Vaksinasi HPV adalah vaksin untuk mencegah kanker serviks. Vaksin HPV belum menjadi program pemerintah, namun dalam beberapa tahun terakhir, beberapa daerah mendapatkan program vaksinasi HPV gratis ke sekolah-sekolah. Untuk wilayah tertentu, vaksin HPV diberikan dalam program BIAS. Namun di tahun ini, program vaksin HPV tertunda. Harusnya di bulan November sudah diberikan dosis vaksin ke-2. Tetapi pemerintah belum melaksanakannya. Apa penyebabnya dan apa dampaknya jika vaksin tertunda?

 

“Vaksinasi HPV anak sekolah harusnya dilakukan bulan November. Tapi hingga saat ini pertengahan Desember, belum juga ada tanda akan segera dilaksanakan,” sesal Prof. Andrijono, Sp.OG, pendiri Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks (KICKS) di Jakarta, belum lama ini.

 

Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) ini menambahkan, akibatnya sekitar 120.000 anak perempuan terancam tidak mendapat vaksinasi HPV lanjutan. 

 

Baca juga: Wanita Menikah pun Sebaiknya Divaksin HPV!

 

Program Percontohan Vaksin HPV di Sekolah

Program vaksinasi HPV (Human Papilloma Virus) sudah dimulai dengan program percontohan di Jakarta pada 2016. Selanjutnya, program serupa mulai dilakukan di beberapa daerah lain, dan pada 2018 telah dilakukan pula di Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo), Surabaya, Makassar, dan Manado.

 

Menurut Ketua Umum CISC (Cancer Information and Support Group) dan juga anggota KICKS Aryanthi Baramuli, program percontohan vaksinasi HPV berjalan lancar sejak 2016 dengan cakupan mencapai lebih dari 90%.

 

“Baru kali ini terlambat, karena ada masalah dalam hal ketersediaan vaksin HPV. Hingga saat ini, vaksinnya masih belum tersedia untuk program. Pemerintah harus lebih mementingkan masa depan putri bangsa dengan segera menyediakan vaksin HPV untuk siswi SD, supaya program bagus ini bisa segera dilanjutkan,” tuturnya, saat dihubungi terpisah.

 

Pergantian kabinet pemerintahan ditengarai turut berkontribusi dalam keterlambatan ini. Padahal, dasar hukum pengadaan vaksin HPV sudah ada, yakni Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 11/2018.

 

Baca juga: Vaksin HPV Paling Efektif Diberikan Usia 9-10 Tahun

 

Siapa yang Disarankan Mendapatkan Vaksin HPV?

Vaksin HPV diindikasikan untuk perempuan dan laki-laki usia 9 – 45 tahun. Pada usia 9 – 13 tahun, vaksin hanya diberikan dalam dua dosis, lebih sedikit ketimbang pada usia 14 tahun ke atas, yang diberikan dalam tiga dosis. Program vaksinasi HPV di Indonesia menyasar siswi kelas 5 SD/sederajat (dosis pertama), dan dosis kedua diberikan setahun kemudian, saat mereka duduk di kelas 6 SD/sederajat.

 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), vaksinasi HPV (2 dosis) untuk anak perempuan usia 9 – 13 tahun merupakan salah satu intervensi yang kategori intervensi ‘best buys’ yang cost effective. Jarak antara vaksinasi HPV pada usia 9 – 13 tahun yakni 6 – 12 bulan.  “Jarak dosis vaksin kedua maksimal diberikan satu tahun setelah dosis pertama,” tegas Prof. Andrijono.

 

Belum bisa dipastikan apa dampaknya bila dosis kedua diberikan setelah lewat satu tahun dari dosis pertama. Prof. Andrijono mengungkapkan, dalam waktu dekat akan dilakukan kajian ilmiah terkait hal ini, serta upaya yang bisa dilakukan agar program vaksinasi HPV bisa kembali berjalan.

 

Baca juga: Infeksi Apa Saja yang Menyebabkan Kanker?

 

Dampak Jika Tidak Mendapatkan Vaksin HPV

 

Berdasarkan data Globocan 2018, sebanyak 2 perempuan meninggal setiap 1 jam karena kanker serviks di Indonesia. Vaksin HPV adalah pencegahan primer untuk kanker yang juga dikenal dengan nama kanker leher rahim, kanker pembunuh perempuan nomor dua di Indonesia.

 

Vaksinasi HPV di usia dini tak hanya lebih ekonomis, tapi juga memberi proteksi yang lebih baik karena antibodi yang terbentuk lebih optimal, dibandingkan bila vaksin diberikan pada usia yang lebih dewasa.

 

Berbagai studi menemukan, program vaksinasi pada gadis remaja efektif menekan angka kanker serviks. “Bila program vaksinasi HPV terhambat sekarang, tujuan untuk proteksi terhadap kanker serviks bisa tidak tercapai. Di samping itu, anggaran negara yang sudah dikeluarkan tentu menjadi sia-sia,” lanjut Aryanthi.

 

Efek domino bila akhirnya program vaksinasi HPV tidak dilanjutkan, angka kanker serviks di Tanah Air tidak akan turun, dan pembiayaan JKN akan terus membengkak untuk mengobati kanker serviks.  “Saya khawatir bila anak kelas 5 SD yang tahun lalu sudah mendapat suntikan dosis pertama tapi hingga saat ini belum mendapat dosis kedua, proteksi vaksin jadi kurang efektif,” ungkap Aryanthi. 

 

Vaksin HPV yang digunakan dalam program ini adalah vaksin HPV kuadrivalen yang dapat memberikan perlindungan dari empat tipe HPV (tipe 6, 11, 16, dan 18). Selain mencegah kanker serviks, vaksin jenis ini bisa mencegah kutil kelamin yang sama-sama disebabkan HPV.

 

Vaksin ini terbukti aman dan efektif, serta telah mendapat sertifikat Halal dari IFANCA (Islamic Food and Nutrition Council of America). Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh IFANCA telah diakui oleh LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia).

 

Melanjutkan vaksinasi HPV hingga menjadi program nasional adalah cara paling jitu untuk menurunkan angka kanker serviks. “Semoga pemerintah segera melaksanakan program ini di bulan Desember, agar di kemudian hari kasus kanker serviks bisa turun, dan biaya BPJS Kesehatan juga lebih rendah,” pungkas Aryanthi.

 

Baca juga: Penyakit Kutil Kelamin Apakah Bisa Jadi Kanker Serviks?

 

 

Referensi:

Story Pitch "Risiko yang Mengintai di Balik Terhambatnya Program Vaksinasi HPV", yang diterima Guesehat, Senin, 16 Desember 2019.