Trend mengonsumsi makanan organik bukan lagi hal baru. Karena isu lingkungan dan kesehatan, sebagian masyarakat kelas menangah mulai banyak beralih mengonsumsi makanan organik. Dibuktikan dengan pertumbuhan pasar organik di Indonesia terus meningkat sekitar 15-20%. 

 

Dalam acara Diskusi bertajuk “Trend Konsumsi dan Gaya Hidup Organik di Indonesia” yang digelar PT Arla Indofood dan Aliansi Organis Indonesia (AOI), di Jakarta, Rabu (21/8),  DR. David Wahyudi, peneliti dari Universitas Bakrie menjelaskan, saat ini pembeli makanan organik tidak hanya kelompok usia 50 tahun ke atas, namun juga kaum muda.

 

Pangan organik di Indonesia didominasi beras, buah dan sayuran, ayam, telur, susu dan yogurt dan produk perkebunan (madu, kopi dan vanila). Konsumen biasanya mengenali produk organik dari label "organik" di kemasan. Bagaimana Kamu memastikan bahwa makanan organik yang Kamu konsumsi benar-benar organik? Apakah definisi organik itu? 

 

Baca juga: Murah dan Mudah Didapatkan, Berikut Ini Makanan Sehat untuk Jantung

 

Sekilas Sejarah Pergerakan Organik 

Dr. David yang merupakan Managing Editor di Asia Pasific Jurnal of Sustainable Agriculture Food And Energy, menjelaskan, sejarah gerakan organik di dunia sebenarnya sudah lama. Diawali dari gerakan para petani di Eropa tahun 60-an sebagai efek Green Revolution. Para petani merasa prihatin dengan penggunaan pestisida dan penggunaan senyawa kimia yang berlebihan di lahan pertanian.  

 

Gerakan awal petani organik ini disebut generasi organik 1.0. Seiring dengan waktu, gerakan petani ini melahirkan kesepakatan bahkan menjadi organisasi besar. Dari sini kemudian lahir definisi atau pengertian organik dan regulasi-regulasi terkait organik. Generasi ini kemudian berkembang menjadi generasi organik 2.0. Ciri dari generasi kedua organik ini adalah memperjuangan sertifikasi sebagai jaminan pihak ketiga.

 

“Sekarang kita berada di generasi organik 3.0 di mana konsumen menjadi lebih kritis. Organik bukan lagi kebutuhan petani saja, tetapi lebih ke konsumen. Dari motif awal farmer oriented menjadi consumer oriented. Generasi ini membuka lebar pasar organik,” jelasnya.

 

Gaya hidup organik juga mulai masuk ke Indonesia. Data menunjukkan produksi dan konsumsi produk makanan organik meningkat. Tidak hanya di tingkat generasi usia 50-an tetapi anak muda atau milenial.

 

Alasan konsumen memilih produk organik menurut riset adalah ingin hidup lebih sehat. Karena ada kelebihan produk organik dibandingkan produk non-organik, yaitu bebas pestisida dan bebas GMO. Selain itu alasan yang mendorong konsumen beralih ke produk organik adalah isu lingkungan dan kesejahteraan hewan.

 

Baca juga: Membaca Informasi pada Label Pangan

 

Apakah Kandungan Nutrisi Makanan Organik Berbeda? 

Menurut Prof. Ali Khomsan, Guru Ilmu Gizi dari Institut Pertanian Bogor, penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan, sebenarnya tidak ada perbedaan signifikan dalam hal kandungan gizi makro (lemak, protein, karbohidrat) antara produk pangan organik dan non-organik.

 

Hanya saja, pernah dilakukan penelitian, khusus untuk susu organik. "Kandungan susu organik berbeda dengan susu konvensional. Ada studi yang mengatakan kadar omega-3 dan omega-6 pada susu organik lebih tinggi, yaitu pada susu yang dihasilkan dari sapi yang mengonsumsi rumput hijau (grass milk)," jelas Prof. Ali.

 

Susu organik dihasilkan dari peternakan organik, di mana rumput yang dimakan sapi bebas dari pestisida. Denmark adalah salah satu pelopor pertenakan susu organik.  Erika T. Luquin, Konsultan makanan dan peternakan organik dari kedutaan besar Denmark di Jakarta, membagikan pengalaman negaranya dalam memperluas gaya hidup organik.

 

Menurut Erika, dibutuhkan waktu 30 tahun membangun kesadaran tentang organik hingga saat ini di mana produk produk organik sudah menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat Denmark.

 

Denmark termasuk negara pertama yang membuat legislasi tentang produk organik. “Kuncinya adalah terus berinovasi. Melalui Organic Action Plan, kami mendukung riset, menyediakan program bagi peternak yang ingin mengubah peternakannya dari konvensional menjadi peternakan organik. Targetnya menggandakan area organik, dari tahun 2007 sampai 2020,” ujarnya.

 

Baca juga: Benarkah Makanan Organik Lebih Sehat dan Tidak Mengandung Pestisida?

 

Memastikan Keaslian Produk Organik

Jika Kamu ingin beralih mengonsumi makanan atau produk pangan organik, Kamu harus memastikan ya bahwa makanan organik yang Kamu beli sudah disertifikasi organik. 

 

Sertifikasi produk organik di Indonesia masih dilakukan oleh swasta. Menurut Apriyanto Dwi Nugroho, Kepala Bidang Keamanan Pangan Segar, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian RI, setidaknya ada 9 lembaga sertifikasi organik di Indonesia saat ini.

 

Kementerian Pertanian sendiri sudah memiliki regulasi organik, antara lain SNI 6729-2016 tentang sistem pertanian organik, Perementan No 64 tahun 2013 tentang sistem pertanian organik dan Peraturan Kepala BPOM No 1 tahun 2017, tentang pengawasan pangan olahan organik.

 

"Saat ini ada semua produk pertanian organik sudah menggunakan logo hijau dengan kode LSO. Sedangkan produk makanan olahan organik, menjadi wewenang BPOM untuk ijin edar. Jadi belilah yang sudah ada logo resmi tersebut," kata Apriyanto.

 

Dr. Fiastuti Witjaksono, spesialis Gizi Klinik dari FKUI mengatakan bahwa meskipun belum terbukti manfaat kesehatan makanan organik dibandingkan makanan non organik, namun tidak ada salahnya mengonsumsi makanan organik yang bebas pestisida. 

 

"Selama ini konsumen makanan organik kebanyakan pada penderita kanker, atau anak berkebutihan khusus. Seharusnya makanan organik dikonsumsi untuk tindakan preventif. Makan makanan sehat adalah investasi agar terhindar dari berbagai penyakit kronis,” jelas dr. Fiastuti.

 

Studi terbaru terkait konsumsi organik yang dilakukan di Perancis, seperti dijelaskan DR. David, menunjukkan bahwa orang yang mengonsumi organik memiliki residu pestisida jauh lebih sedikit daripada yang mengonsumsi makanan non organik. Nah Geng Sehat yang peduli isu lingkungan dan kesehatan, tidak ada salahnya beralih ke produk organik. 

 

Baca juga: 10 Kesalahan Mengolah Bahan Makanan