Publik akhir-akhir ini mungkin sering mendengar mengenai obat jenis ranitidin. Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM) memang sedang melakukan penarikan terhadap jenis obat ini. Hal ini menjadi berita yang cukup penting karena ranitidin merupakan obat yang sering dikonsumsi.

 

Mengenal Obat Ranitidin dan Cara Kerjanya

Ranitidin merupakan salah satu jenis obat asam lambung golongan H2 blocker. Obat asam lambung ini bekerja dengan menutup reseptor dari sel di dalam lambung, yang mengakibatkan turunnya kadar asam lambung di dalam tubuh.

 

Obat ini adalah salah satu jenis obat yang sering digunakan oleh tenaga medis untuk menangani sakit maag atau gastritis, tukak lambung (adanya luka pada lambung), GERD (gastroesophageal reflux disease),dan peradangan pada esofagus yang bersifat erosif. Obat ranitidin ini merupakan obat over the counter (OTC) yang cukup mudah didapat, sehingga penggunaannya cukup luas di masyarakat umum.

 

Baca juga: Prosedur Pengobatan Gangguan Kesehatan Mental dengan BPJS!

 

Mengapa Dilakukan Penarikan terhadap Obat Ranitidin?

Penarikan obat ini diawali dengan ditemukan adanya kadar N-nitrosodimethylamine (NDMA) dalam jumlah yang tidak disarankan. NDMA merupakan komponen yang dapat dikategorikan sebagai karsinogenik.

 

Karsinogenik berarti komponen tersebut memiliki kemungkinan sebagai penyebab adanya kanker di tubuh manusia. NDMA sendiri dapat ditemukan di lingkungan, baik di air, produk susu, daging, dan sayur-sayuran.

 

Walaupun banyak didapatkan di lingkungan kita, biasanya kadar NDMA yang ada tidak dalam jumlah yang tinggi dan membahayakan. Dikatakan bahwa batas kadar aman konsumsi NDMA per harinya adalah 96 nanogram. Labih dari itu, zat ini bersifat karsinogenik. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua merek ranitidin ditarik dari peredaran.

 

Beberapa jenis ranitidin yang ditarik peredarannya di Indonesia antara lain Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan oleh PT Phapros Tbk, Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Glaxo Wellcome Indonesia, Rinadin Sirup 75 mg/5mL yang diedarkan oleh PT Global Multi Pharmalab, Indoran Cairan Injeksi 25 mh/mL yang diedarkan PT Indofarm, serta Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Indofarma. Namun, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah menarik 67 jenis obat ranitidin untuk diperiksa dan diteliti lebih lanjut.

 

Baca juga: Obat Ranitidin Ditarik dari Pasaran, Apa Penggantinya?

 

Mengenai NDMA

NDMA merupakan bahan kimia organik semi-volatile, yang biasanya digunakan dalam laboratorium untuk riset tentang kanker. Zat ini merupakan karsinogenik pada tikus, dan dipercaya sebagai zat karsinogenik juga di dalam tubuh manusia. NDMA tidak memiliki rasa dan bau. Zat ini juga merupakan zat yang sangat beracun untuk hati dan dapat menyebabkan fibrosis pada hati tikus dalam berbagai percobaan.

 

Bagaimana Menyikapi Hal Ini?

Jika teman-teman mengonsumsi produk ranitidin seperti yang sudah dijelaskan di atas, sebaiknya diskusikan dengan dokter dan tenaga kesehatan untuk alternatif obat lain yang memiliki cara kerja yang mirip dengan ranitidin.

 

Beberapa obat lambung lainnya juga tersedia OTC dan mudah didapat. Beberapa pendapat dokter mengatakan tidak perlu cemas dengan adanya hal ini. Konsumsi ranitidin biasanya tidak dalam waktu yang lama karena hanya merupakan obat untuk menghilangkan gejala, sehingga diharapkan kadar NDMA yang terkonsumsi juga tidak dalam angka yang besar.

 

Beberapa obat lain yang juga memiliki efek dan kegunaan yang sama dalam mengatasi keluhan maag antara lain golongan antasida, proton pump inhibitor (PPI), simetikon, dan sukralfat. (AS)

 

Baca juga: Ranitidin Ditarik BPOM, Bagaimana Memilih Obat Lambung yang Aman?