Sebagai anak perantauan, salah satu hal yang saya lakukan saat pulang ke kampung halaman adalah bertemu dengan teman-teman masa kecil saya. Berbagi cerita, menghabiskan waktu di kafe, atau sekedar saling berkunjung ke rumah masing-masing. Beberapa teman-teman saya sudah menikah, bahkan sudah memiliki anak. Mereka tahu ketertarikan saya untuk menjadi dokter anak, sehingga mereka sering menanyakan beberapa hal mengenai anak mereka. Salah satu hal yang sering ditanyakan adalah penggunaan antibiotik pada anak, dimana sebagian besar dari mereka takut untuk memberikan antibiotik kepada anak mereka walaupun sudah diresepkan oleh dokter. Berikut adalah beberapa hal yang para ibu perlu ketahui tentang antibiotik pada anak:

Antibiotik diberikan sesuai indikasi

Pada umumnya, anak dengan gejala batuk, pilek, dan demam ringan pada tiga hari pertama hanyalah diberikan obat simptomatik, yaitu obat-obatan yang berguna untuk menurunkan gejalanya saja. Obat batuk, obat pilek, dan penurun panas ini sebenarnya dapat dibeli sebagai obat OTC (Over The Counter), dengan dosis anak yang tersedia, namun seringkali dokter akan memberikan dalam bentuk racikan untuk mempermudah cara pemberian obat. Antibiotik akan diberikan apabila anak mengalami perburukan (misal: demam tidak turun dengan obat, dahak batuk semakin banyak), sehingga antibiotik memang akan diberikan apabila anak membutuhkannya, yaitu saat terlihat adanya gejala infeksi bakteri. Namun tidak dapat dipungkiri beberapa dokter langsung memberikan antibiotik, dengan pertimbangan ditakutkan adanya infeksi bakteri tambahan saat si anak sedang dalam kondisi tidak prima, sebelum gejala infeksi bakteri itu sendiri muncul.

Antibiotik anak sesuai dosis

“Saya belum kasih obat ke anak saya sih, saya takut antibiotiknya terlalu keras.” Hal itu seringkali saya dengarkan saat beberapa ibu bercerita tentang anaknya yang sakit. Antibiotik memang memiliki beberapa golongan, tapi kami para dokter sudah memiliki standar operasional sendiri sesuai kebijakan dokter Indonesia tentang golongan antibiotik apa yang harus diberikan pada si anak. Dosisnya pun sudah disesuaikan dengan mendetail, yaitu sesuai berat badan si anak. Jadi, jangan takut dengan antibiotik yang ‘terlalu keras’ ya!

Antibiotik harus dihabiskan

Sebenarnya ini adalah hal yang perlu diketahui setiap orang, bukan hanya untuk si anak. Dosis antibiotik sudah ditetapkan sekian hari sesuai dengan kemampuan obat tersebut untuk mematikan si kuman. Antibiotik yang tidak dihabiskan akan menyisakan kuman yang hidup, bahkan menjadikan si kuman tidak mempan dengan obat tersebut karena si kuman ‘sudah tahu senjata antibiotik’ tersebut. Kuman yang sudah resisten obat ini perlu dibasmi dengan tingkatan antibiotik yang lebih tinggi. Bahayanya lagi, kuman ini dapat menyebar dan dapat menularkan orang lain sehingga orang lain juga terinfeksi dengan kuman resisten obat ini.

Antibiotik tidak dijual bebas

Seringkali, para ibu membelikan obat atau antibiotik dari hasil kopi resep saat anak sakit terdahulu. Biasanya mereka membeli obat yang sama karena konsumsi obat sebelumnya dapat menyembuhkan si anak. Padahal, mungkin saja obat yang dibutuhkan oleh penyakit anak saat ini berbeda. Jadi, sebaiknya penggunaan antibiotik dikonsulkan ke dokter terlebih dahulu. Jadi penggunaan antibiotik pada anak tidak semenyeramkan itu kan? Yang perlu diperhatikan adalah indikasi, penggunaan sesuai dosis, dan ketaatan untuk menghabiskan obat tersebut. Jangan sampai anak-anak makin mengalami perburukan hanya karena para ibu tidak memberikan antibiotic padahal sudah diresepkan dokter. Semoga info ini bermaanfaat ya!