Kalau Kamu mengikuti berita di media elektronik maupun media sosial, difteri merupakan topik yang sedang hangat dibahas. Mewabahnya penyakit ini, tidak hanya memberikan lampu kuning bagi kami para tenaga medis, tetapi juga kepada masyarakat, khususnya anak-anak yang pertahanan tubuhnya masih belum optimal.

 

Alasan kembalinya wabah difteri disebut-sebut karena banyaknya imunisasi yang terbengkalai. Jika Kamu mengetik kata ‘diphteria’ di Google, kalimat yang muncul pada lembar pertama adalah ‘very rare disease’, yang berarti sangat jarang.

 

Mengapa bisa kembali mewabah? Mungkin akhir-akhir ini memang ada ibu yang enggan memberikan imunisasi kepada anaknya, apapun itu yang melatarbelakanginya. Kembalinya wabah difteri ini dapat berakibat fatal, sehingga keadaan ini ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

 

Sebenarnya apa sih difteri itu?

Difteri adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Jenis bakteri ini dapat melepaskan toksin atau racun di dalam tubuh kita, serta menyebabkan adanya membran abu-abu di bagian lidah belakang. Toksin dari bakteri ini dapat menyebar ke berbagai organ, seperti jantung dan ginjal, serta dapat menyebabkan gangguan fungsi organ-organ penting tersebut. Bahkan, difteri dapat menyebabkan kematian.

Baca juga: Indonesia Siaga Penyakit Difteri!

 

Selain itu, penyebaran difteri juga dapat terjadi dengan cepat. Penyebarannya bisa melalui udara, cairan dari area saluran pernapasan, maupun kontak kulit atau mukosa yang luka. Apalagi, anak-anak sering bermain dan melakukan kontak dengan sekitarnya. Jadi, mereka lebih cepat tertular penyakit tersebut.

 

Kapan sih kita mencurigai tanda-tanda difteri?

Pada awalnya, gejala difteri berupa demam dan nyeri tenggorokan. Kemudian jika kita memeriksa ke dalam rongga mulut, dapat dijumpai selaput berwarna abu-abu yang mudah berdarah dan sulit untuk dilepaskan. Nyeri tenggorokan juga disertai dengan adanya pembengkakan kelenjar leher pada anak.

 

Jika membran abu-abu tersebut sudah menutupi sebagian besar rongga tenggorokan, suara yang keluar akan seperti mengorok akibat sempitnya saluran pernapasan. Terbayang kan sulitnya bernapas ketika mengalami difteri?

Baca juga: Bahayakah Sesak Napas Saat Hamil?

 

The good news is sebenarnya difteri bisa dicegah, lho! Pada saat ini, terutama pada orang yang kontak dengan pasien difteri (keluarga pasien, anggota rumah, tenaga medis), dapat melakukan imunisasi booster untuk vaksin difteri. Selain itu, Kamu juga harus yakin kalau anak atau adik Kamu sudah memenuhi jadwal vaksin difteri mereka.

 

Kapan saja sih perlu vaksin difteri?

Anak di bawah 1 tahun memiliki jadwal suntik vaksin difteri sebanyak 3 kali. Vaksin difteri merupakan vaksin DPT, yang terdiri dari imunitas terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. One shot to prevent it all. Imunisasi ulangan dilakukan agar kekebalan tubuh terhadap 3 penyakit ini menjadi optimal.

 

Selain itu, vaksin booster difteri perlu diulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Total jadwal untuk vaksin difteri adalah 5 kali. Imunisasi yang lengkap dapat memberikan perlindungan sebanyak 95 persen selama 10 tahun ke depan.

 

Jika anak saya sudah remaja, perlu tidak sih diberikan vaksin difteri?

Ya, masih perlu untuk memberikan imunisasi ulangan pada anak usia 11-12 tahun. Dosis ini dapat dianggap sebagai dosis ke 6. Selain itu, perlu diberikan dosis ulangan setiap 10 tahun agar imunitas terjaga dengan baik.

 

Difteri merupakan suatu penyakit yang sudah sangat jarang terjadi. Namun, kembalinya wabah ini di Indonesia menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mencegah penyakit ini serta penularan ke sekitar. Lengkapi imunisasi dasar si Buah Hati agar ia memiliki imunitas yang baik dan dapat mencegah penularan penyakit.

Baca juga: Cegah 3 Penyakit Mematikan Ini dengan Imunisasi DPT!

 

Pada beberapa keadaan medis, seperti riwayat kejang dan penyakit Guillain Barre, setelah vaksinasi dapat terjadi kontraindikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan konsultasi lebih lanjut jika anak memiliki kondisi medis tertentu. Namun, pada umumnya semua anak membutuhkan imunisasi dasar lengkap untuk mencegah kematian akibat infeksi ini!