Dalam kehidupan, masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis. Pasalnya, pada masa remaja ini, seorang individu mulai mengalami banyak perubahan dalam dirinya, baik secara fisik maupun psikologis.

 

Kehidupan remaja kerap kali diwarnai dengan problematika perubahan biologis, perilaku seksual, hubungan sosial dengan orang tua dan teman, pengetahuan mengenai seks, dan perkembangan organ reproduksi. Oleh karenanya, remaja-remaja ini perlu diarahkan dan mendapat informasi dari sumber yang kredibel sehingga tidak disinformasi hingga merugikan dirinya di kemudian hari.

 

Sabtu, 15 April 2023 kemarin, produk sanitary napkins Hers Protex milik WINGS Group Indonesia, perusahaan fast moving consumer goods terkemuka di Indonesia, mengingatkan kembali para orang tua untuk berperan aktif mendampingi remaja dalam menjalani masa pubertas lewat edukasi melalui webinar Rahasia Talks: 911 Super Parents Kit by Hers Protex. Webinar ini merupakan lanjutan dari rangkaian edukasi roadshow school to school mengusung campaign #SenyamannyaKamu #PuberAntiBaper yang telah menyambangi ribuan remaja putri SMP di Jabodetabek.

 

“Kadang anak-anak remaja kita kurang mengerti apa yang sedang terjadi di dirinya. Oleh karena itu, Hers Protex ingin menjadi support system yang bisa hadir menemani remaja putri di Indonesia menghadapi fase pubertas dan bisa menjadi wadah #SenyamannyaKamu untuk mengekspresikan bakat dan minat. Hers Protex secara aktif juga mengajak parents dalam mendampingi remaja memasuki masa pubertas dengan segala tantangannya, salah satunya melalui webinar ini,” ujar Mita Ardiani, Marketing Manager Personal Care Wings Group Indonesia dalam sambutannya.

 

Baca juga: Inilah Risiko Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja
 

Pentingnya Orang Tua dalam Mendampingi Remaja Melewati Masa Pubertas

Dalam webinar, dr. Yassin Yanuar MIB, Sp.OG, KFER, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, mengungkapkan bahwa berdasarkan survei antroprometrik di tujuh daerah di Indonesia, didapatkan bahwa usia menarche (menstruasi pertama) anak Indonesia bervariasi dari 12,5 tahun sampai dengan 13,6 tahun. 

 

Kondisi kesehatan reproduksi ini saling mempengaruhi kesehatan reproduksi secara umum, karena status nutrisi dari anak tersebut. Anak yang kegemukan akan lebih cepat menarche, karena hormon estrogen yang disimpan pada jaringan lemak menyebabkan peningkatan bioaktivitasnya.

 

Maka itu, penting bagi para orang tua agar mempersiapkan diri dalam mendampingi remaja putri ini untuk mengenali tanda-tanda menstruasi.

 

“Ajarkan mereka untuk tidak takut menyentuh organ kemaluannya sendiri, sama seperti memegang organ tubuh lainnya layaknya tangan dan jari-jari. Ajarkan nama-namanya, ada labia mayora, dan lain sebagainya. Untuk higienitas, ajarkan anak untuk membasuh atau mengusap organ intimnya dari depan ke belakang mencegah timbulnya koloni kuman dari anus ke vagina, dan pembalut sebaiknya diganti setiap 4-6 jam sekali ketika menstruasi demi mencegah infeksi,” jelas dr. Yassin.

 

Dokter Yassin juga menambahkan bahwa di atas 90% perempuan mengalami setidaknya satu gejala menstruasi yang menyulitkan, minimal mengganggu setiap bulan sampai mengalami gangguan dalam beraktivitas. 

 

Untuk itu, dr. Yassin sangat mengimbau agar orang tua senantiasa mendampingi putrinya untuk menjalani masa pubertas, sehingga mereka menjadi lebih paham mengenai tubuhnya dan dapat menjadi figur dewasa yang menjaga kesehatan tubuhnya.

 

Baca juga: Menciptakan Ruang yang Aman untuk Remaja
 

Tak Hanya Mendampingi dalam Menghadapi Perubahan Fisik, Tetapi Juga Perubahan Psikologis Anak

Selain pendampingan dari sisi medis atau biologis, anak remaja juga butuh pendampingan orang tua dari sisi psikologis. Kurangnya penanganan dan perhatian akan masalah kesehatan mental remaja bisa jadi memicu kerentanan remaja. 

 

Menurut Roslina Verauli, M.Psi, Psi., Psikolog Klinis Anak, Remaja dan Keluarga, 10% remaja putri tidak tahu bagaimana cara memasang pembalut, ukurannya, dan lain sebagainya, dan tidak memiliki akses utk bertanya. 

 

Orang tua harus menjadi teman diskusi bagi anaknya. Karena perkembangan otak pada remaja, umumnya terjadi ledakan emosional dan potensi terjadinya perilaku berisiko. Orang tua menjadi jaring pengaman bagi putra-putri ketika mereka memiliki masalah. Pendampingan di rumah adalah landasan dari segalanya. Merasa dicintai adalah penghayatan paling dasar, sadar bahwa anak dicintai orang di sekitarnya. 

 

“Dekati anak sesuai dengan zamannya, dengan teknik yang sesuai dengan si anak. Contohnya dengan membahas film, lirik lagu atau sosial media yang mereka ikuti. Anak remaja membutuhkan energi besar. Mereka harus cukup tidur, walaupun di usia remaja mereka susah tidur. Bahkan, jumlah jam tidur remaja seharusnya lebih besar daripada anak SD. Cukupkan aktivitas fisik atau olahraga karena ini baik utk produksi hormon, dan berikan nutrisi yang sesuai,” terang Vera.

 

Peran orang tua sangat besar dalam psiko sosial remaja, di antaranya menunjukkan penerimaan dan kasih sayang, memberikan model afeksi yang tepat, memberikan informasi tentang pendidikan seksualitas, memberi akses ke profesional untuk remaja, dan melatih membuat keputusan seksual yang sehat. 

 

Sekitar 70% remaja putri mendapat pengalaman seks pertamanya dengan ada paksaan dari pacarnya (black dating), yaitu kekerasan dalam relasi berpacaran. 

 

“Ketika anak perempuan enggak mau dicium, teman laki-laki harus menghargainya. Harus ada persetujuan. Itu namanya consent. Sebagai orang tua harus memperkenalkan consent terhadap anaknya. Ketika tidak artinya tidak, ketika diam artinya tidak, ketika ya, artinya ya. Yang penting itu, connect first than correct. Sayangnya, orang tua cenderung mengoreksi anak dulu. Jika anak cerita, biarkan mereka cerita. Connect first, tunjukkan orang tuanya menerima mereka. Jika komunikasi orang tua negatif, anak cenderung akan menghindar,” pungkas Vera.

 

Orang tua harus membiasakan menyentuh anak dengan baik dan respect. Ketika anak disentuh oleh orang tuanya, ia akan dapat membedakan mana yang good touch, mana yang bad touch. Karena itu tidak bisa diajarkan melalui omongan tapi dari pengalaman. Jadi, jika di luar anak mengalami sentuhan yang bad touch, mereka dapat membedakannya. Orang tua adalah model afeksi seorang anak, bukan pacarnya.

 

Melihat pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak remaja, Novita Angie, public figure sekaligus ibu 2 orang remaja ini juga berbagi pengalamannya dalam mendampingi sang anak.

 

“Aku selalu sediakan waktu buat ngobrol sama anakku satu-satu. Salah satunya ketika anak perempuanku masih pre-teen. Anak perempuanku suka ikutan aku ke kamar mandi, jadi aku bisa jelaskan soal higienitas dan soal reproduksi wanita pada saat aku ganti pembalut. Jadi dia sudah ready, malahan menunggu-nunggu kapan sih dia mendapatkan haid pertamanya,” cerita Angie.

 

Baca juga: 5 Cara Menghadapi Anak Beranjak Remaja