Baru-baru ini dunia media sosial dibuat heboh dengan tweet seorang dokter yang bernama Jiemi Ardian. Dokter dengan akun Twitter @jiemiardian itu membahas tentang kabar 2 kembar yang menderita pertussis atau batuk rejan. Masih dalam tweet yang sama, ia memberi penjelasan tentang kondisi 2 orang anak kembar itu. “Mereka batuk sampai hampir tidak mampu bernapas dan saat ini menggunakan alat bantu napas (ventilator) untuk sekadar bertahan hidup,” ungkap dr. Jiemi Ardian.

 

Sudah bisa diduga, dua anak ini bisa terjangkit pertusis, yang sebenarnya penyakit lawas, akibat orang tuanya menolak vaksin! Seperti diketahui, pertusis atau batuk 100 hari ini memang bisa timbul lagi jika si Kecil tidak divaksin.

 

Baca juga: Waspada Vaksin Palsu, Bukan Berarti Tidak Berikan Imunisasi Anak

 

1. Sekilas tentang Batuk Rejan

Dikutip dari Baby Center, batuk rejan atau whooping cough merupakan infeksi bakteri yang menimbulkan inflamasi pada paru-paru dan saluran pernapasan. Bakteri penyakit ini bisa menginfeksi trakea dan menyebabkan batuk parah. Batuk ini sering kali diawali dengan gejala yang mirip demam atau flu, seperti bersin, hidung berlendir, dan batuk ringan. Gejala-gejala ini biasanya berlangsung hingga 2 minggu sebelum gejala batuk yang lebih parah muncul.

 

Batuk rejan merupakan penyakit yang sangat menular. Si Kecil bisa tertular dengan kontak langsung terhadap orang yang terinfeksi bakteri pertusis ini. Bahkan, ia bisa saja tertular jika menghirup udara yang sudah terinfeksi bakteri nih, Mums. Bakteri pertusis biasanya masuk ke tubuh lewat hidung dan tenggorokan.

 

Selain itu, berdasarkan Centers for Disease Control (CDC), si Kecil harus dijauhkan dari siapapun yang mengalami batuk-batuk. CDC juga merekomendasikan agar orang dewasa yang melakukan kontak dengan bayi harus sudah menerima dosis vaksin DPT, untuk mencegah penularan pada bayi.



 

 

 

 

Apa Alasan Orang Tua Tidak Memberikan Vaksin?

Beberapa orang tua tidak memberikan vaksin kepada si Kecil karena beberapa alasan, di antaranya:

1. Menolak vaksin atau Antivaksin

Kelompok yang konsisten menolak vaksin memang menjadi masalah tersendiri di dunia kesehatan secara global. Dikutip dari laman WebMD, para peneliti mengungkapkan kalau banyak penyakit yang ada sekarang ini sebenarnya dapat dicegah melalui vaksin. Namun, sebagian kelompok orang tua karena berbagai alasan menolak vaksinasi apapun. Alasannya mulai dari agama hingga isu keamanan vaksin.

 

Beberapa orang tua menolak vaksin karena mereka percaya kalau kelebihan sistem kekebalan tubuh akibat pemberian vaksin terhadap anak akan menimbulkan penyakit seperti autis, alergi ataupun kejang-kejang. Padahal, menurut peneliti, tidak ada yang dapat membuktikan kalau pemberian vaksin dapat membuat si Kecil menjadi autis, misalnya.

 

Hal tersebut yang mendorong orang tua menolak imunisasi yang seharusnya diberikan pada anak-anak mereka. Selain itu, para peneliti juga mengatakan kalau beberapa orang tua lainnya percaya kalau anak-anak mereka berisiko rendah terkena infeksi karena mereka dapat mencegah sendiri tanpa memberikan vaksin.

 
Baca juga: Cegah 3 Penyakit Mematikan Ini dengan Imunisasi DPT!

 

 

 2. Melewatkan atau Tidak Memberi Dosis Secara Lengkap

Tidak hanya menolak untuk memberikan si Kecil vaksin, ada banyak hal yang membuat Mums atau Dads melewatkan pemberian vaksin, seperti karena menganggap pemberian imunisasi itu dapat dilakukan kapan saja, lupa diberikan, ataupun karena berpindah rumah. Beberapa Mums atau Dads mungkin menganggap yang penting telah diberikan vaksin meski tidak lengkap.

 

Padahal, pemberian imunisasi atau vaksin harus dilakukan secara lengkap. Vaksin sengaja diberikan secara bertahap karena mengikuti kemampuan si Kecil dalam menerima vaksin tersebut. Jika tidak diberikan secara lengkap, si Kecil akan mudah terserang penyakit dan menularkan penyakit terhadap orang lain, serta mudah tertular dengan orang yang sakit.

 

Pentingnya Pemberian Vaksin DPT untuk si Kecil

Pemberian vaksin bukanlah hal baru dalam dunia kesehatan di Indonesia, namun sampai kini banyak orang tua yang masih ragu dalam memutuskan apakah anaknya akan diberi vaksin atau tidak. Di Indonesia, bayi diwajibkan menerima imunisasi vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus).

 

Penyakit difteri, pertusis, dan tetanus merupakan 3 penyakit berbeda yang memiliki risiko tinggi dan bahkan data menyebabkan kematian. Ketiga penyakit ini merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu, pemberian imunisasi DPT sebaiknya tidak pernah terlewatkan.

Baca juga: Apa Manfaat Vaksin pada Kesehatan Anak?

 

Vaksin DPT diberikan pada anak sebanyak 5 kali sejak anak berusia 2 hingga 6 tahun. 3 dosis vaksin pertama akan diberikan saat si Kecil berusia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Sedangkan, pemberian dosisi keempat akan diberikan pada usia si Kecil sudah menginjak 18 hingga 24 bulan. Lalu, pemberian terakhir akan dilakukan pada usia anak sudah mencapai 5 tahun. Dosis yang diberikan pun sebanyak 1 kali suntik setiap jadwal imunisasi.

 

Namun, jika semasa anak-anak belum pernah mendapatkan imunisasi DPT, maka direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi Tdap yang merupakan imunisasi DPT lanjutan. Vaksin Tdap hanya diberikan sekali seumur hidup saat anak sudah berusia 10 hingga 16 tahun dan disarankan untuk menyuntikkan vaksin penguat setiap 10 tahun sekali.

 

Selain memperhatikan waktu pemberian imunisasi, hal lain yang harus diperhatikan ialah soal kondisi si Kecil sebelum pemberian imunisasi. Kalau si Kecil mengalami sakit parah atau demam saat jadwal imunisasi, sebaiknya tunggu hingga keadaan si Kecil lebih membaik.

 

Jadi, tetap berpikir untuk tidak memberikan vaksin pada si Kecil, Mums dan Dads? (TI/AY)