Hari ini, dunia memeringati Hari Tanpa Tembakau, sebuah peringatan bahaya rokok terhadap kesehatan dan kerugian ekonomi, yang terus didengungkan, meskipun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Action on Smoking and Health (ASH) sebuah organisasi anti tembakau tertua yang didirikan di Amerika Serikat, bahkan sudah sejak 1967 menyuarakan hal ini.

 

“Setiap tanggal 31 Mei, kita terus diingatkan akan epidemi penyakit dan kematian yang disebabkan oleh industri rokok. Visi akan sebuah dunia tanpa kematian akibat rokok, murni aspiratif banyak orang,” demikian pernyataan Megan Arendt mewakili ASH. Geng Sehat ingin tahu fakta tentang perokok di Indonesia dan penyakit terbesar yang disebabkan rokok? Ini dia data-datanya!

 

1. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak

Faktanya, jumlah perokok di dunia saat ini memang mengkhawatirkan. Dikutip dari laman depkes.go.id, data WHO menunjukkan, Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India.

 

Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% di antaranya berasal dari negara berkembang.

 

Baca juga: Inilah Bagaimana Cara Rokok Menyebabkan Kanker Paru-paru
 

2. Indonesia negara paling liberal soal rokok

Indonesia adalah paling liberal soal industri tembakau. Meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan sebagai upaya mengurangi jumlah perokok pemula, namun faktanya angka perokok di Indonesia bukannya berkurang justru bertambah.

 

Tahun 2019, negara kita menargetkan bisa menurunkan jumlah perokok pemula dari angka 7% lebih menjadi 5,2%. Tetapi, 2016 saja angkanya sudah naik menjadi 8,8%. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukan prevalensi perokok di Indonesia pada usia 15 tahun meningkat sebesar 36,3% dibandingkan dengan tahun 1995 yaitu 27%. Tidak heran jika Indonesia menjadi negara nomor tiga terbanyak jumlah perokoknya di dunia setelah Cina dan India.



3. Pengaruh iklan rokok

Hasil survei dari Global Youth Tobacco 2009-2014 dan Badan Litbangkes menunjukkan iklan rokok memberikan pengaruh bagi anak dan remaja untuk mulai merokok sebesar 46,3% dan pengaruh dari sponsor rokok sebesar 41,5%.  Pasal 25 PP 109 Tahun 2012 yang mengatur bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau menggunakan mesin layan diri, kepada anak di bawah usia 18 tahun, dan kepada perempuan hamil nampaknya belum cukup berhasil.

Baca juga: Lakukan 5 Hal Ini untuk Membantu Berhenti Merokok

 

4. Kerugian ekonomi akibat rokok

Dalam Diskusi Publik “Rokok dan Puasa, dan Murahnya Harga Rokok” yang diselenggarakan Komnas Pengendalian Tembakau, pada 28 Mei 2018 lalu, terungkap bahwa murahnya harga rokok di Indonesia yang mendorong orang dengan mudah membeli rokok. Konsumsi rokok yang tinggi ini sudah tidak bisa diremehkan lagi. Konsumsi rokok yang sangat tinggi menjadi beban ekonomi, baik secara perseorangan maupun secara kumulatif kerugian ekonomi makro negara.

 

Kerugian ekonomi secara perorangan pada perokok sendiri biasanya tidak terlalu disadari, padahal biaya untuk beli rokok jika ditotal setiap tahun pada seorang perokok aktif bisa sangat besar, yaitu sekitar Rp6.339.320 per tahun untuk harga rokok rata-rata di Indonesia Rp17.368 (Centers for Disease Control and Prevention).

 

Sementara itu, secara total, kerugian makro ekonomi akibat konsumsi rokok di Indonesia pada 2015 mencapai hampir Rp 600 triliun atau empat kali lipat lebih dari jumlah cukai rokok pada tahun yang sama. Kerugian ini meningkat 63% dibanding kerugian dua tahun sebelumnya.

 

5. Rokok harga mahal bisa jadi solusi

Kementerian Keuangan menunjukkan harga rokok per bungkus Rp15.000 masih bisa terjangkau dengan uang saku anak-anak, karena rokok di Indonesia lumrah dibeli per batang. Karena ini berbagai pihak mendorong kampanye #RokokHarusMahal.

 

Kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) setinggi-tingginya menjadi hal yang harus dilakukan oleh pemerintah sesegera mungkin, sehingga harga rokok semahal mungkin dan tidak terjangkau masyarakat, terutama oleh anak-anak dan keluarga miskin sebagai kelompok rentan dalam masalah tingginya konsumsi rokok di Indonesia.

Baca juga: Hati-hati, Perokok Pasif Juga Rentan Terkena Kanker

 

6. Puasa dan merokok

Momen puasa dianggap menjadi waktu yang tepat bagi umat muslim yang merokok untuk berhenti merokok. Terkait rokok dan puasa, dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ (K), MP, Psikiater RS Jiwa Soeharto Heerdjan, sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute (INI) menyatakan, “Momen puasa dapat menjadi momen spiritual setiap pribadi untuk menghentikan ketergantungan terhadap rokok.”

 

Sudah sering kita mendengar bahwa betapa pun sulitnya berhenti, para perokok terbukti mampu berhenti merokok selama puasa dijalankan. Namun sayangnya, puasa tanpa rokok tidak berlanjut sampai setelah puasa. Dengan demikian, niat saja tidak dapat menjamin akan membantu perokok berhenti merokok, meskipun niat adalah kunci awal proses tersebut. (AY/WK)