juga: Berikut Ini Pilihan Alat Kontrasepsi KB yang Tidak Bikin Gemuk

 

Sumber

CNN Indonesia. RUU Ketahanan Keluarga.

NCBI. Maternity Leave and Exclusive Breastfeeding.