reisten Tidak hanya manusia yang mempunyai kekebalan tubuh, kuman atau bakteri yang merupakan penyebab timbulnya penyakit pada manusia juga memiliki mekanisme perlindungan diri terhadap antibiotika yang mengakibatkan terjadinya resistensi obat yang digunakan. Pemberian antibiotika dengan dosis yang tepat dimaksudkan untuk segera mematikan kuman dan mencegah resistensi obat.

 

Baca juga: Bye.. Bye.. Kuman Penyakit!!
 

 

Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri dalam tubuh manusia menjadi kebal terhadap antibiotik tertentu. Setelah gen resisten dihasilkan, bakteri ini kemudian dapat mentransfer informasi genetik secara horisontal (antar individu) dan  kemudian akan mewariskan sifat itu kepada keturunannya, yang akan menjadi generasi kuman resisten. Satu jenis kuman bisa memiliki beberapa gen resistensi, sehingga disebut bakteri multiresisten atau “superbug”, dimana kuman ini menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Resistensi antibiotik ini dapat terjadi secara alami oleh karena terjadi mutasi yang bersifat acak, namun paling sering diakibatkan oleh karena pemakaian obat antibiotik yang tidak tepat. Seperti yang disebutkan di atas, adanya resistensi antibiotik mengakibatkan kuman kebal terhadap antibiotika tertentu sehingga dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Ketika Anda terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik, pengobatan untuk Anda menjadi lebih sulit karena harus menggunakan obat yang lebih kuat dan lebih mahal, dengan efek samping yang lebih banyak. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'. Oleh karena itu satu dosis lengkap antibiotika harus dihabiskan semuanya, walaupun kadang-kadang Anda sudah merasa sembuh setelah mengonsumsi antibiotik ini beberapa kali saja. Apabila dicurigai ada resistensi, maka perlu dilakukan kultur di laboratorium klinik terhadap specimen (air seni, darah, faeces, dahak, ingus atau bahan lainnya) untuk mengetahui jenis bakterinya dan juga antibiotika apa yang masih sensitif terhadap bakteri tersebut. Adapun terkadang dapat dijumpai lebih dari satu bakteri sekaligus.

Penyebab Resistensi Antibiotik

Salah satu penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah adanya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan penyalahgunaan antibiotik. Misalkan, penggunaan antibiotik untuk infeksi virus. Banyak pasien berharap atau meminta dokter untuk meresepkan antibiotik ketika terkena flu dan pilek. Padahal, antibiotik hanya untuk mengobati infeksi bakteri, bukan infeksi virus karena infeksi virus sebenarnya dapat dilawan oleh kekebalan tubuh kita sendiri. Selain itu, masyarakat seringkali berhenti meminum antibiotik setelah 2-3 kali minum karena merasa sudah sembuh, padahal belum mencapai kadar terapeutik yang diharapkan. Dalam hal ini, gejala membaik karena tidak semua bakteri yang mengakibatkan gejala penyakit mati, beberapa bakteri hanya pingsan saja, sehingga ia dapat membuat kekebalan terhadap antibiotik tersebut. Adapun, peredaran antibiotik yang termasuk bebas juga menjadi salah satu penyebab timbulnya resistensi. Bahkan dibeberapa daerah antibiotik dapat dibeli seperti membeli obat bebas lainnya tanpa menggunakan resep, dan beberapa orang bahkan ada yang mengonsumsi antibiotik untuk mengatasi pegal-pegal, padahal ia menjadi sembuh karena sudah ada sugesti bahwa ia sudah minum obat.

 

Baca juga: Antibiotik pada Anak, Amankah?

 

 

Obat Palsu Picu Resisten Antibiotik

Maraknya peredaran obat palsu atau obat yang sudah kadaluarsa juga memegang peranan yang penting dalam proses terjadinya resistensi obat ini. Hal ini disebabkan karena kadar bahan aktif yang lebih sedikit pada obat palsu. Selain itu bisa juga terjadi karena adanya penurunan efektivitas obat pada obat yang sudah kedaluwarsa mengakibatkan dosis obat yang dikonsumsi tidak mencapai kadar terapeutik. Akibatnya, kuman yang dimaksud tidak segera mati dan dapat mengakibatkan resistensi di kemudian hari. Selain itu perlu diperhatikan juga adanya interaksi antar obat-obatan dan makanan tertentu, misalkan: jangan minum menggunakan susu karena akan menurunkan penyerapan obat dalam lambung sehingga mengakibatkan kadar obat yang sampai dalam sirkulasi tidak mencukupi. Perhatikan juga waktu paruh obat, minumlah obat Anda pada waktu yang benar karena ada obat yang waktu paruhnya hanya 8 jam, artinya untuk mendapatkan efek terapeutik obat tersebut harus dikonsumsi 3 kali sehari, jika waktu paruhnya 6jam, maka harus dikonsumsi 4 kali sehari. Jika obat yang waktu paruhnya 6 jam dikonsumsi hanya 3 kali sehari, maka ada waktu dimana tidak tercapai dosis terapeutik yang diinginkan sehingga tidak dapat mematikan bakteri yang dimaksud. Pencegahan Resisten Antibiotik Adapun resistensi obat ini bisa dikurangi dengan pemakaian antibiotik secara bijaksana. Baik dokter maupun pasien dapat turut berperan untuk mengurangi penyalahgunaan antibiotik. Gunakanlah antibiotik sesuai dengan indikasinya, dengan dosis yang benar, dalam jangka waktu yang sesuai sesuai dengan anjuran dokter, yang tentunya dengan mepertimbangkan waktu paruh obat yang berhubungan dengan frekuensi minum obat seharinya. Pastikan pula obat yang akan Anda konsumsi tidak kedaluwarsa, serta belilah obat-obatan tersebut pada toko obat atau apotek yang terdaftar untuk menghindari obat palsu.

 

Baca juga: 5 Fakta Menarik tentang Antibiotik