Saya seorang ibu rumah tangga yang sebentar lagi akan memiliki anak kedua. Ternyata hamil untuk yang kedua kali tidaklah mudah seperti yang saya duga. Bahkan, rasanya seperti mengandung anak pertama saja. Apalagi selisih umurnya cukup dekat, yaitu hanya selisih 7 bulan dari kehamilan saya yang pertama.

 

Jujur ya, kehamilan kedua saya ini berbeda sekali dengan kehamilan yang pertama. Waktu hamil yang pertama, saya rajin sekali kontrol ke dokter. Sedangkan pada awal-awal kehamilan kedua, saya malah jarang sekali ke dokter untuk periksa kandungan. Minimal malah 3 bulan sekali baru saya cek.

 

Ternyata itu salah besar! Saya berpikir kehamilan pertama dan kedua itu sama saja. Ternyata kehamilan kedua malah lebih berat dikarenakan saya masih harus memberikan ASI kepada anak saya yang pertama. Saya sendiri tidak pernah menyimpan ASI, karena kondisi keluarga kami yang harus pindah ke luar kota pada saat itu.

 

Berat? Iya, bagi saya sangat berat. Seharusnya anak pertama saya bisa mendapatkan ASI minimal 1 tahun, tapi malah harus berhenti karena kondisi saya yang sedang hamil. Kondisi kandungan saya pun tidak memungkinkan untuk melanjutkan memberikan ASI kepada anak pertama saya.

 

Pasalnya saat hamil anak kedua, berat badan saya tidak kunjung bertambah, padahal makan sudah banyak. Jadi, dokter melarang untuk memberikan ASI kepada anak pertama. Sedih sih ketika mau menyapih, si Kakak malah rewel tidak keruan karena tidak terbiasa minum susu formula. Sampai akhirnya ia sempet kena diare dan dehidrasi parah. Ketika pertama kali beralih ke susu formula juga sempat tidak cocok dengan si Kakak, sampai saya trauma untuk beli susu formula lagi. Tapi, untungnya semua mulai membaik.

 

Karena suami sering pergi dinas ke luar kota, akhirnya ia memutuskan agar saya tinggal di rumah orang tua untuk sementara waktu sampai melahirkan. Jadi pada saat usia kandungan saya mencapai 4 bulan, saya pulang ke kampung halaman dan kembali melakukan pemeriksaan dengan dokter kandungan saya yang pertama.

 

Semua keadaan normal, hanya saja saya perlu menaikkan berat badan sampai usia kandungan 7 bulan, karena berat badan janin masih belum memenuhi standar. Kendala saya cuma ini, padahal sudah berbagai cara saya coba, mulai dari makan es krim, minum susu untuk ibu hamil, makan cokelat, perbanyak camilan.

Baca juga: Ibu Hamil Porsi Makannya Harus Lebih Banyak, Benarkah?

 

Sayangnya, yang naik berat badannya malah saya, bukan sang Janin. Akhirnya, saya memutuskan untuk mencoba dokter kandungan lain. Setelah dicek, ternyata yang menyebabkan berat badan janin tidak meningkat adalah karena posisi plasenta saya berada di bawah, yang mengakibatkan jalan lahir jadi tertutup.

 

Saya mengetahui ini semua pada saat usia kandungan menginjak 8 bulan, yang seharusnya posisi kepala sudah berada di bawah, tapi malah tetap di atas. Ini menyebabkan saya jadi susah tidur dan sering sesak napas.

 

Persalinan pertama saya normal. Tapi dokter bilang biarpun persalinan pertama normal, kalau jalan lahir masih juga tertutup plasenta, maka kemungkinan untuk bersalin secara normal untuk kehamilan kedua ini kecil.

Baca juga: Benarkah Operasi Caesar Bisa Pengaruhi Produksi ASI?

 

 

Dengar berita seperti itu rasanya mau runtuh, soalnya saya pribadi tidak ingin melahirkan dengan operasi Caesar karena trauma. Saya merasa lelah sekali. Saya masih harus mengurus anak pertama yang saat ini masih berusia 15 bulan serta harus terus menjaga kondisi badan agar selalu fit. Ditambah lagi suami tinggal di luar kota. Semuanya terasa semakin berat, meskipun saya tinggal dan dibantu oleh orang tua saya.

Baca juga: Kelelahan Saat Hamil? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya!