Ada ungkapan bahwa apapun yang dilakukan berlebihan, tidak akan baik hasilnya. Demikian pula pada orang tua  yang terlalu membela anak-anaknya. Belum lama ini viral di media sosial, ketika orang tua tidak menerima anaknya dimarahi guru sampai mendatangi sekolah dan  melakukan penganiayaan pada guru. 

 

Berita seputar orang tua yang marah terhadap guru ternyata terus berulang. Urusan bela membela anak  ini tak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di Eropa, yang akhirnya menginspirasi seorang pakar pendidikan  dari Inggris menulis seputar hal tersebut.

 

Berbagai teori pendidikan menyatakan bahwa orang tua bisa berperan sebagai teman buat anak-anaknya agar anak-anak menjadi terbuka. Tetapi dalam melaksanakan peran sebagai teman tersebut kadang-kadang orang tua terlalu berlebihan. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, seorang spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga seorang pemerhati masalah kesehatan, membagikan rilis tentang hal ini. Berikut kutipannya:

Baca juga : 7 Cara Menghadapi Anak yang Suka Berteriak
 

Telegraph.co.uk edisi 15 Maret 2018 lalu menampilkan tulisan seorang pakar pendidikan dari Inggris, Dr. Martin Stephen. Ia adalah kepala sekolah National Mathematics and Science College. Dr. Stephen mengatakan, bahwa kadang kala peran orang tua sebagai teman terbaik buat anak-anaknya menjadi kebablasan. Contoh kasus di Eropa, ada orang tua yang memarahi wasit karena anaknya dikeluarkan dari lapangan olah raga karena melakukan pelanggaran.  

 

Inilah dampak untuk orang tua yang berlebihan membela anaknya, menurut dr. Stephen:

 

1. Anak tak bisa membedakan mana yang baik dan benar

Orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Tetapi akibat orang tua yang selalu mencari kambing hitam atas kesalahan  yang dilakukan anaknya, dampaknya sangat buruk untuk perkembangan jiwa anak. Anak menjadi tidak terbiasa untuk membedakan mana yang baik dan benar. Anak akan ikut mencari kambing hitam atas kesalahan yang dilakukan.

Baca juga : Amati Selalu Perkembangan dan Psikologis Anak
 

2. Anak tak diajarkan tanggungjawab

Sejak kecil, anak-anak seharusnya dilatih tentang tanggungjawab. Mums bisa tanyakan pada diri sendiri ketika si Kecil ditegur oleh asisten rumah tangga atas kesalahannya, apakah Mums rela atau sebaliknya malah balik memarahi asisten rumah tangga tersebut. Dengan menunjukkan apa kesalahannya, anak akan belajar bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya.

 

3. Jiwa sportifnya tidak berkembang

Ketika anak tidak disiplin dalam latihan olahraga, dan ia tidak dimasukkan dalam tim utama oleh pelatih, banyak orang tua yang protes. Ini adalah bibit-bibit si anak tidak akan belajar menjadi sportif dan mengakui kekalahan dan kegagalan kelak.

 

4. Anak akan selalu menyalahkan orang lain

Mums sebaiknya tidak membela anak-anaknya ketika mereka salah dan jangan menyalahkan orang lain ketika anak-anak Mums berbuat salah karena sejatinya hal ini membuat anak-anak kita tidak pernah belajar atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Kelak mereka akan selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan yang sebenarnya ia lakukan.

Baca juga: Temukan Manfaat Mendengarkan Musik Bagi Perkembangan Anak!
 

Ayo Mus, menjadi teman terbaik buat anak-anak tanpa harus selalu menjadi pembela yang tidak pada tempatnya. Mengajarkan si Kecil mengakui kesalahan harus kompak dilakukan Mums dan Dads. Tidak boleh ada keputusan yang bertolak belakang di antara Mums dan Dads  yang akan membingungkan anak.

Mendidik anak memang tidak selalu mudah. Karena tujuan yang baik apabila dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat bisa menjadi kontra produktif. Tulisan pakar pendidikan di Inggris ini mengingatkan kepada kita semua bahwa orang tua memang dapat  menjadi teman terbaik buat anak-anaknya asalkan tidak berlebihan. Doing more harm than good. (AY)