Batuk rejan atau yang biasa dikenal batuk 100 hari adalah infeksi bakteri yang menimbulkan inflamasi pada paru-paru dan saluran pernapasan. Bakteri dari penyakit yang istilah medisnya adalah pertusis ini juga bisa menginfeksi trakea, yang menyebabkan batuk parah. Mums perlu mewaspadai penyakit ini pada si Kecil, karena bisa membahayakan. Berikut penjelasan lengkapnya, seperti dilansir dari Baby Center.

Baca juga: Mencegah Batuk dan Pilek di Musim Hujan
 

Apa Gejalanya? 

Batuk rejan sering kali diawali dengan gejala yang mirip demam atau flu, misalnya bersin, hidung berlendir, dan batuk ringan. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung hingga 2 minggu, sebelum gejala batuk yang lebih parah muncul.

 

Anak yang terkena batuk rejan biasanya bisa batuk selama 20–30 detik tanpa henti, kemudian kesulitan untuk menarik napas sebelum batuk-batuknya kembali. Selama batuk-batuk, yang cenderung terjadi di malam hari, bibir dan kuku anak biasanya berubah menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Anak juga bisa batuk hingga memuntahkan lendir yang tebal.

 

Bahaya Batuk Rejan pada Bayi

Penyakit ini bisa menjadi sangat berbahaya pada anak di bawah 1 tahun, terutama yang lebih rentan terkena komplikasi, seperti pneumonia, kerusakan otak, hingga kematian. Kalau Mums curiga si Kecil terkena batuk rejan, segera periksakan ke dokter.

 

Kalau si Kecil sudah terkena batuk rejan, Mums perlu terus mengawasinya. Kalau si Kecil mengalami kesulitan bernapas, segera bawa ke rumah sakit terdekat. Biasanya, anak harus dirawat di rumah sakit jika sudah mengalami muntah-muntah, kejang, dan dehidrasi.

Baca juga: Tips Memilih Obat Batuk
 

Bagaimana Anak Bisa Terkena Batuk Rejan?

Batuk rejan adalah penyakit yang sangat menular. Si Kecil bisa saja tertular dari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi bakteri pertusis. Bahkan, ia bisa saja tertular jika menghirup udara yang sudah terinfeksi bakteri. Bakteri pertusis biasanya masuk ke tubuh lewat hidung dan tenggorokan.

 

Di Indonesia sendiri, bayi diwajibkan menerima imunisasi vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Imunisasi ini biasanya dilakukan ketika bayi sudah berusia 2 bulan dan akan dilanjutkan sampai anak berusia 4–6 tahun.

 

Proteksi terhadap pertusis di dalam vaksin akan terus meningkat. Jadi, risiko anak terkena pertusis akan menurun dan sangat kecil ketika ia sudah menerima suntikan kelima di usia 4–6 tahun. Meskipun begitu, anak tetap memiliki risiko kecil terkena penyakit tersebut, karena vaksinnya tidak 100% efektif.

 

Berdasarkan Centers for Disease Control (CDC), bayi harus dijauhkan dari siapapun yang sedang mengalami batuk-batuk. CDC juga merekomendasikan agar orang dewasa yang melakukan kontak dengan bayi harus menerima dosis vaksin DPT, untuk mencegah penularan pada bayi.

 

Apa yang Akan Dokter Lakukan?

Biasanya, dokter akan mendengarkan batuk si Kecil terlebih dahulu. Kemudian, ia akan dites untuk mendeteksi bakteri pertusis lewat hidung. Kalau dokter mencurigai si Kecil terkena batuk rejan, dokter akan langsung memberikan antibiotik untuk melawan infeksinya, meskipun hasil tes resmi belum keluar.

 

Antibiotik bisa membantu meredakan gejalanya jika diberikan sejak dini. Jika baru diberikan ketika kondisinya sudah mulai parah, biasanya efeknya sudah tidak efektif, tetapi tetap bisa membasmi bakteri dari sekresi si Kecil. Hal tersebut akan mencegah infeksinya menular ke orang lain. Setelah itu, Mums tidak bisa berbuat banyak selain menunggu hingga batuknya mereda. Hal tersebut biasanya membutuhkan waktu sekitar 6–10 minggu.

 

Jangan sembarangan memberikan obat batuk kepada si Kecil, kecuali jika direkomendasikan oleh dokter. Batuk adalah reaksi tubuh yang alami untuk membersihkan paru-paru dari lendir. Namun kalau batuk si Kecil tetap parah meski sudah diberikan antibiotik, segeralah periksakan ke dokter. Pada beberapa kasus serius, anak harus dirawat di rumah sakit, diberikan bantuan oksigen, dan diberikan cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi.

Baca juga: Obat untuk Anak Demam, Panas, Batuk, Pilek

 

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, batuk rejan bisa menjadi kondisi yang berbahaya pada anak, terutama yang masih berusia di bawah 1 tahun. Oleh sebab itu, waspadai penyakit ini. Informasi di atas bisa membantu Mums untuk lebih mengerti dan waspada tentang penyakit ini. (UH/AS)